Bumi Kehilangan Triliunan Ton Air Abad Ini, Siapa Biang Keladinya?

By Lastboy Tahara Sinaga, Jumat, 25 April 2025 | 08:00 WIB
Menurut sebuah studi, cadangan air di daratan telah mengalami penurunan drastis sejak awal abad ke-21.
Menurut sebuah studi, cadangan air di daratan telah mengalami penurunan drastis sejak awal abad ke-21. (Yang Ma/Unsplash)

Nationalgeographic.co.id—Bayangkan sebuah planet yang permukaannya masih tampak biru dari luar angkasa, tetapi di balik itu, cadangan air di daratan terus menyusut secara diam-diam.

Krisis air tidak lagi hanya tentang kekeringan musiman atau sumur yang mengering, melainkan tentang perubahan besar yang terjadi di seluruh sistem air Bumi. Dan perubahan ini tidak hanya bersumber dari mencairnya lapisan es kutub.

Menurut laporan terbaru dalam jurnal Science edisi 28 Maret, daratan Bumi kini kehilangan lebih banyak air daripada sebelumnya. Penyimpanan air di daratan—yang meliputi air di dalam akuifer bawah tanah, danau, sungai, serta celah-celah kecil di dalam tanah—telah menyusut hingga triliunan ton metrik sejak awal abad ke-21.

Penyebab utama penurunan drastis cadangan air tawar ini adalah meningkatnya suhu di daratan dan lautan, yang memicu peningkatan kejadian kekeringan secara global. Dan dengan proyeksi pemanasan Bumi yang terus berlanjut, tren penyusutan ini diperkirakan tidak akan berhenti dalam waktu dekat, menurut ahli geofisika Ki-Weon Seo dari Seoul National University dan tim peneliti lainnya.

Dalam sebuah studi bertajuk “Abrupt sea level rise and Earth’s gradual pole shift reveal permanent hydrological regime changes in the 21st century”, tim peneliti menggunakan berbagai metode independen untuk menilai kehilangan air daratan dari tahun 2000 hingga 2020.

Metode-metode tersebut — yang mencakup rentang waktu yang sedikit berbeda dalam periode ini — termasuk observasi gravitasi satelit di daratan, penilaian kelembaban tanah melalui satelit, pengukuran kenaikan permukaan laut global, serta pengamatan variasi rotasi Bumi akibat perubahan distribusi massa di planet ini. Seiring air berpindah dari daratan ke laut, kutub Bumi bergeser sekitar 45 sentimeter.

Secara keseluruhan, para peneliti menyimpulkan bahwa berbagai data yang dikumpulkan menunjukkan satu kesimpulan utama: cadangan air di daratan telah mengalami penurunan drastis sejak awal abad ke-21.

Dalam rentang waktu antara tahun 2005 hingga 2015—periode ketika semua metode pengukuran saling tumpang tindih—tercatat bahwa penyimpanan air di daratan menyusut hampir 1,3 triliun ton metrik. Jumlah ini cukup untuk menyebabkan kenaikan permukaan laut global sekitar 3,5 milimeter.

Penurunan kelembapan tanah menjadi perhatian utama karena berkaitan langsung dengan kekeringan, kata tim tersebut. Data satelit menunjukkan bahwa air yang tersimpan di dalam tanah menurun tajam terutama pada tahun 2000 hingga 2002, menyusut sekitar 1,6 triliun ton. Air ini pada akhirnya menyebabkan kenaikan permukaan laut hampir dua milimeter setiap tahunnya.

Sebagai perbandingan, lapisan es yang mencair di Greenland hanya menyumbang sekitar 900 miliar ton, atau sekitar 0,8 milimeter per tahun, terhadap kenaikan permukaan laut dari tahun 2002 hingga 2006. Sebelumnya, Greenland dianggap sebagai penyumbang terbesar kenaikan permukaan laut setiap tahunnya.

Penurunan kelembapan tanah terus terjadi sepanjang periode data yang tersedia, meskipun dengan laju yang lebih lambat. Dari tahun 2003 hingga 2016, sekitar 1 triliun ton air tambahan hilang dari tanah.

Baca Juga: 'Menara Air Alami' Dihantam Perubahan Iklim, 2 Miliar Penduduk Bumi Terancam Krisis Air dan Makanan

Penyebab utama kehilangan air ini adalah peningkatan suhu, baik di atmosfer maupun lautan. Kenaikan suhu rata-rata Bumi selama beberapa dekade terakhir telah mengubah pola curah hujan dan mempercepat proses penguapan dan transpirasi — proses di mana uap air dilepaskan ke atmosfer oleh tanaman.

Lebih banyak uap air dari penguapan dan transpirasi memang dapat menghasilkan hujan deras dalam waktu singkat, tetapi air tersebut cenderung tidak meresap ke dalam tanah; sebagian besar justru menjadi limpasan permukaan yang mengalir ke laut.

Dan seiring meningkatnya suhu Bumi, “wilayah yang mengering akibat suhu tinggi dan perubahan curah hujan, kini meluas lebih cepat daripada wilayah yang menjadi lebih basah karena peningkatan curah hujan,” kata ilmuwan lingkungan Katharine Jacobs dari University of Arizona di Tucson, seperti dikutip dari laman Science News.

Sementara itu, Jacobs menambahkan bahwa permintaan terhadap air tanah terus meningkat. Ia mengungkapkan bahwa sebagian besar orang yang bekerja di bidang sumber daya air kemungkinan belum menyadari adanya hubungan antara penyedotan air tanah dan kenaikan permukaan laut. 

Kalaupun ada yang mengetahuinya, mereka kemungkinan besar belum memahami bahwa perubahan tersebut bisa diukur, bahkan berpengaruh terhadap kemiringan sumbu Bumi. Karena itulah, menurut Jacobs, penggunaan berbagai set data menjadi sangat krusial. Tanpa adanya data tersebut, banyak peneliti bisa saja melewatkan keterkaitan penting ini.

Secara keseluruhan, para peneliti menyimpulkan bahwa jumlah total air di tanah Bumi telah mengalami penurunan sejak awal abad ini. Dan mengingat proyeksi suhu Bumi ke depan, air tersebut tampaknya tidak akan segera tergantikan.

Ini merupakan temuan yang mengkhawatirkan, kata Benjamin Cook, pemodel iklim dari NASA Goddard Institute for Space Studies di New York City. “Segala sesuatu membutuhkan air. Kalau tidak cukup air, kita dalam masalah.”

Di tengah tren perubahan iklim yang terus berlangsung, menjaga keseimbangan sumber daya air menjadi tantangan mendesak yang membutuhkan perhatian lintas disiplin dan kolaborasi global. Masa depan keberlanjutan Bumi mungkin ditentukan oleh seberapa cepat dan tepat kita bertindak untuk menjaga air tetap tinggal di tanah, bukan sekadar mengalir ke laut.

 ---Pengetahuan tak terbatas kini lebih dekat. Simak ragam ulasan jurnalistik seputar sejarah, sains, alam, dan lingkungan dari National Geographic Indonesia melalui pranala WhatsApp Channel https://shorturl.at/IbZ5i dan Google News   https://shorturl.at/xtDSd. Ketika arus informasi begitu cepat, jadilah bagian dari komunitas yang haus akan pengetahuan mendalam dan akurat.