Nationalgeographic.co.id—Mungkin Anda pernah mendengar cerita bahwa bahan bakar fosil (minyak bumi, gas alam, dan batu bara) berasal dari fosil dinosaurus yang mati ratusan juta tahun yang lalu.
Namun, cerita minyak bumi berasal dari fosil dinosaurus hanyalah mitos belaka. Bahan bakar fosil sudah ada jauh sebelum adanya dinosaurus dan sains pun telah mengonfirmasinya.
Terbentuknya bahan bakar fosil
Dilansir laman Science News Explores, bahan bakar fosil menyimpan energi dalam ikatan antar atom yang membentuk molekulnya. Saat bahan bakar dibakar, ikatan-ikatan itu terpecah. Proses ini melepaskan energi yang sebenarnya berasal dari matahari.
Jutaan tahun yang lalu, tumbuhan hijau menyerap energi matahari dan menguncinya di dalam daun melalui proses fotosintesis. Sebagian tumbuhan itu dimakan oleh hewan, sehingga energi berpindah ke tingkat makanan yang lebih tinggi. Sementara itu, sebagian tumbuhan lainnya mati dan membusuk.
Azra Tutuncu, seorang ahli geosains dan insinyur perminyakan dari Colorado School of Mines di Golden, menjelaskan bahwa makhluk hidup apa pun, ketika mati, bisa berubah menjadi bahan bakar fosil.
Namun, hal itu hanya bisa terjadi jika didukung oleh kondisi yang tepat, termasuk lingkungan tanpa oksigen (anoksik). Dan tentunya butuh waktu yang sangat lama.
Batu bara yang kita gunakan saat ini berasal dari sekitar 300 juta tahun yang lalu. Pada masa itu, dinosaurus masih berkeliaran di Bumi. Namun, mereka bukan bagian dari pembentukan batu bara.
Sebaliknya, batu bara itu berasal dari tanaman-tanaman yang tumbuh di rawa dan rawa-rawa yang mati. Saat tumbuhan ini tenggelam ke dasar area basah tersebut, mereka membusuk sebagian dan berubah menjadi gambut.
Ketika lahan basah itu mengering, lapisan-lapisan lain menutupi gambut tersebut. Dengan tekanan, panas, dan waktu yang sangat lama, gambut pun berubah menjadi batu bara. Untuk mendapatkan batu bara, manusia sekarang harus menggali jauh ke dalam tanah.
Minyak bumi (minyak dan gas alam) berasal dari proses yang dimulai di lautan purba. Organisme kecil bernama plankton hidup, mati, lalu tenggelam ke dasar laut.
Baca Juga: Picu Sebutan 'Kolonialisme Ilmiah', Fosil Dinosaurus Ini Diklaim Paling Kontroversial
Saat sisa-sisa plankton tertutup oleh endapan yang turun melalui air, sebagian dimakan oleh mikroba. Lebih lanjut, reaksi kimia kemudian mengubah sisa-sisa yang terkubur itu. Pada akhirnya, terbentuk dua zat utama: kerogen yang menyerupai lilin dan bitumen (salah satu bahan penyusun minyak bumi).
Kerogen bisa mengalami perubahan lebih lanjut. Saat tertimbun semakin dalam oleh endapan, zat kimia ini menjadi semakin panas dan mendapat tekanan lebih besar.
Jika kondisinya tepat, kerogen akan berubah menjadi hidrokarbon (molekul yang tersusun dari unsur hidrogen dan karbon) yang kita kenal sebagai minyak mentah. Jika suhunya terus meningkat, kerogen akan berubah lagi menjadi hidrokarbon yang lebih kecil, yaitu gas alam.
Hidrokarbon dalam minyak dan gas memiliki kerapatan yang lebih rendah dibandingkan dengan batuan dan air di lapisan kerak Bumi. Hal ini menyebabkan hidrokarbon tersebut bergerak ke atas, setidaknya sampai mereka terperangkap oleh lapisan tanah yang tidak bisa mereka lewati.
Ketika hal itu terjadi, hidrokarbon akan terkumpul secara perlahan. Ini membentuk sebuah reservoir (penampungan). Dan mereka akan tetap berada di dalamnya sampai manusia melakukan pengeboran untuk melepaskannya.
Kerangka prasejarah mencemari minyak bumi
Sebagian besar cadangan minyak terbentuk antara 65 dan 252 juta tahun yang lalu. Meskipun hal ini bertepatan dengan "zaman dinosaurus", minyak adalah endapan laut yang terbuat dari sisa-sisa alga dan plankton.
Kerangka reptil prasejarah seperti plesiosaurus dan ichthyosaurus (keduanya tidak termasuk dinosaurus) telah ditemukan di lapisan geologi yang sama dengan minyak. Keberadaan kerangka tersebut mungkin telah mencemari endapan minyak, dilansir laman BBC Science Focus.
Jadi, mengatakan bahwa minyak terbentuk dari dinosaurus sama halnya dengan mengatakan bahwa roti terbuat dari serangga, hanya karena ada satu serangga yang jatuh ke penggilingan tepung.
Endapan minyak terbentuk di laut dangkal yang penuh dengan kehidupan di permukaan, tetapi stagnan dan mati di dasar laut.
Ketika plankton dan mikroorganisme mati jatuh ke dasar, mereka menimbun organisme di bawahnya lebih cepat daripada proses pembusukan. Hal ini menyebabkan bahan organik terperangkap dalam lapisan yang kekurangan oksigen, yang semakin tenggelam karena tekanan dari atas.
Baca Juga: Paus Fransiskus Pernah Sebut Dirinya 'Dinosaurus', Pertanyaan Sederhana Ini Jadi Pemantiknya
Setelah 100 juta tahun, lapisan bawah berada di bawah beberapa kilometer tanah liat dan pasir. Panas dan tekanan pada kedalaman ini mengubah bahan organik menjadi minyak.
Seekor plesiosaurus seberat lima ton yang mati dan jatuh ke dasar laut kecil kemungkinannya untuk tetap utuh dalam waktu lama hingga terkubur dengan aman. Sebaliknya, bangkainya akan menjadi sumber makanan bagi ikan, krustasea, dan cacing yang dengan cepat menghabiskan bagian organiknya. Fenomena ini seperti ketika bangkai paus jatuh ke dasar laut, yang kemudian akan dijadikan sumber makanan bagi makhluk laut lainnya.
Banyak sisa tumbuhan dan hewan ditemukan terawetkan dalam lapisan batubara. Namun, endapan batubara berasal dari era Karbon (359 hingga 299 juta tahun lalu), sekitar 57 juta tahun sebelum kemunculan dinosaurus pertama. Meski begitu, fosil hewan yang ditemukan di batubara hanya tertanam di dalamnya, bukan menjadi bagian dari pembentukan batubara itu sendiri.
Baca Juga: Mengapa Temuan Fosil Megaraptorid Ini Diklaim Ubah Narasi Evolusi Dinosaurus di Australia?
---Pengetahuan tak terbatas kini lebih dekat. Simak ragam ulasan jurnalistik seputar sejarah, sains, alam, dan lingkungan dari National Geographic Indonesia melalui pranala WhatsApp Channel https://shorturl.at/IbZ5i dan Google News https://shorturl.at/xtDSd. Ketika arus informasi begitu cepat, jadilah bagian dari komunitas yang haus akan pengetahuan mendalam dan akurat.