Akan Menjadi Santo Milenial Pertama, Siapa Carlo Acutis dari Italia?

By Sysilia Tanhati, Selasa, 29 April 2025 | 16:00 WIB
Carlo Acutis disebut sebagai santo milenium pertama. Bagaimana kisah hidupnya? Mengapa kanonisasinya ditunda oleh Vatikan?
Carlo Acutis disebut sebagai santo milenium pertama. Bagaimana kisah hidupnya? Mengapa kanonisasinya ditunda oleh Vatikan? (Dobroš/Wikipedia)

Nationalgeographic.co.id—Gereja Katolik akan memiliki santo mileniumnya yang pertama. Ia adalah Carlo Acutis. Carlo Acutis baru berusia 15 tahun ketika meninggal di sebuah rumah sakit di Monza, Italia, pada tahun 2006. Anak muda itu mempersembahkan semua penderitaannya bagi Gereja dan bagi Paus.

Persembahannya menggerakkan hati banyak orang, termasuk Paus Fransiskus. Tidak menunggu lama, Paus Fransiskus pun membuka jalan bagi kanonisasi Beato Carlo Acutis.

Siapa Carlo Acutis dan mengapa kanonisasinya kemudian ditunda oleh Vatikan?

Santo milenial pertama dalam Gereja Katolik

Beato Carlo Acutis lahir 3 Mei 1991, London, Inggris. Ia meninggal 12 Oktober 2006, Monza, Italia; dibeatifikasi (tahap kedua dari tiga tahap dalam proses kanonisasi) pada 10 Oktober 2020.

Carlo Acutis adalah seorang programer komputer Italia kelahiran Inggris. Ia baru berusia 15 tahun ketika meninggal karena leukemia. Beatifikasi dan minatnya dalam menggunakan komunikasi digital untuk kepentingan Gereja menyebabkan Carlo Acutis dijuluki santo pelindung Internet dan santo milenial pertama.

Kehidupan Carlo Acutis

Carlo Acutis adalah putra dari orang tua Italia, Andrea Acutis dan Antonia Salzano Acutis. Orang tuanya tinggal di Inggris pada saat kelahirannya. Ayahnya adalah seorang eksekutif di sebuah bank di London. Beberapa bulan setelah Carlo Acutis lahir, keluarganya pindah ke Milan.

Orang tuanya bukanlah penganut Katolik yang taat sebelum ia lahir. “Ibunya mengaku bahwa ia hanya menghadiri misa beberapa kali sebelum hari pernikahannya,” tulis Rene Ostberg di laman Britannica.

Carlo Acutis sering meminta orangtuanya untuk membawanya ke tempat kelahiran orang-orang kudus dan tempat terjadinya mukjizat ekaristi.
Carlo Acutis sering meminta orangtuanya untuk membawanya ke tempat kelahiran orang-orang kudus dan tempat terjadinya mukjizat ekaristi. (Wikipedia)

Meski demikian, Acutis tertarik pada Katolik sejak usia sangat muda. Ia senang berdoa rosario dan menghadiri misa harian setelah menerima komuni pertamanya pada usia 7 tahun.

Baca Juga: Santorini, Misteri Pulau Cantik yang 'Dikepung' Serangkaian Gempa Bumi

Ekaristi menjadi hasratnya seumur hidup. Carlo Acutis sering meminta orangtuanya untuk membawanya ke tempat kelahiran orang-orang kudus dan tempat terjadinya mukjizat ekaristi.

Tindakan kebaikan dan pengabdian untuk Gereja Katolik dan orang banyak

Carlo Acutis menunjukkan minat dalam membantu orang lain sejak usia muda. Ia sering membela teman-teman sekolahnya yang diganggu. Bahkan, Carlo Acutis kerap menghabiskan uang yang diperolehnya untuk membeli barang-barang bagi orang-orang yang mengalami kemiskinan. “Misalnya kantong tidur untuk seorang pria tanpa rumah yang ditemuinya dalam perjalanan ke gerejanya,” Ostberg menambahkan.

Ia juga berusaha membantu orang tua dan penyandang cacat di komunitasnya serta para pengungsi. Pengabdiannya mengilhami orang tuanya untuk menjadi penganut Katolik yang taat. Ibu pun menjadi sangat taat. Sang ibu bahkan mendaftar di kursus teologi sehingga ia dapat menjawab pertanyaan-pertanyaan keagamaan putranya dengan lebih baik.

Selain menjalankan imannya, Acutis senang bermain gim video dan terpesona dengan komputer. Ia belajar cara menggunakan Internet sejak usia dini dan belajar sendiri pemrograman komputer dan desain grafis. Namun, ia membatasi dirinya untuk bermain gim video selama 1 jam seminggu. Hal itu dilakukannya sebagai bentuk penebusan dosa dan disiplin spiritual.

Carlo Acutis mendokumentasikan kemajuan spiritualnya dengan membuat buku harian. Di sana, ia menuliskan “nilai baik” untuk perilaku baik dan “nilai buruk” untuk saat ia gagal memenuhi harapannya sendiri.

Pada usia 11 tahun, ia mulai mempelajari lebih banyak tentang mukjizat ekaristi sepanjang sejarah.

Dalam sebuah wawancara tahun 2023 dengan EWTN News Nightly, ibunya mengenang: “Ia biasa berkata, 'Ada antrean di depan konser, di depan pertandingan sepak bola. Tetapi saya tidak melihat antrean ini di depan Sakramen Mahakudus.'... Jadi, baginya Ekaristi adalah pusat hidupnya.”

Carlo Acutis membuat situs web untuk mendokumentasikan mukjizat ekaristi di seluruh dunia. Anak remaja itu akhirnya membuat katalog lebih dari 150 mukjizat. Dengan penuh kesabaran, ia mencantumkan mukjizatberdasarkan negara dan tanggal dalam hampir 20 bahasa yang berbeda.

Untuk setiap mukjizat, Carlo Acutin membuat halaman web yang dapat diunduh dan dicetak. Ia juga menyertakan peta, video, dan museum virtual di situs tersebut. Situs web tersebut menjadi alat bantu pengajaran agama bagi banyak paroki di seluruh dunia.

Oleh Gereja Katolik, situs wenya menjadi contoh bagaimana teknologi dan Internet dapat digunakan untuk kebaikan spiritual dan menyebarkan Injil.

Baca Juga: Paus Menjadi Santo: Dulu Hal yang Biasa, Mengapa Kini Sangat Jarang?

Kematian dan beatifikasi

Pada bulan Oktober 2006, ketika ia berusia 15 tahun, Acutis jatuh sakit. Awalnya, sang orang tua mengira penyakitnya adalah flu. Ketika gejalanya memburuk, ia dibawa ke rumah sakit di Milan, di mana ia didiagnosis menderita leukemia myeloid akut. Alih-alih frustasi, Carlo Acutis justru mempersembahkan penderitaannya kepada Paus Benediktus XVI dan Gereja Katolik.

“Saya mempersembahkan kepada Tuhan penderitaan yang harus saya alami demi Paus dan demi Gereja, agar saya tidak harus berada di Api Penyucian dan dapat langsung masuk surga.”

Ia dipindahkan ke rumah sakit di Monza, Italia, dan dalam beberapa hari ia menderita pendarahan otak dan jatuh koma. Carlo Acutis dinyatakan meninggal tanggal 12 Oktober di usia 15 tahun.

“Dia menjadi pastor dari surga,” kata ibunya.

Gereja tempat upacara pemakamannya diadakan digambarkan dipenuhi orang-orang yang telah ia bantu sepanjang hidupnya yang singkat.

Awalnya dimakamkan di permakaman di Desa Ternengo, jenazahnya dimakamkan kembali pada bulan Januari 2007 di Assisi. Assisi dipilih karena pengabdiannya kepada Santo Fransiskus dari Assisi.

Proses beatifikasi dan kanonisasi Acutis dibuka pada tahun 2012 dan mendapat persetujuan dari Takhta Suci pada tahun berikutnya. Pada tanggal 5 Juli 2018, ia dinyatakan sebagai “Yang Terhormat” oleh Paus Fransiskus.

Mukjizat pertamanya dikaitkan dengannya pada awal tahun 2020. Seorang anak laki-laki Brasil lahir dengan pankreas cacat. Ia sembuh setelah berdoa kepada Carlo Acutis untuk perantaraannya dan menerima salah satu relikuinya.

Carlo Acutis dibeatifikasi, atau dinyatakan “Venerable” atau Yang Terhormat, oleh Fransiskus pada tanggal 10 Oktober 2020. Pada bulan Mei 2024, Paus Fransiskus mengakui mukjizat kedua yang dikaitkan dengan perantaraan Carlo Acutis. Peristiwa itu akhirnya membuka jalan bagi kemungkinan kanonisasinya pada tahun 2025.

Karena situs web mukjizatnya, Carlo Acutis populer sebagai “santo pelindung internet” saat perjuangannya untuk menjadi orang suci sedang berlangsung. Ia juga dijuluki sebagai “santo milenial pertama”. Pasalnya, Carlo Acutis adalah orang pertama dari generasi milenial yang menjadi kandidat untuk menjadi orang suci atau santo.

Baca Juga: Seperti Apa Keseharian Paus Fransiskus Semasa Hidupnya di Vatikan?

Biografi My Son Carlo: Carlo Acutis Through the Eyes of His Mother, yang ditulis oleh ibunya dan jurnalis Paolo Rodari, diterbitkan pada tahun 2023.

Mukjizat yang membuka jalan bagi Beato Carlo Acutis

Mukjizat yang membuat jalan bagi Beato Carlo Acutis terkait dengan seorang wanita dari Kosta Rika.

Pada tanggal 8 Juli 2022, Liliana berdoa di makam Beato Carlo di Assisi. Ia meninggalkan sepucuk surat yang menjelaskan permohonannya. 6 hari sebelumnya, pada tanggal 2 Juli, putrinya Valeria jatuh dari sepedanya di Florence, tempat ia kuliah.

Ia menderita trauma kepala yang parah. Valeria memerlukan operasi kraniotomi serta pengangkatan tulang oksipital kanan untuk mengurangi tekanan pada otaknya. Dan menurut dokternya, ia memiliki peluang bertahan hidup yang sangat rendah.

Sekretaris Liliana segera mulai berdoa kepada Beato Carlo Acutis. Dan pada tanggal 8 Juli 2022, Liliana berziarah ke makamnya di Assisi.

Pada hari yang sama, rumah sakit memberi tahu bahwa Valeria mulai bernapas spontan. Keesokan harinya, ia mulai bergerak dan sebagian dapat berbicara kembali.

Pada tanggal 18 Juli 2022, pemindaian CAT membuktikan bahwa pendarahannya telah hilang. Pada tanggal 11 Agustus 2022, Valeria dipindahkan ke terapi rehabilitasi. Ia mengalami kemajuan pesat, dan pada tanggal 2 Septembe 2022r, Valeria dan Liliana melakukan ziarah lagi ke Assisi untuk berterima kasih kepada Beato Carlo atas perantaraannya.

Dalam dekrit yang dirilis oleh Takhta Suci, Paus Fransiskus mengumumkan bahwa ia akan mengadakan Konsistori Kardinal. Tujuannya adalah membahas kanonisasi Beato Carlo Acutis, serta Beato Giuseppe Allamano, Marie-Léonie Paradis, dan Elena Guerra.

Mengapa kanonisasi Beato Carlo Acutis ditunda oleh Vatikan?

Kanonisasi Beato Carlo Acutis rencananya akan berlangsung pada tanggal 27 April 2025.  Namun kanonisasi tersebut harus ditunda dengan berat hati oleh Vatikan. Padahal, ribuan orang muda Katolik sudah merencanakan perjalanannya ke Vatikan untuk menghadiri misa kanonisasi itu.

Vatican mengumumkan bahwa kanonisasi Beato Carlo Acutis ditunda menyusul wafatnya Paus Fransiskus.

“Setelah wafatnya Paus Fransiskus, dengan ini diberitahukan bahwa perayaan Ekaristi dan Ritus Kanonisasi Beato Carlo Acutis, yang dijadwalkan pada tanggal 27 April 2025, Minggu Paskah II atau Kerahiman Ilahi, pada kesempatan Yubelium Remaja, ditangguhkan,” kata Kantor Pers Tahta Suci dalam sebuah pernyataan pada tanggal 21 April 2025.

Lebih dari 80.000 remaja diperkirakan akan berkumpul di Roma untuk kanonisasi pada 27 April 2025 di tengah Yubelium Remaja. Menurut Dicastery for Evangelization, orang-orang muda Katolik itu terdaftar dari Amerika Serikat, Brasil, India, Spanyol, Portugal, Prancis, Ukraina, Inggris, Jerman, Chili, Venezuela, Meksiko, Australia, Argentina, dan Nigeria.

Berita wafatnya Paus Fransiskus tersebar saat para peziarah mulai berdatangan untuk menghadiri kanonisasi yang direncanakan. “Termasuk sekelompok mahasiswa dari Paroki St. Joachim di Sydney, Australia. Mereka menempuh perjalanan lebih dari 16.000 km untuk menghadiri kanonisasi tersebut,” dilansir dari laman Vatican News.

Meskipun kanonisasi ditangguhkan karena sede vacante, Vatikan mengonfirmasi bahwa Yubelium Remaja akan tetap dilaksanakan dengan beberapa perubahan jadwal. Karena masa berkabung, perayaan musik di Circus Maximus pada Sabtu malam telah dibatalkan. Misa khusus untuk Yubelium Remaja tetap diadakan pada Minggu, 27 April, tanpa kanonisasi Carlo Acutis.

---Pengetahuan tak terbatas kini lebih dekat. Simak ragam ulasan jurnalistik seputar sejarah, sains, alam, dan lingkungan dari National Geographic Indonesia melalui pranala WhatsApp Channel https://shorturl.at/IbZ5i dan Google News   https://shorturl.at/xtDSd. Ketika arus informasi begitu cepat, jadilah bagian dari komunitas yang haus akan pengetahuan mendalam dan akurat.