Penemuan terbaru ini juga menandai bukti pertama keberadaan semut neraka di Gondwana, benua raksasa purba di belahan bumi selatan. Sebelumnya, fosil semut neraka tertua ditemukan di Myanmar, terawetkan dalam getah pohon (amber) berusia sekitar 100 juta tahun. Fosil lain ditemukan di Kanada dan Prancis—wilayah yang dulunya termasuk bagian dari Laurasia, benua purba di belahan bumi utara.
“Sungguh luar biasa melihat betapa awalnya semut telah beragam dalam bentuk dan fungsi, serta kemampuannya bermigrasi dan menyebar ke seluruh dunia,” ujar Lepeco.
Selama ledakan keanekaragaman semut pada zaman Kapur, muncul berbagai garis keturunan unik seperti semut neraka. Namun, kelompok ini tidak meninggalkan keturunan dan punah menjelang atau pada masa transisi menuju zaman Senozoikum sekitar 66 juta tahun lalu, yang dikenal dengan peristiwa kepunahan K-Pg—saat asteroid menghantam Bumi dan memusnahkan sekitar 76 persen spesies yang ada, termasuk dinosaurus.
“Semut neraka menghilang dari catatan fosil sekitar 78 juta tahun lalu, dan hingga kini belum ditemukan dalam lapisan fosil yang mendekati batas kepunahan K-Pg,” kata Christine Sosiak, entomolog dari Okinawa Institute of Science and Technology yang tidak terlibat dalam penelitian ini.
“Mungkin saja mereka punah saat peristiwa K-Pg, tapi ada kemungkinan lebih besar mereka sudah punah sebelumnya. Zaman Kapur merupakan periode perubahan ekologi dan iklim yang besar.”
Selama masa perubahan itu, bentuk berburu yang sangat terspesialisasi bisa jadi menjadi penyebab punahnya semut neraka, menurut Marek Borowiec, entomolog dari Colorado State University.
“Kita belum tahu seberapa khusus kebutuhan mereka,” ujar Borowiec. “Tapi jika mereka hanya bisa memangsa jenis tertentu, itu membatasi kemampuan mereka untuk beradaptasi dan bertahan ketika makanan utama mereka lenyap.”

Mengungkap Cerita Semut Purba yang Lebih Luas
Fosil semut neraka ini menjadi potongan teka-teki penting yang membantu para paleontolog memahami kehidupan serangga purba. Menurut Lepeco, penemuan ini menambah satu titik data baru yang memungkinkan ilmuwan melacak tahapan evolusi semut dan tawon—khususnya kapan karakteristik khas mereka mulai berkembang.
“Dari catatan fosil sebelumnya, kita tahu bahwa semut neraka merupakan kelompok yang sukses dan beragam, tersebar di tiga benua selama lebih dari 20 juta tahun,” ujar Christine Sosiak. “Penemuan semut neraka yang baru ini memperkuat pola tersebut, sekaligus memperluas jangkauan geografis dan rentang waktunya.”
Baca Juga: Mengapa Fosil Dinosaurus Tidak Pernah Ditemukan di Indonesia?
Lebih dari sekadar penemuan taksonomi, fosil ini juga menyajikan gambaran yang lebih utuh tentang dunia pada masa Kapur.
“Kita jadi bisa membayangkan dunia pada zaman dinosaurus dengan lebih kompleks,” kata Lepeco. “Ada serangga luar biasa seperti semut neraka yang hidup berdampingan dengan dinosaurus, dan memiliki perilaku serta anatomi yang sangat terspesialisasi.”
Lepeco menambahkan, masyarakat sering kali hanya membayangkan dinosaurus, mamalia, atau hewan besar lain ketika berpikir soal fosil, padahal serangga juga merupakan bagian penting dari sejarah kehidupan yang tak kalah menakjubkan.
---Pengetahuan tak terbatas kini lebih dekat. Simak ragam ulasan jurnalistik seputar sejarah, sains, alam, dan lingkungan dari National Geographic Indonesia melalui pranala WhatsApp Channel https://shorturl.at/IbZ5i dan Google News https://shorturl.at/xtDSd. Ketika arus informasi begitu cepat, jadilah bagian dari komunitas yang haus akan pengetahuan mendalam dan akurat.