Penemuan Semut Tertua yang Hidup Berdampingan dengan Dinosaurus

By Ricky Jenihansen, Jumat, 2 Mei 2025 | 09:00 WIB
Semut neraka hidup lebih dari 100 juta tahun yang lalu, merangkak di antara dinosaurus. Fosil baru yang ditemukan di Brasil itu merupakan fosil tertua yang diketahui dari spesies ini.
Semut neraka hidup lebih dari 100 juta tahun yang lalu, merangkak di antara dinosaurus. Fosil baru yang ditemukan di Brasil itu merupakan fosil tertua yang diketahui dari spesies ini. (Photograph By Anderson Lepco)

Nationalgeographic.co.id—​Para ilmuwan telah menemukan fosil semut tertua yang pernah diketahui, berusia sekitar 113 juta tahun, di Formasi Crato, sebuah kawasan tambang batu kapur kaya fosil di timur laut Brasil.

Spesies baru ini dinamai Vulcanidris cratensis dan termasuk dalam kelompok semut purba yang dikenal sebagai “hell ants” atau “semut neraka”—disebut demikian karena bentuk rahangnya yang mencuat ke atas menyerupai sabit, digunakan untuk memangsa serangga lain.

Menurut studi yang dipublikasikan di jurnal Current Biology, fosil berukuran sekitar 1,3 sentimeter ini ditemukan dalam kondisi terawetkan dengan sangat baik dan menjadi spesimen semut tertua yang pernah ditemukan. Fosil ini mewakili genus baru dari subfamili Haidomyrmecinae, kelompok semut purba yang hanya hidup selama periode Kapur dan punah sekitar 66 juta tahun lalu.

Saat ini, semut modern merupakan salah satu kelompok hewan paling dominan di Bumi, dengan lebih dari 17.000 spesies tersebar di seluruh benua kecuali Antarktika. Para ilmuwan percaya bahwa semut berasal dari garis evolusi yang sama dengan tawon, lalu berkembang menjadi bentuk khas semut pada periode Kapur—dengan ciri toraks yang lebih kecil dan kelenjar sekresi unik yang hanya dimiliki semut.

Fosil Vulcanidris cratensis ditemukan sebagai bagian dari koleksi fosil serangga di Museum Zoologi Universitas São Paulo. Tim peneliti menggunakan teknologi pencitraan 3D untuk menelusuri bagian dalam fosil dan menentukan posisinya dalam pohon evolusi semut.

“Saya tidak menyangka bisa menemukan sesuatu seperti ini,” ujar Anderson Lepeco, entomolog dari Museum Zoologi Universitas São Paulo sekaligus penulis utama studi. “Sebelumnya tidak ada bukti jelas bahwa semut ditemukan di koleksi ini. Kini, kami menemukan satu spesimen yang sangat lengkap.”

Lepeco menambahkan, semut bersayap ini kemungkinan besar tersapu angin, jatuh ke danau, lalu terkubur oleh sedimen selama jutaan tahun hingga akhirnya membatu dan terawetkan secara alami.

Rahang Menyerupai Taring untuk Berburu

Fosil semut neraka menunjukkan bahwa semut purba ini telah mengembangkan strategi berburu yang cukup canggih. Rahang unik mereka yang mencuat ke depan, menyerupai taring, berpasangan dengan tonjolan mirip tanduk di kepala, kemungkinan besar digunakan untuk mencapit atau menusuk serangga lain sebelum dimangsa. Mekanisme ini memungkinkan mereka menangkap mangsa yang relatif besar dibandingkan ukuran tubuhnya.

“Ini jenis rahang yang sangat tidak biasa, dan tidak ditemukan pada serangga modern mana pun,” kata Anderson Lepeco. Meski ada spekulasi bahwa semut neraka mungkin menggunakan rahang ini untuk membawa tetesan air atau nektar ke sarang sebagai makanan larva, Lepeco menilai teori bahwa rahang tersebut digunakan untuk menangkap dan menusuk serangga lebih masuk akal.

Salah satu fosil semut neraka dari Myanmar bahkan ditemukan dalam posisi sedang mencapit seekor serangga di antara rahang dan tanduk kepalanya—memberikan bukti langsung perilaku berburu tersebut.

Baca Juga: Kebohongan Terbesar Fosil Dinosaurus dari Tiongkok yang Menipu Dunia

Penemuan terbaru ini juga menandai bukti pertama keberadaan semut neraka di Gondwana, benua raksasa purba di belahan bumi selatan. Sebelumnya, fosil semut neraka tertua ditemukan di Myanmar, terawetkan dalam getah pohon (amber) berusia sekitar 100 juta tahun. Fosil lain ditemukan di Kanada dan Prancis—wilayah yang dulunya termasuk bagian dari Laurasia, benua purba di belahan bumi utara.

“Sungguh luar biasa melihat betapa awalnya semut telah beragam dalam bentuk dan fungsi, serta kemampuannya bermigrasi dan menyebar ke seluruh dunia,” ujar Lepeco.

Selama ledakan keanekaragaman semut pada zaman Kapur, muncul berbagai garis keturunan unik seperti semut neraka. Namun, kelompok ini tidak meninggalkan keturunan dan punah menjelang atau pada masa transisi menuju zaman Senozoikum sekitar 66 juta tahun lalu, yang dikenal dengan peristiwa kepunahan K-Pg—saat asteroid menghantam Bumi dan memusnahkan sekitar 76 persen spesies yang ada, termasuk dinosaurus.

“Semut neraka menghilang dari catatan fosil sekitar 78 juta tahun lalu, dan hingga kini belum ditemukan dalam lapisan fosil yang mendekati batas kepunahan K-Pg,” kata Christine Sosiak, entomolog dari Okinawa Institute of Science and Technology yang tidak terlibat dalam penelitian ini.

“Mungkin saja mereka punah saat peristiwa K-Pg, tapi ada kemungkinan lebih besar mereka sudah punah sebelumnya. Zaman Kapur merupakan periode perubahan ekologi dan iklim yang besar.”

Selama masa perubahan itu, bentuk berburu yang sangat terspesialisasi bisa jadi menjadi penyebab punahnya semut neraka, menurut Marek Borowiec, entomolog dari Colorado State University.

“Kita belum tahu seberapa khusus kebutuhan mereka,” ujar Borowiec. “Tapi jika mereka hanya bisa memangsa jenis tertentu, itu membatasi kemampuan mereka untuk beradaptasi dan bertahan ketika makanan utama mereka lenyap.”

Pemindaian CT (Screen Capture Video By Odair M. Meira)

Mengungkap Cerita Semut Purba yang Lebih Luas

Fosil semut neraka ini menjadi potongan teka-teki penting yang membantu para paleontolog memahami kehidupan serangga purba. Menurut Lepeco, penemuan ini menambah satu titik data baru yang memungkinkan ilmuwan melacak tahapan evolusi semut dan tawon—khususnya kapan karakteristik khas mereka mulai berkembang.

“Dari catatan fosil sebelumnya, kita tahu bahwa semut neraka merupakan kelompok yang sukses dan beragam, tersebar di tiga benua selama lebih dari 20 juta tahun,” ujar Christine Sosiak. “Penemuan semut neraka yang baru ini memperkuat pola tersebut, sekaligus memperluas jangkauan geografis dan rentang waktunya.”

Baca Juga: Mengapa Fosil Dinosaurus Tidak Pernah Ditemukan di Indonesia?

Lebih dari sekadar penemuan taksonomi, fosil ini juga menyajikan gambaran yang lebih utuh tentang dunia pada masa Kapur.

“Kita jadi bisa membayangkan dunia pada zaman dinosaurus dengan lebih kompleks,” kata Lepeco. “Ada serangga luar biasa seperti semut neraka yang hidup berdampingan dengan dinosaurus, dan memiliki perilaku serta anatomi yang sangat terspesialisasi.”

Lepeco menambahkan, masyarakat sering kali hanya membayangkan dinosaurus, mamalia, atau hewan besar lain ketika berpikir soal fosil, padahal serangga juga merupakan bagian penting dari sejarah kehidupan yang tak kalah menakjubkan.

---Pengetahuan tak terbatas kini lebih dekat. Simak ragam ulasan jurnalistik seputar sejarah, sains, alam, dan lingkungan dari National Geographic Indonesia melalui pranala WhatsApp Channel https://shorturl.at/IbZ5i dan Google News   https://shorturl.at/xtDSd. Ketika arus informasi begitu cepat, jadilah bagian dari komunitas yang haus akan pengetahuan mendalam dan akurat.