Jika Ayam Adalah Keturunan DInosaurus, Mengapa Tidak Berdarah Dingin?

By Ricky Jenihansen, Sabtu, 3 Mei 2025 | 14:00 WIB
Bukti-bukti ilmiah mulai menunjukkan bahwa dinosaurus jauh lebih mirip ayam atau burung daripada reptil modern seperti kadal atau buaya.
Bukti-bukti ilmiah mulai menunjukkan bahwa dinosaurus jauh lebih mirip ayam atau burung daripada reptil modern seperti kadal atau buaya. (Pixabay)

Nationalgeographic.co.id—Ayam modern mungkin tampak jauh dari gambaran menakutkan seekor Tyrannosaurus rex, tetapi secara ilmiah, mereka memiliki garis keturunan dari kelompok dinosaurus tertentu.

Namun, satu pertanyaan menarik muncul: jika sebagian besar reptil—termasuk banyak dinosaurus—berdarah dingin, mengapa ayam, sebagai pewaris evolusionernya, justru berdarah panas?

Selama lebih dari 100 tahun, para peneliti beranggapan bahwa dinosaurus mirip dengan kadal raksasa — reptil lamban yang menghabiskan sebagian besar waktunya berjemur di bawah sinar matahari.

Namun pandangan ini berubah drastis ketika bukti-bukti ilmiah mulai menunjukkan bahwa dinosaurus jauh lebih mirip ayam atau burung daripada reptil modern seperti kadal atau buaya.

Kini, para ilmuwan sepakat bahwa burung secara teknis adalah dinosaurus — satu-satunya garis keturunan yang berhasil bertahan dari kepunahan massal 66 juta tahun lalu. Tapi kalau begitu, mengapa burung seperti ayam tidak berdarah dingin seperti kebanyakan reptil masa kini?

Jawabannya cukup sederhana: sebagian besar dinosaurus kemungkinan besar berdarah panas juga.

Ayam atau burung merupakan keturunan dari kelompok dinosaurus berkaki dua yang sangat beragam, dikenal sebagai theropoda, yang mencakup predator besar pemakan daging seperti Tyrannosaurus rex, serta spesies yang lebih kecil seperti Mononykus yang hanya berukuran sekitar satu meter.

Seperti halnya mamalia, burung tergolong berdarah panas atau endotermik, yang berarti mereka dapat mengatur suhu tubuhnya sendiri secara internal.

Hewan endotermik memiliki metabolisme tinggi, memungkinkan mereka melakukan aktivitas fisik yang lebih berat—seperti terbang—namun juga membutuhkan lebih banyak energi (dan makanan) untuk mempertahankan suhu tubuh.

“Hewan berdarah panas biasanya lebih aktif,” ujar Holly Woodward, profesor anatomi dan paleontologi di Oklahoma State University.

“Mereka bisa tetap aktif hingga malam hari. Ini merupakan strategi evolusioner yang memungkinkan mereka mencari makan saat hewan lain tidak bisa, karena terlalu dingin dan lamban.”

Baca Juga: Lewat Telur Purba, Peneliti Ungkap Besarnya Peran Ayam dalam Peradaban

Burung bahkan memiliki metabolisme yang lebih tinggi dibandingkan mamalia dengan ukuran tubuh sebanding. Suhu tubuh mereka bisa mencapai 41 hingga 43 derajat Celsius.

Contohnya, burung kolibri yang mengepakkan sayap hingga 5.400 kali per menit perlu mengonsumsi setengah dari berat tubuhnya setiap hari, atau makan setiap 10 hingga 15 menit.

Sebaliknya, hewan berdarah dingin atau ektotermik — seperti sebagian besar reptil dan ikan — mengandalkan suhu lingkungan untuk mengatur suhu tubuhnya.

Karena mereka tidak perlu membakar energi untuk memanaskan tubuh, mereka bisa bertahan hidup tanpa makan dalam waktu yang sangat lama. Buaya, misalnya, dapat bertahan lebih dari setahun tanpa makanan.

Selama bertahun-tahun, para ilmuwan mengasumsikan bahwa karena reptil modern berdarah dingin, maka nenek moyang reptil kuno juga demikian. Tapi asumsi ini mulai dipertanyakan.

“Sering kali, jika kita hanya melihat hewan modern dan membuat asumsi tentang kondisi leluhur berdasarkan keadaan saat ini, hasilnya bisa menyesatkan,” jelas Jingmai O’Connor, kurator fosil reptil di Field Museum, Chicago.

Perubahan besar dalam pandangan ilmiah mulai terjadi pada akhir 1960-an, setelah ditemukannya fosil Deinonychus, dinosaurus mirip burung.

Sejak saat itu, peneliti mulai menemukan ciri-ciri fisik yang menunjukkan bahwa banyak dinosaurus—termasuk nenek moyang burung—sebenarnya berdarah panas.

Salah satu buktinya adalah keberadaan bulu, yang berfungsi menjaga panas tubuh— sesuatu yang tidak diperlukan oleh hewan berdarah dingin.

Di laboratoriumnya, Woodward meneliti bukti lainnya: struktur mikro jaringan tulang. Ia menemukan bahwa tulang hewan berdarah panas berbeda secara mencolok dari hewan berdarah dingin, karena pertumbuhan hewan berdarah dingin biasanya lebih lambat.

Kecepatan pertumbuhan ini tercermin dalam struktur mineral tulangnya, yang bisa diibaratkan sebagai "serat-serat kecil."

“Saya membayangkan mereka seperti permainan pick-up sticks. Jika pertumbuhannya lambat, serat-serat itu akan sejajar dan tampak datar,” kata Woodward. “Tapi jika pertumbuhannya cepat, susunan serat itu akan acak dan tidak teratur” — struktur seperti inilah yang umum ditemukan pada tulang hewan berdarah panas.

Observasi Woodward menunjukkan bahwa struktur tulang dinosaurus lebih mirip dengan burung dan mamalia dibandingkan dengan buaya.

Namun, kapan tepatnya kemampuan berdarah panas pertama kali muncul masih belum diketahui secara pasti.

Semua dinosaurus (termasuk burung) dan buaya berasal dari nenek moyang reptil yang sama, dan baik Woodward maupun O’Connor menyebutkan adanya bukti kuat bahwa nenek moyang tersebut sudah berdarah panas.

Artinya, endotermia mungkin telah muncul sebelum dinosaurus berevolusi. Jenis dinosaurus berdarah dingin justru bisa jadi muncul belakangan.

Bahkan, tidak menutup kemungkinan bahwa endotermia muncul jauh lebih awal. Jika mamalia dan sebagian besar dinosaurus sama-sama berdarah panas, mungkin nenek moyang bersama mereka — yang hidup sekitar 310 juta tahun lalu — juga sudah endotermik.

Namun O’Connor menekankan bahwa kemungkinan besar endotermia berkembang secara terpisah pada mamalia.

Penelitian di masa depan mungkin akan menggoyahkan banyak asumsi yang sudah lama dipegang. “Kita sering membuat banyak asumsi,” kata O’Connor, “dan kemudian data membuktikan bahwa kita salah.”

  

  

  

---Pengetahuan tak terbatas kini lebih dekat. Simak ragam ulasan jurnalistik seputar sejarah, sains, alam, dan lingkungan dari National Geographic Indonesia melalui pranala WhatsApp Channel https://shorturl.at/IbZ5i dan Google News   https://shorturl.at/xtDSd. Ketika arus informasi begitu cepat, jadilah bagian dari komunitas yang haus akan pengetahuan mendalam dan akurat.