Sejarah Dunia: Eridu, Kisah Kota Tertua di Bumi yang Dicintai Dewa

By Sysilia Tanhati, Jumat, 23 Mei 2025 | 10:00 WIB
Dalam sejarah dunia, Eridu dianggap sebagai kota pertama di dunia. Kota kuno ini dipercaya diciptakan oleh para dewa.
Dalam sejarah dunia, Eridu dianggap sebagai kota pertama di dunia. Kota kuno ini dipercaya diciptakan oleh para dewa. (The British Museum)

Nationalgeographic.co.id—Eridu (sekarang Abu Shahrein, Irak) dianggap sebagai kota pertama di dunia oleh bangsa Sumeria kuno. Eridu juga merupakan salah satu reruntuhan tertua dari Mesopotamia. Kota kuno ini dibangun pada sekitar tahun 5400 SM. Eridu dianggap dibangun oleh para dewa yang menciptakan ketertiban di bumi dengan Eridu sebagai titik awalnya.

Kota ini merupakan rumah bagi dewa agung Enki (juga dikenal sebagai Ea oleh bangsa Akkadia). Dewa Enki kemudian berkembang dari dewa air tawar setempat menjadi dewa kebijaksanaan dan sihir. Ia berdiri bersama dewa-dewa lain seperti Anu, Enlil, dan Inanna sebagai yang terpenting dalam Panteon Mesopotamia.

Sebagai kediaman Enki, kota ini dikaitkan dengan banyak mitos terpenting Mesopotamia. “Termasuk mitos tentang surga di bumi pada masa lampau,” tulis Joshua J. Mark di laman World History Encyclopedia.

The Sumerian King List menyebut Eridu sebagai “kota raja-raja pertama”. Dalam daftar tersebut tertulis, “Setelah kerajaan turun dari surga, kerajaan berada di Eridu”.

Eridu dipandang kembali oleh berbagai negara-kota Mesopotamia sebagai kota metropolitan 'zaman keemasan'. Kota itu ditinggalkan sekitar tahun 600 SM, mungkin karena penggunaan lahan yang berlebihan, dan runtuh.

Kota pertama dalam sejarah dunia

Kota Eridu menonjol dalam mitologi Sumeria sebagai kota pertama dan rumah para dewa. Selain itu, kota ini juga jadi tempat yang dikunjungi dewi Innana untuk menerima hadiah peradaban. Hadiah peradaban itu kemudian ia berikan kepada manusia dari kota asalnya Uruk. Uruk bersaing dengan Eridu untuk mendapatkan kehormatan sebagai kota tertua di Mesopotamia atau bahkan yang tertua di dunia.

Orang-orang kuno tentu saja percaya bahwa Eridu adalah kota pertama. The Sumerian King List memberikan masa pemerintahan yang sangat panjang (beberapa di antaranya antara 28.000-36.000 tahun) bagi raja-raja mereka. Para penulis Sumeria menyatakan bahwa kerajaan di negeri itu pertama kali datang dari surga untuk didirikan di Eridu.

Stephen Bertman, pengajar di University of Windsor, menulis:

“Tradisi menjadikannya kota paling awal yang memiliki raja sebelum zaman Banjir Besar yang mistis. Kisah arkeologi Eridu dapat ditelusuri kembali setidaknya hingga milenium keenam SM. Jika tradisi tentang kekunoannya benar, Eridu mungkin merupakan kota pertama di Bumi.”

Jika bukan yang pertama, kota itu termasuk yang tertua dalam sejarah dunia. Orang-orang Mesopotamia kuno sering membangun kota-kota mereka di atas reruntuhan permukiman yang lebih tua (seperti juga budaya lain). Penggalian di Eridu telah mengungkap serangkaian pembangunan yang dimulai sejak Periode Ubaid (sekitar 5000-4100 SM). Dan berlanjut hingga mencapai puncaknya selama Periode Ur III (2047-1750 SM) di bawah penguasa seperti Ur-Nammu (memerintah 2047-2030 SM) dan Shulgi dari Ur (memerintah 2029-1982 SM).

Baca Juga: Samarkand, Kota Kuno yang Jadi Penghubung antara Dunia Timur dan Barat

Ur-Nammu dan Shulgi dari Ur mendorong perdagangan dari kota tersebut, baik jarak jauh maupun lokal. “Kaca dari Eridu telah ditemukan di reruntuhan kota-kota Mesir,” Mark menambahkan.

Namun, pada saat yang sama, kota itu tidak pernah menjadi tempat politik yang kuat. Cendekiawan Gwendolyn Leick mencatat bagaimana Eridu tidak pernah menjadi tempat kedudukan dinasti. Kepentingannya lebih bersifat religius alih-alih politis, sebagai tempat tempat suci utama Enki.

Enki, dewa kebijaksanaan, ditampilkan secara menonjol dalam banyak teks Mesopotamia. Dan khususnya dalam kisah Banjir Besar sebagaimana diceritakan dalam Atrahasis dan Kejadian Eridu.

Enki dan Eridu

Eridu, sebagaimana dicatat, adalah rumah Enki dan pusat pemujaannya. Bertman mengomentari reruntuhan kuil Enki:

“Kuil dewa tersebut telah ditemukan dan menunjukkan bahwa kuil tersebut dibangun kembali selama ribuan tahun. Pada tahap awalnya (berasal dari sekitar 5500 SM), kuil tersebut berukuran sekitar 3,7 meter kali 1,5 meter, terbuat dari batu bata lumpur. Kuil memiliki podium atau altar sederhana untuk persembahan. Juga memiliki ceruk yang dimaksudkan untuk menampung patung dewa. Tulang ikan dan abu yang berserakan di lantai di sekitar altar. Dapat disimpulkan bahwa makanan favorit dewa adalah ikan air tawar. Kekunoan kuil ini menjadikannya kuil tertua dalam sejarah arsitektur dan agama Mesopotamia.”

Enki dikaitkan dengan air tawar, seperti halnya Eridu sendiri karena terletak di rawa-rawa selatan Sungai Efrat. Jadi tidak mengherankan bahwa Enki dan Eridu sama-sama muncul dalam kisah Banjir Besar paling awal.

Kitab Kejadian Eridu (disusun sekitar tahun 2300 SM) adalah deskripsi paling awal tentang Banjir Besar. Kisah ini juga merupakan kisah tentang orang baik Utnapishtim (juga dikenal sebagai Atrahasis atau Ziusudra) yang membangun perahu besar atas kehendak para dewa. Mereka mengumpulkan ‘benih kehidupan’ di dalamnya atas saran Enki.

Enki berperan penting dalam penciptaan manusia. Ketika Enlil, raja para Dewa, bosan dengan kebisingan manusia dan memutuskan untuk menghancurkan mereka, Enki-lah yang melestarikan kehidupan di Bumi. Caranya adalah dengan menyelamatkan Utnapishtim dan kehidupan di Bumi.

Kitab Kejadian Eridu mungkin merupakan catatan tertulis pertama dari tradisi lisan yang panjang pada masa sekitar 2800 SM. Saat itu, Efrat meluap tinggi di atas tepiannya dan membanjiri wilayah tersebut. Leonard Wooley melakukan penggalian di Ur pada tahun 1922. Penggalian itu mengungkap lapisan lumpur dan tanah liat setinggi 2,4 meter, yang sesuai dengan sedimen Efrat. Penemuan itu tampaknya mendukung klaim banjir dahsyat di wilayah tersebut sekitar tahun 2800 SM.

Namun, catatan penggalian oleh asisten Wooley, Max Mallowan, menunjukkan bahwa peristiwa tersebut merupakan peristiwa lokal, bukan global.

Eridu juga dikaitkan dengan kisah tentang Adapa (putra Enki), yang diinisiasi ke dalam makna hidup dan semua pemahaman oleh dewa kebijaksanaan. Namun akhirnya ditipu olehnya dan ditolak satu hal yang paling diinginkannya: pengetahuan tentang kehidupan tanpa kematian, untuk hidup selamanya.

Keinginan untuk keabadian ditampilkan secara menonjol dalam literatur Mesopotamia, dan tulisan-tulisan Sumeria secara khusus. Juga dilambangkan dalam kisah Gilgamesh dari Uruk.

Hubungan Uruk dengan Eridu penting karena pentingnya Eridu pada awalnya kemudian dikalahkan oleh kebangkitan Uruk. Pengalihan kekuasaan dan prestise ini dianggap sebagai awal mula urbanisasi di Mesopotamia. Juga awal dari pergeseran signifikan dari model kehidupan agraris pedesaan ke model yang berpusat pada perkotaan. Kisah dewi Uruk mengambil meh (hadiah peradaban) suci dari Enki, dewa Eridu, melambangkan pergeseran paradigma budaya Sumeria. Pusat perdagangan Uruk yang makmur menggantikan Eridu yang pedesaan.

Eridu ditinggalkan oleh penghuninya

Meskipun demikian, Eridu merupakan pusat penting untuk perdagangan dan agama. Di masa keemasannya, Eridu merupakan wadah peleburan budaya dan keragaman yang hebat. Hal ini dibuktikan oleh berbagai bentuk kesenian yang ditemukan di antara reruntuhan.

Di bawah pemerintahan Ur-Nammu dan Shulgi, kota ini makmur. Bertman menulis, “Warga Eridu kuno bangga dengan bangunan lain. Seperti ziggurat perkasa yang didedikasikan sekitar tahun 2100 SM oleh Ur-Nammu, raja Ur, dan putranya. Platformnya yang terkikis hanya berdiri sekitar 9 meter saat ini. Dasarnya terbuat dari batu bata yang dipanggang dalam oven berukuran lebih dari 45 x 60 meter.

Ziggurat besar Amar-Suen (memerintah 1982-1973 SM), putra Shulgi dari Ur, di pusat kota telah dikaitkan dengan Menara Babel.

Lebih jauh, sejarawan Babilonia Berossus (memerintah sekitar 200 SM), tampaknya dengan jelas merujuk kepada Eridu ketika ia menulis tentang 'Babel' sebagai `Babilonia'. 'Babel'-nya berada di rawa-rawa selatan Efrat dan dilindungi oleh dewa kebijaksanaan dan air tawar. Hubungan ini sangat menunjukkan bahwa Eridu adalah Babel asli dalam Alkitab. Pasalnya, kisah Ziggurat Amar-Suen yang agung kemungkinan besar diwariskan secara lisan sebelum Berossus menuliskan bangunan legendaris itu.

Eridu ditinggalkan secara berkala selama bertahun-tahun karena alasan yang masih belum jelas. Dan akhirnya, kota pertama dalam sejarah dunia itu ditinggalkan sepenuhnya sekitar tahun 600 SM. Penyebabnya kemungkinan besar adalah penggunaan lahan yang berlebihan.

Sarjana Lewis Mumford menunjukkan bahwa sebuah kota akan menurun ketika tidak lagi dalam hubungan simbiosis dengan tanah di sekitarnya. Tidak diragukan lagi inilah yang meruntuhkan banyak kota-kota besar Mesopotamia yang tidak hancur dalam penaklukan.

Sebagai pusat keagamaan dan perdagangan yang populer, Eridu tidak diragukan lagi menarik banyak orang sebagai peziarah dan pedagang. Pengurasan sumber daya di sekitarnya bisa jadi cukup signifikan. Dan akhirnya, pengurasan sumber daya itu terlalu berat bagi penduduk untuk menanggungnya. Ada kemungkinan bahwa Eridu ditinggalkan secara berkala untuk memungkinkan tanahnya pulih.

Apa pun alasan ditinggalkannya, reruntuhan Eridu saat ini sebagian besar adalah bukit pasir yang tersapu angin. Sangat sedikit yang tersisa sekarang untuk mengingatkan kita pada kota yang dulunya perkasa. Kota kuno yang dianggap didirikan dan dicintai oleh para dewa.

  

---Pengetahuan tak terbatas kini lebih dekat. Simak ragam ulasan jurnalistik seputar sejarah, budaya, sains, alam, dan lingkungan dari National Geographic Indonesia melalui pranala WhatsApp Channel https://shorturl.at/IbZ5i dan Google News   https://shorturl.at/xtDSd. Ketika arus informasi begitu cepat, jadilah bagian dari komunitas yang haus akan pengetahuan mendalam dan akurat.