Raja Tutankhamun: Bagaimana Sebuah Makam Mampu Menyihir Dunia?

By Sysilia Tanhati, Rabu, 25 Juni 2025 | 12:00 WIB
Penemuan makam Tutankhamun menggemparkan dunia. Bagaimana penemuan sebuah makam mampu menyihir dunia saat itu?
Penemuan makam Tutankhamun menggemparkan dunia. Bagaimana penemuan sebuah makam mampu menyihir dunia saat itu? (Harry Burton)

Nationalgeographic.co.id—Saat harta karun firaun dibawa ke London, Patricia Clavin melihat bagaimana penemuan makamnya beresonansi dengan pertumpahan darah – dan konsumerisme – di awal abad ke-20.

Saat makam Raja Tutankhamun dibuka pada bulan November 1922, dunia terpikat olehnya. Bagi arkeolog, penjelasan tentang pemujaan terhadap Firaun Tutankhamun terletak pada kekayaan luar biasa dari penemuan tersebut. Terutama karena banyak makam yang dirampok dari barang-barang makamnya. Serta dalam hal mistis seputar kematian dini raja muda dan Lord Carnarvon, yang mendanai penggalian tersebut.

Koleksi harta karun Tutankhamun terbesar yang dibawa ke luar Mesir dipamerkan di Saatchi Gallery di London. Setelahnya, penemuan makam Tutankhamun jelas masih memiliki daya tarik global di abad ke-21.

Pada tahun 1922, Howard Carter, ahli arkeologi Inggris yang menemukan makam tersebut, terjebak di tengah badai politik. Mesir baru saja mengalami transformasi politik. Pemerintah baru pun melakukan kontrol ketat terhadap artefak dari makam Tutankhamun.

Lord Carnavon pun mengumpulkan uang guna membiayai proses penggalian, pelestarian, dan membuat daftar kekayaan makam yang rumit. Ia menandatangani kesepakatan eksklusif dengan surat kabar The Times. Kesepakatan tersebut memberi The Times hak tunggal untuk memasok berita dan foto kepada pers dunia. Pada saat itu, pengaturan semacam ini sangat tidak biasa.

Cat Warsi, asisten arsiparis di Griffith Institute di Oxford, berpendapat bahwa dukungan finansial dan minat media yang berkelanjutan sangat penting. Pasalnya, penggalian tersebut adalah penggalian yang mahal yang pada akhirnya memakan waktu hampir 10 tahun.

Lampu, kamera, aksi

Harry Burton merupakan fotografer seni kelahiran Inggris di Metropolitan Museum of Art di New York. Burton didatangkan untuk memotret penggalian tersebut. Pendekatannya sangat teliti dan dramatis. Ia memotret objek dari berbagai sudut dengan pencahayaan dan penataan khusus yang dikembangkan dalam industri film di Hollywood saat itu.

Penggalian tersebut mengungkapkan bahwa dunia terpesona oleh harta karun tersebut. Paul Collins, kurator Ashmolean Museum di Oxford, mengatakan bahwa ‘Egyptomania’ ini dipicu oleh badai teknologi yang sempurna. Di masa itu, radio, telegram, surat kabar yang beredar luas, dan film bergerak bersatu sehingga setiap orang dapat menikmati kisah Tutankhamun.

Foto-foto Burton mengungkapkan lebih dari 5.000 objek yang dijejalkan ke dalam makam kecil tersebut. Di antara patung-patung dan perhiasan emas yang indah, kotak-kotak dan perahu-perahu yang dihias. Bahkan ada kereta-kereta perang yang dibongkar. Ada juga tanda-tanda kehidupan sehari-hari, seperti roti tawar, potongan daging, dan keranjang berisi buncis, kacang lentil, dan kurma. Bahkan ada untaian bunga.

Penemuan-penemuan tersebut menginspirasi desain mode tahun 1920-an. Motif-motif Mesir yang umum berupa ular, burung, dan bunga teratai muncul pada desain pakaian eksklusif, Bahkan ada barang-barang konsumsi yang diproduksi secara massal dan tersedia untuk semua orang.

Baca Juga: Mengapa Kisah Kutukan Firaun Tutankhamun Masih Saja Menarik Perhatian?

Gambar-gambar barang mewah karya Burton berbicara tentang konsumerisme baru tahun 1920-an. Ekonom AS Thorstein Veblen menciptakan frasa ‘konsumsi yang mencolok’. Frasa itu merangkum ekonomi konsumen ‘Roaring Twenties’ dan apa yang Veblen sebut sebagai ‘kekuatan pamer’ dari belanja. Konsumsi yang mencolok menunjukkan kepada dunia bahwa Anda mampu membeli lebih dari sekadar kebutuhan hidup.

Fantasi Raja Tutankhamun

Raja Tutankhamun memenuhi fantasi orang-orang, dan permintaan akan produk-produk yang merujuk pada dunianya. Ayah Tutankhamun, Akhenaten, telah memperkenalkan gaya baru, yaitu seni Amarna. Seni Amarna menggambarkan bangsawan dalam suasana yang lebih lembut dan lebih alami. Seni tersebut menawarkan representasi kehidupan keluarga yang intim. Dan wanita jauh lebih menonjol.

Tokoh-tokoh seperti dewi Isis menjadi salah satu dari empat patung yang menjaga setiap sudut kuil kanopi Raja Tutankhamun. Isis pun menjadi inspirasi bagi “gadis-gadis modern”, jenis wanita baru yang muncul setelah Perang Dunia Pertama.

“Gadis modern” adalah fenomena global. Neue Frauen di Jerman; modan gāru atau moga di Jepang; modeng xiaojie di Tiongkok; garçonnes di Prancis. Mereka berbagi gaya umum yang melambangkan pembebasan.

Gadis modern memiliki potongan rambut bob ala Cleopatra dan gaun shift. Mereka menyeruput koktail dan menari mengikuti irama band jazz. Gadis modern itu mengisyaratkan perlawanan. Mereka bisa menarik perhatian pria atau hidup tanpanya.

Gadis modern juga ikon komoditas untuk penjualan lipstik, bedak wajah, parfum, dan krim wajah. Banyak di antaranya, seperti produk Nile Queen dari Chicago, dipasarkan dengan tema Mesir.

Jazz Cleopatra

Gadis modern dilambangkan oleh penari Afrika-Amerika Josephine Baker. Ia menjuluki dirinya sebagai “Jazz Cleopatra”. Baker menjadi pengguna utama produk kecantikan untuk wanita kulit hitam yang diproduksi oleh Madam CJ Walker. Madam CJ Walker adalah salah satu pebisnis kulit hitam AS yang paling berpengaruh dan terkenal.

Baker menggunakan budaya kecantikan baru ini untuk memberdayakan dirinya. Ia menentang rasisme dengan menjadi modern dan modis. Baker menjadi terkenal karena rutinitas jazz-nya di Folies Bergère di Paris, yang memopulerkan Charleston, tren tari dari Amerika Serikat. Karena para penari tidak lagi harus berpasangan “dalam posisi berpegangan” (menari sambil berpelukan dengan pria yang memimpin), hal itu tampak revolusioner.

Menurut ahli musik yang berbasis di Paris Martin Guerpin, “Begitu Anda menari sendiri, Anda dapat melakukan apa pun yang Anda inginkan.”

Baca Juga: Apakah Topeng Kematian Tutankhamun Awalnya Dibuat untuk Nefertiti?

Raja Tut juga menginspirasi musik jazz, termasuk lagu Old King Tut tahun 1923, yang menyatakan bahwa ia adalah “orang tua yang bijak”. Pengakuan bahwa ia adalah seorang raja muda muncul beberapa tahun setelah makam itu ditemukan.

Penggalian Carter baru mencapai jasad Tutankhamun pada tahun 1925. Saat itu Carter membuka peti mati pertama dari serangkaian peti mati yang memperlihatkan topeng pemakaman emas sang raja. Dan beberapa waktu setelah dibuka, tubuhnya yang rapuh dan hancur.

Otopsi yang cermat mengungkapkan bahwa Raja Tutankhamun bukanlah seorang raja tua yang rentan. Ia adalah seorang pemuda, berusia antara 17 dan 19 tahun. Penemuan bahwa raja muda itu telah menderita banyak luka. Luka-luka Tutankhamun pun memicu serangkaian spekulasi dan cerita kutukan yang mengaitkannya dengan kematian Lord Carnarvon. Kematian Lord Carnarvon hanya beberapa minggu setelah makam itu dibuka.

Kultus Raja Tutankhamun juga memiliki sisi gelap yang mencerminkan ketakutan pribadi dan penderitaan tersembunyi orang-orang. Jasadnya digali pada saat masyarakat masih dalam tahap pemulihan dari dampak Perang Dunia Pertama. Sebagian besar korban perang juga dimakamkan jauh dari rumah, jasad mereka tidak pernah kembali.

Penemuan bahwa Tutankhamun adalah raja muda yang jasadnya memiliki banyak luka menarik perhatian orang-orang. Terutama mereka yang berduka atas kematian akibat perang atau merawat orang-orang terkasih yang terluka.

Mumi yang dapat bangkit dari kematian kini diabadikan oleh industri film baru. Menurut Roger Luckhurst di Birkbeck College, “Jurnalis pertama yang melihat wajah firaun Tutankhamun adalah John Balderston. Ia kemudian menulis naskah untuk film horor Universal The Mummy. Film itu dirilis pada tahun 1932.”

Luckhurst yakin foto-foto Burton tentang harta karun Tutankhamun membantu menjadikan Carter dan Carnarvon sebagai tokoh heroik yang berani. Keduanya menjadi contoh bagi para pahlawan seperti dalam Raiders of the Lost Ark dan Lara Croft: Tomb Raider.

Kegilaan pada tahun 1920-an terhadap Raja Tutankhamun merupakan proyek imajinasi global. Hal itu menghubungkan orang-orang dengan tempat kuno dan satu sama lain. Termasuk orang-orang terkasih yang kehilangan orang yang diratapi.

“Demam” Tutankhamun memungkinkan orang membayangkan diri mereka sendiri di dunia yang berbeda dan mungkin lebih baik. Dan kebutuhan untuk memimpikan dunia baru, dengan memulihkan dunia yang hilang dalam sejarah, sama pentingnya seperti sebelumnya.

--

Pengetahuan tak terbatas kini lebih dekat! Dapatkan berita dan artikel pilihan tentang sejarah, sains, alam, dan lingkungan dari National Geographic Indonesia melalui WhatsApp Channel di https://shorturl.at/IbZ5i dan Google News di https://shorturl.at/xtDSd. Jadilah bagian dari komunitas yang selalu haus akan ilmu dan informasi!