Pada 1954 di kota Bomme, Swiss, Jules Rimet untuk terakhir kali menerimakan Coupe de Monde-nya kepada kapten kesebelasan juara dunia, yaitu Ftis Walter dari Jerman Barat. Setelah itu ia mengundurkan diri dari FIFA, terutama karena percekcokan di tubuh gederasi nasionalnya, FFF.
Pada tahun 1958 Jules Rimet meninggal dunia dalam usia 84 tahun. Dengan ini habislah juga riwayat pionir sepakbola yang tergigih di dunia pada waktu itu.
Baca juga: Peneliti India Temukan Planet yang Satu Tahunnya Berjumlah 19,5 Hari
Sehubungan dengan Coupe de Monde, Henri Delaunay tidaklah demikian terkenal seperti halnya dengna Jules Rimet. Seumur hidupnya hampir ia mencurahkan tenaganya untuk federasi nasionalnya, FFF, selaku sekretaris.
Akan tetapi, Delaunay adalha seorang yang berpandangan luas dan memiliki energi yang tak mempunyai batas. Bersamaan dengan Jules Rimet (sekalipun tidak selalu bersatu padu dalam pandangan dan pendirian). Delaunay merupakan seorang tokoh yang sangat berjasa dalam dunia persepakbolaan, di Prancis sendiri di Eropa, dan terutama di dunia untuk Coupe de Monde.
Henri Delaunay meninggal dunia tidak lama sebelum Jules Rimet. Ia pun oleh dunia dianggap sebagia pionir gigih dalam persepakbolaan internasional.
Hasil pertandingan sepakbola Ompik pada tahun 1924 di Paris telah mempercepat terlaksananya cita-cita kejuaraan dunia di bawah naungan panji-panji FIFA. Dari benua Amerika, khususnya Amerika Latin, yang selama itu dipandang masih terbelakang dalam olahraga sepakbola oleh Eropa, telah muncul antara lain kesebelasan Uruguay.
Tim ini, jangan sebelah tahun sebelumnya dijadikan kucing-kucing oleh kesebelasan kelas satu dari Inggris, kesegarannya dan kemahirannya dalam permainan telah mengagumkan para penggemar sepakbola.
Uruguay menonjol sekalipun di Paris itu kejuaraan Ompik digondol oleh Inggris tersebut. Empat tahun kemudian di Amsterdam kembali Uruguay menjadi tornoi sepakbola Olimpik.
Rentetan kejuaraan
Akhirnya tahun 1930 ditetapkan sebagai titik permulaan daripada rentetan kejuaraan dunia yang diselenggarakan oleh FIFA, dalam mana semua pemain sepakbola dapat turut serta, baik yang amatir maupun yang bayaran.
Empat negara Eropa telah menyatakan bersedia menjadi tuan rumah, ditambah satu negara, Amerika Latin, yaitu Uruguay, juara dua Olimpiade.
Karena suksesnya yang gemilang dalam dua tornoi Olimpik, dan karena kebetulan sedang merayakan pesta seabad kemerdekaan, maka Uruguay dijadikan gelanggang yang pertama untuk turnamen perebutan piala dunia sepakbola.
Tetapi, tornoi pertama ini hanya merupakan bayangan belaka dari kejuaraan dunia yang dicita-citakan. Hanya 13 negara mengirim pemain-pemainnya ke Montevideo. Eropa hanya diwakili 4 negara: Yugoslavia, Belgia, Rumania, dan Prancis.
Yang berhasil menjadi juara ialah kesebelasan tuan rumah, Uruguay, yang dalam babak final mengalahkan Argentina dengan kesudahan 4 – 2. Dengan ini Uruguay adalah pemenang pertama dari kejuaraan dunia yang diselenggarakan FIFA.
Kejuaraan yang kedua pada tahun 1934 berlangsung di Italia di mana 16 kesebelasan terkuat dari 29 negara peserta berlomba. Kembali kesebelasan tuan rumah yang menangkan piala dunia, yaitu Italia. Runner-upnya Cekoslovakia.
Empat tahun kemudian di Paris, Italia berhasil mempertahankan gelarnya. Dalam babak final mereka mengalahkan Hongaria dengan 4 – 2. Dalam kejuaraan dunia inilah beberapa pemain Indonesia turut bertanding dalam kesebelasan nasional Belanda.
Antara lain ikut main Bing Ma Hing, sebagai penjaga gawang, Nawir dan Anwar sebagai gelandang. Hong Jin, Sudarmaji, Pattwael, dan Taihutu, sebagai pemain-pemain depan. Mereka kandas dalam babak pertama di Reins ketika dikalahkan oleh Hongaria dengan 0 – 6.
Baca juga: Sebelum Era Trump dan Jong Un, AS-Korut Pernah Bernegosiasi Soal Nuklir Pada 1994
Perang dunia menyebabkan terhentinya pertandingan-pertandingan kejuaraan dunia. Baru pada tahun 1950 penyelenggaraan dapat dimulai lagi. Dan Brasil dijadikan gelanggang terakhir untuk ke-16 kesebelasan yang terkuat.
Pertandingan berlangsung di Maracana Stadion di Rio de Janeiro, stadion raksasa dengan tribun bertingkat tiga, yang dapat memuat 200 ribu penonton. Di luar segala dugaan pada waktu tuan rumah, Brasil, dikalahkan oleh Uruguay dalam babak final dengan skor 1 – 2.