Nationalgeographic.co.id - Dunia sedang mengalami darurat sampah, terlebih lagi sampah plastik. Produk teknologi yang pada awalnya memudahkan hidup manusia, kini menyerang balik. Seakan terlena dengan kemudahan yang diberikan, manusia menjadi lalai menangani dampak yang muncul. Plastik berakhir di lautan, makhluk hidup lain pun juga terkena dampaknya.
Baca juga: Gelombang Panas di Eropa: Aspal Meleleh dan Sepatu Khusus Anjing
Setelah petaka ini meluas, manusia kemudian berlari-lari mencari solusi. Sebagian lainnya berusaha untuk memotong mata rantai ketergantungan plastik.
Gatot Indrajati, seorang seniman asal Yogyakarta memiliki misi yang sama dengan pendekatan yang berbeda. Pria kurus ini ingin agar anak-anak memanfaatkan barang bekas menjadi mainan mereka. Dengan kata lain, Gatot ingin mereka memanfaatkan barang yang sudah tidak terpakai, dan tidak menjadi sampah.
Seniman yang pernah memenangkan UOB Painting of The Year 2011 dan 2016 ini bekerja sama dengan United Overseas Bank (UOB)—selaku mitra pendidikan utama Museum MACAN—membuat sebuah ruang seni anak yang berlokasi di Museum MACAN, Jakarta Barat.
Baca juga: Peneliti Menjawab Mengapa Menguap Dapat Menular Kepada Orang Lain?
Dengan mengusung mesin dan lingkungan industrial sebagai pendekatan visual ruang seni anak ini, Gatot mengkritik transformasi perilaku yang terjadi di masyarakat. Perilaku konstruktif menjadi perilaku konsumtif.
Ruang seni anak dengan instalasi seni "Kotak Utak-Atik" ini tidak hanya membawa misi pengembangan imajinasi anak dalam seni, namun juga membawa misi lingkungan dengan penggunaan kembali barang yang sudah tidak terpakai. Dalam ruang seni anak ini, papan kardus dipilih untuk mewakili barang yang sudah tidak terpakai.
Baca juga: McRefugee, 'Pengungsi' di McDonald's Hongkong Mengalami Peningkatan
Sebuah misi penting yang dapat digunakan sebagai pemotong mata rantai peningkatan produksi sampah di dunia.
Anak-anak—atau bahkan pengunjung lainnya—disediakan papan kardus yang sudah dibentuk untuk kemudian digambar, diwarnai ataupun diubah bentuk menjadi sebuah mainan dan karya seni. Papan kardus yang biasanya teronggok di tempat sampah menjadi sebuah bentuk baru dengan nilai tambah.
Karya pengunjung ini kemudian dapat digabungkan bersama dengan karya yang sudah dimulai oleh Gatot satu bulan lalu ini. "Tujuannya sederhana, ingin mengajak mereka (pengunjung) mengurangi perilaku menyampah sejak dini," ungkap Aprina Murwanti, Kepala Tim Edukasi dan Program Publik Museum MACAN.
Baca juga: 5 Cara Mudah yang Dapat Kita Lakukan untuk Menghemat Air di Rumah
Senada dengan Aprina, Direktur Museum MACAN, Aaron Seeto, mengatakan bahwa ia dan Museum MACAN ingin mengajarkan dan menularkan semangat penggunaan kembali barang-barang yang sudah tidak terpakai yang kita temui sehari-hari.
Baca juga: Ketika Aroma yang Kita Cium Membawa Kembali Kenangan Masa Lalu
Walaupun ruang seni anak ini "hanya" dibuka di Museum MACAN, namun semangat memanfaat barang tidak terpakai ini tetap ditularkan secara luas melalui beberapa program seperti Educators Forum dan pengiriman alat peraga berupa 5 papan kardus dengan pola berbeda kepada sekolah-sekolah.
Baca juga: Dampak Mengerikan dari Konflik Gajah-Manusia yang Terjadi di India