Warganya Tolak Punya Anak, Tingkat Populasi di 6 Negara Ini Tak Stabil

By Gita Laras Widyaningrum, Jumat, 10 Agustus 2018 | 15:48 WIB
Lautan manusia. (LanceB/Getty Images/iStockphoto)

Nationalgeographic.co.id - Tingkat kelahiran di beberapa negara sedang mengalami penurunan. Banyaknya populasi yang semakin menua menyebabkan anggaran untuk perawatan kesehatan dan pensiun sangat tinggi. Namun, jumlah populasi usia kerja yang membayar pajak terus menurun.

Sebagai hasilnya, negara-negara tersebut berisiko mengalami “bom waktu demografis”. Ditandai dengan semakin sedikit penduduk usia kerja.

Para ahli demografi mengatakan, setiap negara memerlukan tingkat kelahiran 2,2 anak per wanita untuk mempertahankan populasi yang stabil. Namun, di beberapa negara, seperti Korea Selatan dan Amerika Serikat, tingkat kelahirannya bahkan di bawah 2.

Baca juga: McRefugee, 'Pengungsi' di McDonald's Hongkong Mengalami Peningkatan

Berikut negara-negara yang jumlah penduduknya tidak stabil akibat angka kelahiran yang rendah:

Amerika Serikat

Di Amerika Serikat, tingkat kesuburanya telah mencapai rekor terendah, yaitu 1,76. Sementara rata-rata angka harapan hidupnya relatif stabil: yakni 78,7 tahun.

Para ahli mengatakan, melemahnya ekonomi dan mahalnya biaya kuliah anak berkontribusi pada tren penurunan tingkat kelahiran tersebut.

Berdasarkan survei yang dilakukan The New York Times, orang-orang dewasa di AS berakhir tidak punya anak atau hanya memiliki sedikit, karena tingginya biaya perawatan anak.

Menurut Child Care Aware of America, rata-rata yang harus dikeluarkan orangtua adalah 10 ribu dollar AS (sekitar Rp144 juta) per tahunnya.

Tingkat kelahiran AS selalu rendah sejak 1970an. Tidak cukup banyak anak yang lahir untuk menjaga populasi tetap stabil.

Tahun lalu, Biro Sensus AS melaporkan bahwa wanita yang memiliki anak di usia 25-35 tahun, kesulitan mendapat gaji yang sesuai, dibanding mereka yang melahirkan di atas usia tersebut. Oleh sebab itu, wanita-wanita Amerika saat ini, baru memiliki anak di umur yang lebih tua.

Spanyol

Spanyol memiliki jumlah kematian yang lebih banyak dibanding kelahiran. Beberapa kota bahkan sudah tidak memiliki anak muda.

Wanita Spanyol cenderung melahirkan di umur tua. Rata-rata, angka kelahirannya 1,5 anak.

Pada 2017, populasi di Spanyol memang meningkat. Namun, ini karena kedatangan imigran dari negara-negara konflik, bukan karena kelahiran bayi baru.

Tahun lalu, pemerintah Spanyol telah memperkerjakan komisaris khusus untuk membalik keadaaan dan meningkatkan angka kelahiran.

Korea Selatan

Tidak stabilnya kondisi finansial menjadi alasan utama warga Korea Selatan menolak punya anak.

Tingkat kelahirannya rata-rata hanya 1,2 anak per wanita – terlalu rendah untuk menstabilkan populasi.

Pemerintah telah menawarkan insentif uang tunai kepada penduduk yang memiliki lebih dari satu anak dalam upayanya meningkatkan angka kelahiran. Namun, cara ini belum berhasil.

Para ahli demografi mengatakan, tingkat kesuburan yang rendah di Korea Selatan juga berkaitan dengan wanita yang memilih punya anak di usia yang semakin tua. Pada 2017, umur rata-rata wanita Korea saat melahirkan anak pertama adalah di atas 31 tahun.  

Jepang

Para peneliti sangat khawatir dengan bom waktu demografis di Jepang karena jumlah kelahirannya paling rendah sepanjang sejarah. Rata-rata hanya mencapai 1,4.

Beberapa wilayah di Jepang telah menunjukkan tanda-tanda bow waktu demografis: yakni, populasi muda berkurang, sementara orang-orang lanjut usia semakin banyak.

Sama seperti Korea Selatan, pemerintah Jepang juga telah menawarkan insentif uang tunai agar penduduknya tertarik memiliki anak.

Singapura

Singapura memiliki tingkat kesuburan paling rendah di seluruh dunia, yakni hanya 0,83.

Laporan dari United Overseas Bank cabang Singapura menyatakan bahwa negara ini mengikuti langkah yang sama seperti Jepang. Pada 2017, persentase penduduk berusia di atas 65 tahun setara dengan jumlah anak-anak di bawah 15 tahun.

Meskipun tenaga kerja di Singapura bertambah tua dan proporsi kaum mudanya menurun, namun para ahli mengatakan, efek bom waktu demografis masih bisa dibalik. Yakni, dengan merekrut lebih banyak pekerja imigran – sesuatu yang belum menjadi fokus Jepang.

Tiongkok

Dua tahun lalu, Tiongkok mulai mengizinkan setiap keluarga untuk memiliki dua anak (sebelumnya hanya satu). Namun, kebijakan ini belum mampu menyeimbangkan angka kelahiran.

Oleh sebab itu, pemerintah mulai mengambil langkah-langkah lain untuk mendorong kelahiran. Beberapa provinsi memberikan bonus uang tunai kepada orangtua yang memiliki dua anak.

Baca juga: 7,5 Miliar dan Terus Bertambah, Berapa Kapasitas Maksmimum Bumi?

Pemerintah provinsi Shanxi utara, mengumumkan bahwa mereka akan memberikan subsidi pernikahan dan membantu membiayai pesta, foto pra-wedding, dan perjalanan bulan madu.

Sementara itu, provinsi lainnya bahkan menghapus batas jumlah anak.

National Health Commision, juga diketahui telah meminta para peneliti untuk mempelajari apakah keringanan pajak dapat membantu memicu ‘ledakan bayi’ di negara tersebut.