Monyet Ekor Panjang Keluar dari Hutan dan Bukit Pascagempa Lombok

By Gregorius Bhisma Adinaya, Senin, 27 Agustus 2018 | 11:20 WIB
Ilustrasi monyet ekor panjang. (LoweStock/Getty Images/iStockphoto)

Nationalgeographic.co.id - Beberapa gempa besar yang terjadi di Lombok beberapa waktu belakangan ini menjadi sorotan banyak orang dan media dalam negeri maupun luar negeri. Hal apapun terkait gempa Lombok otomatis menjadi topik pembicaraan hangat.

Salah satu hal yang tengah ramai diperbincangkan adalah keluarnya puluhan monyet yang berasal dari hutan dan perbukitan pascagempa Lombok. Monyet-monyet ini berkeliaran di jalan utama timur Pulau Lombok dan perkebunan milik warga setempat.

Baca juga: Kematian 323 Rusa Akibat Tersambar Petir Ubah Bentang Alam Norwegia

Walaupun tidak mengganggu masyarakat setempat, namun peristiwa ini membuat mereka terkejut. Bukan tanpa alasan, kepercayaan adanya hubungan antara keluarnya hewan-hewan di perbukitan dan hutan terkait dengan bencana alam memang sangat kental di Indonesia.

Cerita tentang hewan yang berubah perilaku ketika bencana akan datang cukup umum di Indonesia. Mulai dari hewan yang turun gunung, cacing yang keluar dari tanah, atau hewan ternak yang gelisah sering diartikan sebagai salah satu tanda gempa bumi.

Namun, benarkah perilaku hewan-hewan ini bisa dijadikan patokan sebagai tanda akan terjadinya bencana alam seperti gempa bumi?

Sebuah penelitian terkait fenomena ini pun dilakukan oleh para peneliti yang berasal dari GFZ German Research Centre for Geosciences. Peneliti mencoba memahami pengamatan antara hewan peliharan dan ternak dengan skala dan lokasi gempa.

"Banyak makalah kajian tentang potensi hewan sebagai prekusor (pertanda) gempa, tetapi sejauh pengetahuan kami, ini adalah pertama kalinya pendekatan statistik digunakan untuk mengevaluasi data," ungkap Heiko Woith, penulis utama penelitian, dikutip dari Science Alert, Senin (27/8/2018).

Baca juga: Hentikan Kebiasaan Membakar Sampah Plastik! Ketahui Dampaknya

Woith dan tim kemudian mengumpulkan 180 penelitian terkait 729 laporan perilaku aneh hewan terkait dengan 160 gempa bumi. Secara keseluruhan mereka meneliti data yang berasal dari 130 spesies hewan, mulai dari anjing, sapi, hingga ulat sutera.

Penelitian yang dipublikasikan dalam Bulletin of the Seismological Society of America ini menyarankan bahwa perilaku aneh hewan mungkin dipengaruhi oleh getaran awal. Dengan kata lain, hewan mungkin lebih sensitif pada getaran awal. "Hewan-hewan itu mungkin merasakan gelombang seismik - gelombang P (primer) atau S (permukaan) yang dihasilkan oleh foreshick," ujar Woith.

Kemungkinan lain juga menjadi catatan oleh para peneliti. Bisa jadi hewan-hewan ini bereaksi terhadap efek sekunder yang dipicu oleh foreshock, seperti perubahan air tanah atau pelepasan gas dari tanah.