Kisah Putri Diana dan Paparazi yang Tak Pernah Berhenti Mengejarnya

By Gita Laras Widyaningrum, Selasa, 28 Agustus 2018 | 15:25 WIB
Putri diana dikelilingi oleh para Paparazi. (AFP/Vincent Almavy)

Nationalgeographic.co.id - Pada 6 September 1997, Charles Spencer, adik laki-laki Putri Diana, menyampaikan pidato panjang di acara pemakaman kakaknya.

Kalimat-kalimatnya menyentuh banyak orang, terutama ketika Spencer mengatakan bahwa Diana tidak memerlukan gelar kerjaaan untuk melegitimasi ‘keajaiban’ yang dimilikinya.

Namun, selain itu, Spencer juga menyampaikan kalimat pedas terhadap media – khususnya tabloid – tentang perlakuan mereka kepada Diana hingga kematiannya.

Baca juga: Kekalahan Napoleon di Perang Terakhirnya Disebabkan Erupsi Tambora?

Kepada adiknya, Diana berkali-kali mengatakan ingin pergi dari Inggris setelah bercerai dari Charles karena tak tahan dengan perlakuan beberapa media.

“Dia tidak mengerti mengapa niat tulusnya dicemooh oleh media, mengapa ada yang ingin menjatuhkannya. Ini membingungkan,” tutur Spencer.

Ia menekankan nada puitis ketika menambahkan: “Dari semua ironi tentang Diana, mungkin ini yang paling penting: seorang perempuan yang namanya diambil dari dewi pemburu, pada akhirnya, justru menjadi manusia yang paling diburu di zaman modern.”

Selalu diikuti

Melihat ke belakang, hampir 21 tahun yang lalu, tidak ada yang menyangka bahwa Diana bisa meninggal secepat itu.

Beberapa bulan sebelum kematiannya, wajah perempuan yang mendapat julukan ‘People’s Princess’ tersebut, masih menghiasi halaman depan koran dan tabloid. Suatu hal yang jarang kita lihat pada anggota kerajaan saat ini.

Pada masa itu, media sangat terobsesi dengan Diana. Setiap langkahnya diikuti dan didokumentasikan oleh para fotografer. Selalu ada kisah tentang Diana di tabloid-tabloid Inggris.

Dilansir dari Time, setelah menarik perhatian 750 juta orang di hari pernikahannya dengan Pangeran Charles, paparazzi mulai memperhatikan setiap gerakan Diana. Princess of Wales menjadi ‘orang yang paling sering difoto’ di dunia. Paparazi bahkan rela membayar 656 ribu dollar AS untuk foto buram Diana.

“Dia adalah orang paling fotogenik yang pernah saya ketahui. Para editor tidak bisa berpaling darinya,” kata Ian Down, managing editor di agensi foto SilverHub dan mantan editor foto Daily Mirror.

Tidak hanya Diana, kedua putranya, Pangeran William dan Harry pun juga mendapat sorotan yang sama. Jauh sebelum kematiannya, beberapa cara telah dilakukan Diana untuk melindungi buah hatinya dari sorotan pers yang intens.

Saat masih kecil, mantan suaminya, Pangeran Charles, juga selalu diikuti oleh media. Diana tidak ingin anak-anaknya mengalami intrusi serupa.

Masih dalam euloginya, Spencer mengatakan: “Diana ingin hari ini kita berjanji untuk melindungi kedua anak laki-laki yang dicintainya, William dan Harry, dari nasib yang sama. Kami tidak akan membiarkan mereka merasakan kesedihan yang membuat putus asa.”

Diana dan media

Ada rumor yang mengatakan bahwa perhatian media kepada Diana berlangsung dua arah. Banyak yang mengklaim Diana tidak hanya ‘memancing’ pers, tapi juga memanipulasi mereka.

Tina Brown, mantan editor Vanity Fair yang menulis buku kontroversial Diana Chronichles, menyatakan bahwa Diana sering memberi tahu pers tentang keberadaannya dan memelihara hubungan dekat dengan mereka.

“Diana tentu saja menginginkan privasi. Namun, di saat yang bersamaan, dia tidak tahan untuk memberikan gambar yang media inginkan. Salah satunya adalah ketika Diana sedang naik kapal bersama Dodi, seolah-olah ia mengatakan: ‘Potretlah saya ketika sedang berada di kapal ini’,” papar Brown.

Diana dan Dodi Fayed duduk di belakang dengan bersembunyi. (Sygma/Langevin Jacques)

Di sisi lain, ada masa di mana Diana merasa stres dan dipermalukan oleh tingkah paparazi yang selalu mengejarnya. Satu tahun sebelum kematiannya, Diana berteriak kepada salah satu paparazi: “Kamu membuat hidupku seperti di neraka!”.

Namun, mereka tidak menunjukkan simpati apa pun kepada Diana dan terus memotretnya.

Mengubah peraturan media

Selain supir yang mabuk, kita tahu bahwa paparazi juga berperan pada kecelakaan yang dialami Diana dan kekasihnya, Dodi Fayed, di terowongan Pont de I’Alma, Paris, Prancis.

Sebelum mobilnya menabrak dinding terowongan, Diana sedang dikejar oleh paparazi yang telah mengikutinya sepanjang hari.

Setelah kematian Diana, paparazi mendapat julukan ‘pembunuh’. Dunia pers dan fotografer Inggris juga berubah.

“Orang-orang menyadari bahwa apa yang terjadi kepada Diana sangat salah. Alhasil, gagasan baru tentang privasi mulai diterapkan,” kata Mark Stephens, spesialis hukum media di Howard Kennedy.

Baca juga: Bagaimana Cara Belanda Menanggapi Sejarah Kemerdekaan Indonesia?

Press Complaints Commision (PCC) mengganti etika editorial mereka dengan peraturan baru. Sejak Januari 1998, penggunaan kamera dengan lensa panjang yang bertujuan “mengambil gambar orang-orang di tempat pribadi tanpa persetujuan mereka” tidak dapat diterima. Selain itu, editor juga wajib bertanggung jawab penuh untuk semua material yang diterbitkan medianya.

Perubahan yang paling signifikan dari pedoman ini adalah perlindungan privasi bagi anak-anak. Ini diterapkan karena Pangeran William dan Harry sering diikuti paparazzi, bahkan ketika berada di sekolah.

Kode perlindungan ini diperluas untuk semua anak-anak yang menempuh pendidikan, tidak lagi terbatas pada yang berusia di bawah 16 tahun.

Sebuah persyaratan baru juga ditambahkan. Menyatakan bahwa setiap materi publikasi tentang kehidupan pribadi anak-anak, harus memiliki justifikasi yang jelas di luar faktor ketenaran dan status orangtuanya di masyarakat.