Ritual dan Tradisi Menyembah Gadis Kumari, Sang "Dewi Hidup" di Nepal

By Nesa Alicia, Selasa, 4 September 2018 | 17:39 WIB
(Suvra Kanti Das/Getty Images)

Nationalgeographic.co.id - Apa yang terbayang dalam benak Anda ketika mendengar kata dewi? Mungkin sebagian besar dari kita akan memunculkan visual seorang wanita seperti bidadari yang terbang tidak menapak Bumi, bercahaya, dan memiliki paras yang sangat cantik.

Dalam berbagai cerita dan kepercayaan, sosok dewi digambarkan bukan sebagai manusia. Namun sebagai sosok yang turun dari kahyangan.

Lantas bagaimana bila sosok dewi memang ada di Bumi dan terlihat secara kasat mata oleh manusia?

Baca juga: Mata Rantai Evolusi Dinosaurus yang Hilang, Ditemukan di Tiongkok

Sebuah tradisi di Nepal mempercayai adanya seorang manusia dengan julukan Dewi Kumari yang terlahir sebagai titisan Dewi Taleju. Dewi Kumari sendiri merupakan dewi hidup yang disembah oleh umat Buddha dan Hindu di Nepal.

Mereka diangkat sejak usia yang masih sangat kecil sekitar 3-5 tahun. Dalam pemilihan untuk menjadi seorang Dewi Kumari harus melalui sebuah ritual yang dilakukan oleh para pemuka agama di kuil suci agama Hindu.

Dalam proses penilaian, para pemuka agama akan membaca berbagai pertanda dan melakukan penilaian berdasarkan 32 sisi kesempurnaan fisik manusia.

Ritual Kumari Puja. (Suvra Kanti Das/Getty Images)

Nihira Bajracharya, seorang gadis berusia lima tahun harus merelakan masa kanak-kanaknya untuk menjadi seorang Kumari terpilih pada Februari 2018 kemarin.

Sebagai seorang Dewi Kumari, Nihira tidak boleh menapakan kaki di tanah dan tidak diperbolehkan untuk berbicara dengan orang lain selain dengan keluarganya. Kumari terpilih juga harus tinggal terpisah dengan orang tuanya dan tidak diperbolehkan untuk meninggalkan kuil.

Baca juga: Peneliti Kembangkan Kecerdasan Buatan yang Bisa Prediksi Gempa Susulan

Dewi Kumari diizinkan untuk meninggalkan kuil hanya pada saat ritual dan festival salah satunya festival Bhoto Jatra, sebuah festival perayaan yang diadakan untuk mensyukuri atas datangnya musim hujan.

Kumari, diarak dalam sebuah festival budaya. (Jeff_Cagle/Getty Images)

Saat festival berlangsung, Kumari hanya boleh digotong dengan tandu emas dan diangkat oleh orang-orang terpilih.

Seorang Dewi Kumari akan kembali menjadi manusia biasa ketika dirinya telah mendapatkan menstruasi pertamanya. Selanjutnya, posisi Dewi Kumari akan digantikan oleh gadis lainnya yang dianggap memenuhi kriteria.

Dilansir dari Liputan6, pada Selasa (4/9/2018), aktivis hak asasi manusia dan Pusat Rehabilitasi Wanita Nepal (WOREC) menentang dan mengutuk tradisi kumari yang mereka anggap merampas masa kecil seorang anak perempuan.

Ramesh Bajracharya, sang ayah, dilansir dari The Asian Parent, pada Selasa (4/9/2018) mengatakan bahwa menjadi Kumari memang hal yang cukup berat bagi anaknya. Terutama karena sang anak tidak diperbolehkan menapakkan kakinya di Bumi.

Baca juga: Fasilitas Kloning ala Jurassic Park Dibangun untuk Hidupkan Mammoth

Chanira Bajracharya, seorang mantan Dewi Kumari mengaku bahwa hidup normal seperti remaja lainnya adalah hal yang sulit, bahkan setelah bertahun-tahun berakhirnya tugas Chanira sebagai Dewi Kumari.

"Bahkan sampai sekarang aku sulit berjalan kaki dengan gerakan yang benar, karena saat masih kecil aku selalu digendong dan ditandu. Dunia luar benar-benar hal yang asing untukku," ucap Chanira, seperti dikutip dari South China Morning Post.

Walaupun banyak kritik yang ditujukan terhadap tradisi ini, tetapi pemerintah setempat tetap melestarikan tradisi tersebut.