Perjuangan Para Pegulat Wanita Mendapatkan Kesetaraan di Komunitasnya

By Gita Laras Widyaningrum, Selasa, 4 September 2018 | 17:11 WIB
Pegulat wanita di El Alto, Bolivia, sedang bertanding. (Luisa Dörr)

Nationalgeographic.co.id – “Setiap orang membutuhkan pahlawan, pegulat, dan pemenang yang bisa mereka kagumi,” kata Luisa Dörr, yang menghabiskan sepuluh hari di El Alto, Bolivia, bersama kelompok pegulat wanita bernama Flying Cholitas.

Dikenal dengan pakaian warna-warni dan rok berlapis-lapis, syal yang dibordir, serta topi bowler lebar,  Flying Cholitas muncul pada pergantian abad milenium.

Dörr, yang menyamakan mereka dengan pahlawan super dari Hollywood, pertama kali mengenal para pegulat wanita ini ketika suaminya bekerja sama dengan arsitek lokal, Freddy Mamani.

Dia mengenang kembali saat menghadiri pertandingan gulat di pusat komunitas.

“Sudah lama saya berhenti menyukai perkelahian antarpria. Mereka selalu menyajikan hal yang sama. Namun, penampilan Cholitas menarik hati saya saat itu. Penonton-penonton muda menyukai pegulat wanita yang baik, sementara mereka yang lebih memilih sosok kuat dan kasar,” papar Dörr.

(Luisa Dörr)

Baca juga: Mengungkap Keberadaan Suku Terisolasi Dapat Menyelamatkan Mereka?

Anggota Flying Cholitas berlatih dua minggu sekali dan menonton video para pegulat Lucha Mexicana di Youtube untuk memperbaiki teknik dan trik serangan mereka.

“Pertandingan ini lebih dari apa pun dan dipenuhi dengan manuver. Jika ingin melakukan trik, Anda perlu berlatih. Pembelajaran seumur hidup,” kata Claudina, yang ayah, saudara laki-laki, dan saudara perempuannya merupakan pegulat.

Semakin bagus teknik mereka, maka kesempatan untuk menegaskan kehadiran mereka di lapangan yang didominasi pria, semakin baik. Di waktu tertentu, kedua gender ini bahkan bertanding gulat satu sama lain.

“Saat perempuan bertanding dengan kekuatan 100%, pria ingin berkelahi dengan 1000%. Mereka tidak ingin dikalahkan. Di komunitas kami, beberapa pria sangat anti dengan Cholitas,” jelas Mary Llanos Saenz, yang telah bergulat hampir 20 tahun.

“Awalnya, kami tidak diperbolehkan masuk ke ruang ganti yang digunakan pria. Kami biasanya ganti baju di stan dan selalu menunggu di luar. Inilah alasan kami mendirikan Association of Fighting Cholitas. Di sini, pria tidak boleh terlibat,” imbuh Mary.

Angela, salah satu pegulat wanita dari Flying Cholitas. (Luisa Dörr)

Monica, seorang teman dan pekerja sosial di komunitas pegulat wanita, adalah yang memperkenalkan Dörr dengan anggota Flying Cholitas.

“Mereka sebenarnya tidak peduli kepada jurnalis dan majalah terkenal. Beberapa dari mereka tak tertarik menghabiskan waktu dengan fotografer yang karyanya tidak akan pernah mereka lihat dan baca,” ungkap Dörr.

Sikap mereka terhadap media ini mungkin didorong fakta bahwa Cholitas memiliki masalah yang lebih pelik dibanding menjadi terkenal. Selama berabad-abad, perempuan-perempuan ini pun harus berjuang di luar arena untuk melindungi kesejahteraan sesamanya.

Kebanyakan pegulat Cholitas merupakan Aymara, orang-orang asli yang menempati dataran tinggi Amerika Selatan. Komunitas ini telah menghadapi penindasan dan eksploitasi etnis sejak penjajahan Spanyol di wilayah tersebut.

Mempunyai julukan “cholo” atau “chola” pada masa itu, orang-orang Aymara dipaksa melakukan tugas kasar untuk para aristokrat, wajib mengadopsi kebiasaan Eropa, tak boleh masuk ke restoran dan lingkungan orang-orang kaya, dilarang naik transportasi umum, dan tidak boleh mempunyai tanah dan belajar membaca.

Namun, mereka yang sangat tangguh dan kompak, akhirnya mampu memimpin pergerakan yang sukses selama beberapa dekade. Mereka berhasil melengserkan Presiden Gonzalo Sanchez de Lozada – yang didakwa atas pembunuhan – dan mengantarkan politisi Aymara, Evo Morales, ke jabatan tertinggi di negara tersebut.

Baca juga: Kisah Orang-orang Spanyol yang Memilih Tinggal di Dalam Gua Purba

Para pegulat wanita dengan kostum warna-warni mereka yang menjadi simbol kebanggan. (Luisa Dörr)

Dalam prosesnya, anggota suku Aymara merebut kembali nama yang pernah direndahkan penjajah dan gaya berpakaian mereka. Mengubahnya menjadi simbol kebanggan.

“Ketika penduduk El Alto marah kepada negara karena mengabaikan sekolah-sekolah, pusat kesehatan, atau pasar mereka, serta tidak adanya keamanan di lingkungan, para perempuan lah yang akan maju dan melakukan demonstrasi,” tutur Dörr.

“Dan di situ lah letak esensinya. Alasan mengapa banyak orang suka menonton pertandingan gulat Flying Cholitas adalah karena itu dramatisasi perjuangan perempuan-perempuan Aymara di El Alto,” pungkasnya.