Nationalgeographic.co.id - Selamat datang di wilayah dengan agenda festival wisata paling padat seantero Nusantara. Sejak beberapa tahun belakangan, Banyuwangi tercatat sebagai salah satu kabupaten dengan agenda kegiatan kebudayaan yang paling banyak di pulau Jawa.
Sepanjang tahun, Banyuwangi selalu mempunyai agenda acara yang diandalkan. Ini salah satu bukti keberagaman yang membentuk Banyuwangi, baik secara sosial, maupun secara historis.
Upacara Endog-endogan, adalah salah satu bentuk kebudayaan setempat yang dilaksanakan untuk memperingati hari besar Nabi Muhammad SAW. Biasanya produk budaya ini dilakukan pada pagi hari, dengan dimulai dari depan kantor Pemerintah Daerah dan berakhir di Masjid Agung.
Baca Juga : Harus Menahan Sakit, Inilah Tradisi Kerik Gigi Bagi Wanita Mentawai
Dalam upacara ini, ribuan telur diletakkan di atas jodang dengan berbagai bentuk, seperti miniatur masjid, perahu, binatang, dan sebagainya. Jodang adalah bentuk hiasan yang terbuat dari batang pisang.
Batang pisang terkecil, memuat 33 butir telur dan yang paling besar sebanyak 99 butir telur. Jodang terbesar diletakkan di depan kantor Pemda, sebagai penanda. Jodang utama selaras dengan angka tasbih, tahlil, dan tahmid. Para peserta yang terlibat pun menggunakan pakaian muslim.
Pada pertengahan tahun, biasanya diadakan sebuah ritual yang bernama Pagerwesi. Pagerwesi yang bisa diartikan sebagai ritual “pagar besi”. Pengabdian kepada Sang Hyang Pramesti Guru, yang dianggap sebagai raja dari alam semesta, di tengah keberadaaan masyarakat Hindu yang selalu berdoa melawan putus asa dan rintangan-rintangan hidup.
Lain lagi dari Endog-endogan yang bernapaskan Islam dan Cap Go Meh yang berlandaskan kebudayaan Tionghoa. Pada pertengahan tahun, biasanya diadakan sebuah ritual yang bernama Pagerwesi.
Pagerwesi bisa diartikan sebagai ritual “pagar besi”. Pengabdian kepada Sang Hyang Pramesti Guru, yang dianggap sebagai raja dari alam semesta, di tengah keberadaaan masyarakat Hindu yang selalu berdoa melawan putus asa dan rintangan-rintangan hidup.
Baca Juga : 9 Festival ini Bisa Menjadi Destinasi Liburan di Akhir Pekan September
Dipimpin oleh pendeta, upacara ini dimulai dengan iring-iringan pembawa air suci dan pembawa seserahan yang berasal dari pura Giri Saloka di depan pantai Triangulasi. Setelah selesai berdoa di sana, seserahan tersebut dilemparkan ke Samudra Hindia.
Air suci yang digunakan di dalam upcara ini diambil dari tujuh mata air yang terletak di tengah hutan pesisir.
Ragam ritual tersebut, tidak terlepas dari landasan budaya Jawa yang sudah melebur di keseharian masyarakat Banyuwangi.
Pada bulan September setiap tahunnya, biasa dilaksanakan upacara Ruwatan atau juga bisa disebut sebagai Nyadran. Upacara ini dilaksanakan oleh masyarakat Banyuwangi untuk menghindari bencana yang ditimbulkan oleh Batara Kala, yang membalas dendam kepada anak-anak Sukerto.
Baca Juga : Yusaku Maezawa, Miliuner dan Turis Pertama yang Akan Mengunjungi Bulan
Ruwatan dimulai dengan pertunjukkan wayang kulit. Nilai lain dari upacara ini adalah sebagai persembahan rasa hormat kepada orang tua, dan dianggap sebagai pencerahan diri.
Sebagai puncaknya, akan ada ritual pemercikkan air dan pemotongan rambut, yang dilakukan oleh Juru Ruwat atau Dalang. Potongan rambut dan juga sesajian yang sudah disiapkan, nantinya akan dibuang ke tengah laut, sebagai pertanda menghindari sial.
Kekayaan budaya di Banyuwangi, ternyata juga diikuti oleh kekayaan alamnya. Tidak pernah ada yang menyangka, di Banyuwangi Anda bisa menemukan banyak sekali objek wisata, dari mulai pantai, kawah, agro wisata, teluk, perkebunan, air terjun, desa kriya, hingga perkampungan nelayan.
Lebih dari dua puluh titik destinasi yang sudah dipilah oleh Pemerintah Kabupaten, dan secara resmi dijadikan sebagai atraksi pariwisata Banyuwangi.
Baca Juga : Inilah Empat Suku di Dunia dengan Berbagai Kemampuan yang Mengagumkan