Nationalgeographic.co.id - Aldi Novel Adilang menangis bahagia ketika dirinya ditemukan dalam kondisi selamat setelah terapung di lautan selama 49 hari.
Kala itu, Aldi sedang bekerja sebagai petugas penjaga lampu di rompong yang terletak di sekitar 125 km dari pesisir utara Manado pada 14 Juli. Rompong adalah alat pengumpul ikan yang berbentuk seperti pondok sederhana.
Aldi dikontrak oleh pemilik perangkap ikan untuk menyalakan lampu di sekitar rompong dengan generator listrik setiap malam untuk menarik ikan selama enam bulan.
Setiap minggunya, pemilik akan mengirim seseorang untuk mengambil hasil ikan dalam perangkap dan memberi Aldi persediaan untuk satu minggu kedepan, yaitu makanan, gas untuk memasak, air bersih dan bahan bakar untuk generator.
Namun saat itu angin kencang membuat rakit Aldi terlepas akibat tali pengaman putus bergesekan dengan bantalan rakit temannya.
Baca Juga : Berjemur Sinar Matahari Ternyata Baik Untuk Kesehatan Jantung
Aldi mencoba mengikat kembali tali rakit pada ponton, tetapi arus yang deras menyebabkan rakit Aldi semakin menjauh.
Kapal penangkap ikan dari Pangkalan Dua berusaha untuk menunggu rakit Aldi. Tetapi setelah ditunggu-tunggu, rakit yang dibawa Aldi tidak melewati titik yang diperkirakan.
Sejak saat itu Aldi harus bertahan hidup di tengah lautan.
Ketika itu, persediaan yang ada hanya cukup untuk beberapa hari. Sehingga Aldi menangkap ikan agar tidak kelaparan. Untuk mencukupi kebutuhan air pun Aldi menggunakan air laut.
"Setelah dia kehabisan gas memasak, ia membakar pagar kayu pada rompong untuk membuat api agar ia bisa memasak. Dia minum dengan menyesap air dari pakaiannya yang sudah basah oleh air laut, ”kata Mirza Nurhidayat, Konsul jenderal Indonesia di Osaka, melansir dari The Jakarta Post, Selasa (25/9/2018).
Aldi sempat berteriak minta tolong saat ada kapal melintas. Ia mengatakan lebih dari 10 kapal telah berlayar melewatinya, tetapi orang-orang yang berada diatas kapal mengabaikannya.
"Aldi mengatakan dia sangat ketakutan dan sering menangis," kata Fajar Firdaus, diplomat lain dari konsulat di Osaka.
Sampai akhirnya sebuah kapal dengan bendera Panama, Arpeggio, menyelamatkannya di perairan Guam pada tanggal 31 Agustus. Mulanya, awak kapal tidak melihat Aldi, kemudian Aldi menyalakan radionya ke frekuensi di mana temannya pernah mengatakan bila frekuensi tersebut dapat digunakan seandainya ia melihat sebuah kapal besar.
Untungnya, kapten kapal menangkap sinyalnya dan menyadari ada seseorang meminta bantuan. Sehingga dia langsung berbalik,” kata Mirza.
Baca Juga : Konflik Manusia dan Beruang Meningkat di Alaska, Apa Penyebabnya?
Tingginya ombak hari itu membuat kapal Arpeggio kesulitan untuk mendekati Aldi. Setelah berputar-putar selama empat kali, awak kapal kemudian melemparkan tali untuk membantunya naik, namun tali tidak mencapai rakit. Sehingga Aldi memutuskan untuk turun ke laut dan mengambil tali, meskipun sempat kesulitan karena ombak dan angin mengguncangnya.
Karena sudah berminggu-minggu di laut, Aldi sudah sangat lemah dan hampir tidak dapat mencapai tali tersebut. Namun beruntung awak kapal berhasil menangkap tangan Aldi.
Awak kapal Arpeggio langsung memberi Aldi handuk dan makanan darurat. Setelah itu, mereka memberinya pakaian dan makanan segar. Bahkan koki kapal memotong rambut Aldi yang terlihat sudah panjang.
Kapten kapal segera menghubungi penjaga pantai Guam. Saat itu kapal sedang dalam perjalanan menuju Jepang, maka penjaga pantai Guam mengatakan kepada kapten kapal untuk membawa Aldi ke Tokuyama, Jepang.
Mirza menambahkan bahwa Aldi sulit untuk mencapai daratan karena Aldi bukan berada di perahu yang di mana tidak ada dayung atau mesin penggerak kapal.
Pada hari yang sama, pihak berwenang Jepang menghubungi konsulat jenderal Indonesia. Mereka segera mencari keluarga Aldi dan menyiapkan dokumen yang diperlukan untuk kepulangannya ke Indonesia.
"Kami berkoordinasi dengan otoritas pengiriman di Jepang, kapten kapal, penjaga pantai Jepang dan pihak imigrasi," ujar Mirza.
Akhirnya kapal Arpeggio berlabuh di Jepang pada 6 September pukul 3 sore. Aldi pun diserahkan kepada pihak berwenang. Namun ia tidak bisa langsung kembali ke Indonesia. Dirinya harus dikarantina karena alasan kesehatan.
Karena adanya hambatan dalam bahasa, pihak Konsulat Jendral Republik Indonesia mengirim stafnya, Teguh, untuk menemani Aldi dan mengawasi semua proses di sana.
Penjaga pantai Jepang telah meminta segala rincian yang dibutuhkan, termasuk tanggal, bentuk rakit, apa yang dia lakukan di sana, dan lainnya.
Satu hari setelah kapal berlabuh, pada 7 September, Aldi mendapat izin untuk memasuki Jepang, dan pada 8 September ia dipulangkan dari Jepang ke Jakarta.
Mirza mengatakan bahwa karena adanya topan Jebi di Osaka, kantornya harus membawa Aldi ke bandara di Tokyo. Dan keesokan harinya, Aldi tiba di Manado.
“Sekarang Aldi kembali dengan keluarganya di Wori, Manado, dan dalam keadaan sehat,” kata Mirza.