Pelestarian Elang di Ladang Geotermal Kamojang, Harmoni Manusia dan Alam

By Gregorius Bhisma Adinaya, Kamis, 4 Oktober 2018 | 17:29 WIB
Area kandang rutin dilakukan pembersihan. (Ricky Martin/National Geographic Indonesia)

Nationalgeographic.co.id - Anda mungkin tidak mengenal Jujuk, namun hari itu—ketika kami berkunjung—adalah hari yang sangat ditunggu olehnya. Hari kebebasan bagi Jujuk.

Jujuk adalah seekor elang-alap jambul yang dirawat di Balai Besar Konservasi Sumber Daya Alam Jawa Barat, Pertamina Geothermal Energy (PGE) Area Kamojang, dan Pusat Konservasi Elang Kamojang (PKEK).

Setelah cek kesehatan terakhir, dokter hewan Dian Tresno Wikanti memasangkan penanda sayap dan microchip di tubuh Jujuk. Tujuannya adalah agar tim masih dapat memantau perkembangan Jujuk di alam liar pasca pelepasliaran. Beberapa menit kemudian, Jujuk sudah sampai di lokasi pelepasliaran di Taman Wisata Alam Kamojang, Garu.

Baca Juga : Suka Duka Para Perawat Elang di Pusat Konservasi Kamojang Garut

Hewan dengan nama latin Accipiter trivirgartus ini diantar oleh sejumlah staf Balai Besar Konservasi Sumber Daya Alam Jawa Barat, PGE Area Kamojang, dan PKEK. Jujuk berkali-kali memalingkan kepalanya seakan tengah membaca keadaan alam sekitar.

Tanpa aba-aba, burung pemangsa ini melesat terbang meninggalkan sangkar yang digunakan untuk membawanya ke tempat pelepasliaran. Tim pun seketika lega setelah melihat Jujuk melesat membaur ke tengah alam.

Bebasnya Jujuk bukan akhir upaya pelepasliaran elang. Masih ada satu tahap lagi, yakni pemantauan. Microchip yang sudah dipasang di tubuh Jujuk lah yang akan membantu tim pemantauan untuk dengan mudah menemukan Jujuk. Bergerak cepat, dalam beberapa hari berikutnya, tim perawat elang akan mulai memantau keadaan Jujuk.

Pemeriksaan kesehatan dan pemasangan microchip. (Ricky Martin/National Geographic Indonesia)

Saat dilepasliarkan, Jujuk tidak melewati masa habituasi. Ini karena Pusat Konservasi Elang Kamojang juga berada di kawasan taman wisata alam. “Jadi, Jujuk tidak perlu habituasi,” ujar Zaini Rahman, manajer lapangan PKEK.

Lingkungan taman wisata alam sama dengan PKEK. Habituasi dilakukan bila pelepasliaran dilakukan di tempat yang baru, untuk membantu elang mengenali lingkungan. Harapannya, ia bisa bertahan hidup di habitat yang baru.

Meski begitu, pelepasliaran elang tidak dilakukan secara asal. Program ini diawali dengan survei habitat, untuk mengetahui sumber pakan dan populasi elang yang ada di lokasi. Yang tak kalah penting, habitat baru harus sesuai dengan sebaran alami elang. Contohnya adalah elang jawa yang endemik Pulau Jawa, tidak bisa dilepasliarkan di Sumatra.

Pelepasliaran merupakan tujuan akhir dari Pusat Konservasi Elang Kamojang. “Itu bedanya PKEK dengan lembaga konservasi umum, seperti kebun binatang ataupun taman safari," lanjut Zaini. Untuk itu, elang-elang yang pernah dipelihara manusia harus direhabilitasi terlebih dahulu. Sayangnya, tidak semua elang bisa dilepasliarkan. “Kalau cacat permanen, elang masuk kandang display untuk kepentingan pendidikan dan kampanye. Bisa juga ia dikirim ke kebun binatang dan taman safari untuk edukasi.