Tahapan rehabilitasi untuk menyiapkan elang kembali ke alam pun juga dibuat tidak main-main. Terkait dengan ketepatan pelepasliaran, PKEK dikembangkan sesuai dengan prosedur internasional—merujuk pada persatuan internasional untuk konservasi alam IUCN, federasi global untuk suaka satwa GFAS, dan badan rehabilitasi satwaliar dunia IWRC. Hanya saja, PKEK melakukan penyesuaian dengan ukuran elang di Indonesia. Itu sebabnya kami memakai ukuran minimum. Tentu kalau lebih luas akan lebih bagus.
Rehabilitasi elang memerlukan dukungan finansial yang berkelanjutan, dukungan pemerintah—karena elang milik negara, dan otoritas teknis untuk manajamen rehabilitasi. Pusat Konservasi Elang Kamojang merupakan contoh nyata kerjasama ketiga otoritas tersebut. Raptor Indonesia (RAIN), Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, dan Pertamina Geothermal Energy Area Kamojang yang memberikan dukungan finansial.
Raptor Indonesia memegang kendali manajemen teknis rehabilitasi harian di Pusat Konservasi. Kementerian melalui Balai Besar KSDA menyediakan areal PKEK dan dukungan legal. Sedangkan Pertamina Geothermal Energy Area Kamojang memberikan dukungan finansial bagi operasi PKEK.
“Kamojang merupakan habitat elang jawa yang menjadi sosok lambang negara Garuda Pancasila. Kemudian, industri geotermal juga sangat bergantung pada kelestarian lingkungan di sekitarnya. Tanpa itu, tidak ada sumber energi geotermal yang terbarukan. Jadi, dengan mengkonservasi elang, secara tidak langsung kami terdorong mengkonservasi habitatnya sekaligus menjaga keberlangsungan operasional kami," papar Direktur Utama Pertamina Geothermal Energy, Ali Mundakir.
Ali Mundakir menambahkan, sejak awal PKEK telah dirancang untuk berkelanjutkan. “Kami berharap konservasi elang akan terus berjalan seiring dengan berjalannya operasi Area Kamojang. Kami akan mendorong pusat konservasi elang ini semakin mandiri. Dan tentu saja, Pertamina Geothermal Energy akan terus mendukung pusat konservasi elang."
Masyarakat diajak turut serta dalam menyediakan pakan bagi burung pemangsa yang direhabilitasi. “Ada yang beternak marmut, ada yang mencari tikus, ada yang mencari ular sawah untuk dijadikan pakan bagi elang-elang. Ini tentu saja bisa menggerakkan perekonomian masyarakat sekitar," ucap Ali.
Dengan adanya PKEK, masyarakat secara sukarela menyerahkan elang piarannya. "Jumlahnya semakin meningkat, dari 2014 sampai sekarang, sudah 162 elang. Ini indikasi bahwa tujuan pusat konservasi elang ini tercapai," jelas Ali Mundakir.
Direktur Pencegahan dan Pengamanan Hutan Direktorat Jenderal Penegakan Hukum Kementerian Lingkungan Hidup, Sustyo Iriyono menjelaskan, lembaga konservasi khusus, seperti Pusat Konservasi Elang Kamojang, perlu diperbanyak. "Hakikat penegakan hukum dalam bidang tumbuhan dan satwa liar adalah menyelamatkan entitas satwanya," lanjutnya saat berkunjung ke Pusat Konservasi Elang Kamojang.
Sejauh ini, lembaga konservasi khusus yang menangani rehabilitasi elang baru terbatas di Jawa Barat dan DKI Jakarta. Selain di Kamojang, Garut, ada Suaka Elang di Taman Nasional Gunung Halimun Salak, dan di Kepulauan Seribu yang merehabilitasi burung pemangsa perairan, elang bondol.
Padahal, perburuan elang terjadi di hampir semua wilayah Indonesia. Ia menambahkan bahwa sejak berdirinya PKEK, tidak sedikit masyarakat yang menyerahkan elang peliharaan mereka.
Baca Juga : Rahasia Penglihatan Elang yang Menjadikannya Sebagai Predator Ulung
"Kita bisa duduk bersama mendiskusikan pembelajaran dari PKEK dan lembaga konservasi elang lainnya. Tantangannya adalah membangun komitmen jangka panjang karena rehabilitasi burung pemangsa perlu waktu panjang. Kalau jangka pendek, kasihan elangnya.”
Dengan demikian, adanya lembaga konservasi khusus di daerah lain dapat meningkatkan kesadaran masyarakat untuk tidak memburu, menangkap dan memelihara elang. Namun, idealnya adalah adanya dukungan finansial, dukungan pemerintah, dan dukungan teknis rehabilitasi.