Inilah yang Akan Terjadi Pada Tubuh Jika Mengalami Patah Hati

By Gita Laras Widyaningrum, Selasa, 2 Oktober 2018 | 15:22 WIB
Ilustrasi patah hati (halfbottle/Getty Images/iStockphoto)

Nationalgeographic.co.id – Ada alasan mengapa tubuh Anda merasa lelah dan tidak nyaman setelah putus cinta. Selain bagi mental, patah hati juga ternyata berdampak pada fisik Anda.

Sayangnya, menurut Ronald A. Alexander, psikoterapis sekaligus pengarang buku Wise Mind, Open Mind: Finding Purpose and Meaning in Times of Crisis, Loss, and Change, dampak ini jarang diperhatikan.

“Anda tidak sendiri jika setelah putus rasanya ingin berbaring seharian di kasur dan tidak berbicara dengan siapa pun,” kata Alexander.

“Patah hati bisa membuat seseorang merasa telah kehilangan kemudi dalam hidupnya. Menangis tersedu-sedu adalah hal yang biasa. Namun, perlu diingat, ada gejala fisiknya juga,” imbuhnya.

Baca Juga : Tidak Hanya Sakit Perut, Berikut Gejala Lain Dari Radang Usus Buntu

Berurusan dengan patah hati, setidaknya di tahap awal, sering menimbulkan kekacauan pada jadwal tidur Anda. Gangguan tidur seperti insomnia merupakan hal normal bagi seseorang yang baru melajang.

Stres akibat patah hati, di satu sisi, juga dapat menganggu proses biologis yang biasanya membantu Anda terlelap di malam hari.

“Ketika menderita patah hati, sangat sulit untuk menenangkan pikiran dan beristirahat,” tutur Alexander.

Kecemasan dan jantung berdebar sering berkaitan juga dengan patah hati. Alexander menjelaskan, penting untuk mengetahui bahwa kesedihan dan kehilangan dari putus cinta bisa mengganggu sistem saraf. Pada taraf ini, kemungkinan akan timbul perasaan hilang kendali.

Gejala serangan jantung

Dan pada beberapa kasus ekstrem, patah hati bisa memicu gejala seperti serangan jantung. Sindrom patah hati – atau Takotsubo cardiomyiopathy – pertama kali dideskripsikan oleh literatur kedokteran Jepang pada 1990-an. Sindrom ini menggambarkan situasi di mana tubuh mengalami gejala seperti serang jantung akibat stres patah hati – baik karena putus cinta atau meninggalnya pasangan.

Harmony Reynolds, ahli jantung dari New York University Langone Medical Center, mengatakan bahwa sindrom patah hati dapat didiagnosis pada 1-2% pasien yang datang ke rumah sakit dengan  keluhan gejala serangan jantung.

Ia mengaku bahwa gejala, perubahan elektrokardiogram dan tes darah orang-orang yang mengalami sindrom patah hati memang mirip dengan pasien serangan jantung.

“Pasien dengan sindrom patah hati juga memiliki kelainan fungsi otot jantung. Kerusakan otot jantung akan pulih dalam beberapa minggu atau bulan. Namun, jika tidak beruntung, mereka risiko sakit jantung dan stroke menjadi lebih tinggi,” papar Reynolds.

Bagaimana mengatasi sindrom patah hati?

Lalu, bagaimana cara menangani sindrom patah hati? Jeanine Romanelli, ahli jantung di Lankenau Medical Center mentakan bahwa dokter harus mengesampingkan penyebab potensi lainnya, seperti riwayat sakit jantung dan penyumbatan darah sebelum mendiagnosis dan menangani sindrom patah hati.

“Kami menggunakan pendekatan yang sama dengan perawatan gagal jantung. Yaitu menggunakan pengencer darah, inhibitor ACE dan beta blocker. Dan karena 10% pasien sindrom patah hati kemungkinan mengalami episode serangan kedua, maka penting untuk selalu mengawasi mereka menggunakan ultrasound,” paparnya.

Baca Juga : Apakah Berpikir Bisa Membakar Kalori Lebih Banyak? Ini Penjelasan Ahli

Romanelli juga menyarankan Anda untuk memikirkan aktivitas yang membantu Anda melupakan masa lalu.

“Strategi pemulihan seperti minum alkohol atau makan banyak justru membahayakan jantung Anda. Jadi, sebaiknya beralih ke cara-cara yang membantu meringankan stres. Misalnya, meditasi, yoga, atau membaca buku,” jelas Romanelli.

Selain itu, meskipun ini terlihat umum, namun penting untuk mengingatkan diri sendiri bahwa rasa sakit ini akan berakhir. Jika tidak bisa menanggungnya sendiri, ceritakan kegelisahan Anda kepada teman atau psikiater.