Gempa Palu: Ban Bekas Sebagai Upaya Pencegahan Gedung Runtuh

By National Geographic Indonesia, Kamis, 4 Oktober 2018 | 14:58 WIB
Getaran gempa yang tidak teredam dapat mematahkan struktur bangungan. (Francesco Scatena/Getty Images/iStockphoto)

Nationalgeographic.co.id - Indonesia baru saja dilanda gempa berkekuatan 7,4 yang diikuti oleh tsunami yang besar dengan gelombang hingga 6 meter yang merusak Palu dan Donggala Sulawesi Tengah pada Jumat pekan lalu.

Diperkirakan setidaknya 1300 orang tewas, tapi jumlah korban tewas diperkirakan akan meningkat secara cepat dalam beberapa minggu ke depan mengingat begitu luasnya bangunan rusak dan tanah longsor yang terjadi akibat dari peristiwa seismik tersebut.

Pulau-pulau di Indonesia sedang menderita dengan adanya bencana baru bahkan tidak sampai dua bulan sejak bencana terakhir yang menyebabkan kesedihan mendalam di Pulau Lombok. Pada saat artikel ditulis, setidaknya 555 orang meninggal setelah gempa berkekuatan 6,9 di Lombok dan setelah itu masih banyak gempa susulan. Lebih lanjut, 2.500 orang-orang dirawat di rumah sakit dengan luka serius dan lebih dari 270.000 orang telah mengungsi untuk sementara waktu.

Gempa bumi adalah salah satu bencana alam paling mematikan, terhitung hanya 7,5% peristiwa semacam itu terjadi antara 1994 dan 2013 dan menyebabkan 37% korban meninggal. Dan dalam berbagai kejadian bencana alam, bukan negara-negara yang paling sering mengalami bencana alam yang menderita kerugian paling besar. Jumlah orang tewas di suatu negara dari bencana alam terkait dengan seberapa majunya negara tersebut.

Baca Juga : Belum Ada Teknologi Yang Dapat Menentukan Kapan Gempa Datang, Mengapa?

Di Lombok, seperti di Nepal pada 2015, banyak kematian yang disebabkan oleh rumah yang tidak berdiri dengan kokoh sehingga tidak mampu menahan guncangan susulan. Secara umum, bangunan berkualitas rendah dan perencanaan kota yang tidak memadai adalah dua alasan utama mengapa peristiwa seismik lebih merusak di negara-negara berkembang.

Menanggapi masalah ini, saya dan rekan-rekan sedang bekerja untuk menciptakan fondasi bangunan murah yang lebih baik dalam menyerap energi gempa dari dalam bumi dan juga dapat mencegah struktur runtuh saat gempa bumi. Dan bahan utama dari fondasi ini adalah karet dari ban bekas, yang sebagian besar sangat sulit untuk dibuang secara aman dan sebagian besar dikirim ke tempat pembuangan akhir atau dibakar, melepaskan karbon dioksida dalam jumlah besar dan gas beracun yang mengandung logam berat.

Campuran tanah-karet

Usaha-usaha sebelumnya untuk melindungi gedung-gedung dari gempa bumi dengan mengubah dasar bangunan mereka menunjukkan hasil yang menjanjikan. Misalnya, penghalang getaran bawah tanah yang baru-baru ini dikembangkan dapat mengurangi antara 40% dan 80% dari gerakan tanah permukaan. Tapi sebagian besar metode isolasi canggih ini mahal dan sangat sulit untuk dipasang di bawah bangunan yang sudah tegak berdiri.

Alternatif dari kami adalah membuat dasar bangunan yang terbuat dari tanah lokal yang dicampur dengan sebagian dari 15 juta ton ban bekas yang diproduksi setiap tahun. Campuran karet dan tanah dapat mengurangi efek getaran gempa pada bangunan di atasnya. Hal ini dapat dipasang kembali dengan mudah ke gedung-gedung yang ada dengan biaya rendah, membuatnya sangat cocok untuk negara-negara berkembang.

Citra satelit memperlihatkan kondisi Sulawesi Tengah sebelum dan sesudah gempa ()

Beberapa riset telah menunjukkan bahwa memasukkan partikel karet ke dalam tanah dapat meningkatkan jumlah energi yang dihamburkan.