Nationalgeographic.co.id – Seorang profesor ekonomi menyatakan bahwa kebangkitan robot di lingkungan pekerjaan akan menjadi ‘kiamat’ bagi manusia jika kita tidak bisa menanganinya dengan baik.
Johanes Moenius dari University if Redlands mengatakan, mekanisasi menciptakan bahaya paling serius bagi pekerja tidak terampil yang bekerja di bidang logistik dan industri jasa.
Pernyataannya ini berdasarkan penelitian sebelumnya yang menemukan fakta bahwa 44% jam kerja dapat dilakukan oleh mesin pada 2030.
“Kita sedang menghadapi perubahan besar. Jika tidak melakukan apa pun, itu akan berubah menjadi kiamat bagi manusia,” ungkap Profesor Moenius.
Baca Juga : Bolehkah Pesawat Tetap Terbang Meski Ada Peralatan yang Rusak?
Untuk menanggapi tantangan ini, Moenius mengatakan, kita harus memikirkan kembali bagaimana pendidikan manusia, memperbarui undang-undang ketenagakerjaan, juga mempertimbangkan perubahan jaminan sosial seperti pendapatan dasar yang universal.
Meskipun pemerintah lokal tidak memiliki wewenang untuk mengontrol robot di tempat kerja, namun mereka harus memikirkan hasil akhirnya. Sebab, keterlibatan robot bisa menjadi tantangan utama bagi pembuat kebijakan di masa depan.
Menurut World Economic Forum, robot, AI, dan bentuk otomatisasi lainnya akan secara drastis mengubah lingkungan kerja dalam empat tahun mendatang. Mereka memprediksi, 75 juta pekerjaan di dunia akan digantikan robot pada 2022.
Sebuah laporan pada November 2017 juga menyatakan bahwa pekerjaan fisik seperti operator mesin atau pekerja cepat saji, adalah yang paling mungkin digantikan robot.
Selain itu, mengumpulkan dan memroses data juga merupakan dua kategori aktvitas yang dengan mudah tergantikan mesin. Ini akan mengancam beberapa profesi seperti paralegal, akuntan, dan karyawan bank.
Baca Juga : Boeing 737 MAX 8, Pesawat Baru Lion Air yang Jatuh di Utara Jawa
Andrew Carter, CEO Centre for Cities mengatakan, otomatisasi dan globalisasi sebenarnya membawa kesempatan besar pada industri agar bisa lebih maju. Namun, ada risiko nyata di baliknya: yaitu banyaknya manusia yang akan kehilangan pekerjaan.
“Pemimpin lokal dan nasional harus memastikan bahwa manusia juga bisa berbagi manfaat dari perubahan ini. Artinya, setiap negara perlu mereformasi sistem pendidikan agar dapat memberikan kaum muda keterampilan kognitif dan interpersonal yang dibutuhkan di masa depan. Tingkatkan standar pada pekerjaan yang paling berisiko digantikan robot,” paparnya.