Desa Wisata Energi Migas Wonocolo, 'Texas' di Bumi Nusantara

By Gregorius Bhisma Adinaya, Rabu, 7 November 2018 | 12:09 WIB
Pemotor mengangkut minyak yang sudah disuling di tengah kawasan. (Bhisma Adinaya/National Geographic Indonesia)

Nationalgeographic.co.id - Apa yang Anda bayangkan bila mendengar kata Texas? Sebagian besar dari Anda mungkin akan membayangkan sebuah kawasan atau ladang minyak bumi yang penuh dengan pompa minyak bumi. Bukan tanpa alasan, visual ini memang sering disertakan dalam berbagai film yang ditayangkan pada tahun 1990-an. Sebagai pelengkap, biasanya film-film tersebut akan menyertakan banyak orang berbadan besar dan kekar yang tengah sibuk dengan aktivitas penambangan.

Gambaran di atas kemudian membuat negara bagian kedua terbesar di Amerika Serikat ini lekat akan kegiatan penambangan minyaknya. Namun apakah Anda akan percaya bila gambaran serupa juga ada di Indonesia? Memang tidak sepenuhnya sama, tapi setidaknya secara garis besar keduanya memiliki kemiripan.

Baca Juga : Lelucon Senonoh Sudah Ada Sejak Zaman Romawi Kuno, Ini Buktinya

Bila Anda tidak percaya, Anda tidak sendiri. Tidak banyak yang tahu bahwa Indonesia juga memiliki 'Texas'. Kawasan ladang minyak bumi yang menjadi desa wisata migas ini terletak di Desa Wonocolo, Bojonegoro, Jawa Timur. Serupa dengan kata TEXAS, desa wisata migas ini menggunakan kata TEKSAS sebagai singkatan dari "Tekad Selalu Aman dan Sejahtera."

Sumur tradisional dan "gubuk" untuk beristirahat. (Bhisma Adinaya/National Geographic Indonesia)

Miniatur pompa minyak di dalam kubah kaca. (Bhisma Adinaya/National Geographic Indonesia)

Seperti yang digambarkan dalam film Hollywood mengenai kawasan penambangan minyak, deru mesin terdengar bersautan dalam perjalanan menuju kawasan wisata migas Wonocolo. Rumah singgah yang terletak di "gerbang" kawasan ini seakan menjadi penanda dimulainya perjalanan wisata Anda mengenai penambangan minyak tradisional.

Maket Desa Wisata Wonocolo (Bhisma Adinaya/National Geographic Indonesia)

Tidak ada salahnya Anda berkunjung ke rumah singgah ini untuk menambah literasi mengenai sejarah Desa Wisata Migas Wonocolo, atau sekadar beristirahat sejenak sebelum memulai wisata migas Anda. Maklum, jalanan menuju area ini memang cukup menantang. Jalan berliku dan menanjak adalah harga yang harus Anda tebus untuk menuju kawasan tersebut.

Tidak berselang jauh dari rumah singgah, Anda akan disambut oleh pemandangan menarik. Kayu-kayu yang disusun tinggi sedemikian rupa sebagai penyangga pompa minyak, hingga kepala truk yang sudah dimodifikasi menjadi motor penggerak pompa. Wonocolo, begitulah orang-orang menyebutnya.

Mesin truk digunakan sebagai motor penggerak sumur. (Bhisma Adinaya/National Geographic Indonesia)

Penambang tradisional menuang minyak yang sudah disuling. (Bhisma Adinaya/National Geographic Indonesia)

Tidak hanya itu, besi tua, drum yang menghitam, tanah bercampur minyak, rangka dan kursi kayu yang sudah "hilang identitas" juga terlihat di sejumlah titik. Bagi sebagian orang, pemandangan ini terlihat mengerikan. Namun faktanya, sejak dibuka oleh Pemerintah Kabupaten Bojonegoro, kawasan wisata migas pertama di Indonesia ini tetap saja rutin dikunjungi oleh wisatawan dari dalam maupun luar negeri.

Mengembangkan dan menjaga kawasan

Pertamina melalui anak perusahaan Pertamina EP Asset 4 Cepu Field sejak tahun 2016 memulai pengembangan Geoheritage di Bojonegoro yang secara khusus mengangkat tentang petroleum system.

"Pertamina EP sebagai Kontraktor Kontrak Kerja Sama di bawah pengawasan SKKMIGAS berkolaborasi dengan Dinas Pariwisata Bojonegoro mengelola Desa Wisata, sebagai Texas-nya Indonesia," ucap Cepu Field Manager, Afwan Daroni. Masih menurut Afwan, Geoheritage Wonocolo dapat memberikan kemajuan dan perlindungan terhadap kawasan yang dinilai sebagai warisan geologi ini.

Penambang minyak di Wonocolo. (Bhisma Adinaya/National Geographic Indonesia)

Afwan juga mengatakan bahwa langkah ini juga akan mendorong kesejahteraan ekonomi masyarakat sekitar. Sementara itu, sebagai langkah untuk menjaga lingkungan sekitar, Pertamina EP melalui program CSR juga melakukan kegiatan penghijauan.

“Tambang minyak Wonocolo ini sudah lebih dari 100 tahun dan produksi migasnya terus menurun. Tapi dengan desa wisata yang dilengkapi dengan program lingkungan ini warga Wonocolo akan menggerakkan ekonomi dan meningkatkan kesejahteraannya,” ungkap Afwan.

Baca Juga : Ma'nene, Ritual Mengganti Pakaian Mayat Nenek Moyang di Toraja

Minyak yang dihasilkan di Wonocolo hanya mencapai 100 barel per hari. Memang bukan jumlah yang banyak dalam pasar minyak bumi, namun jumlah ini memiliki nilai tersendiri bagi para penambang.

Karena minyak ini adalah milik negara, maka penambang tidak diperbolehkan untuk menjual minyak yang dihasilkan. Namun sesuai dengan Peraturan Menteri ESDM No. 1 Tahun 2008 tentang "Pedoman Pengusahaan Pertambangan Minyak Bumi Pada Sumur Tua", sebagai partisipan, mereka akan mendapatkan bayaran dalam proses pengiriman kepada koperasi. Istilahnya adalah "Ongkos Angkat Angkut", dengan besaran Rp4.700 per liter.

Nasi gulung, bekal para penambang. (Bhisma Adinaya/National Geographic Indonesia)

Kembali kepada konteks wisata, ketika sudah lelah berkeliling dan memotret, Anda dapat melanjutkan perjalanan dengan sedikit mendaki menuju puncak kawasan. Pada area ini terdapat beberapa kios yang menjual makanan dan minuman. Salah satu makanan khas yang dijual di sini adalah nasi gulung. "Iya, ini tadinya bekal yang biasa dibawa mereka (penambang minyak) kalau kerja. Digulung pakai daun berlapis-lapis supaya awet, gak basi," ucap seorang penjual di sana.

Baca Juga : Awan Kordylewski, Satelit Debu yang Mengorbit Bumi Seperti Bulan

Nasi gulung sendiri sebenarnya seperti lontong dengan isi yang dilengkapi dengan sambal. Sementara itu daun yang digunakan untuk menggulung juga memberikan aroma tersendiri, yang tentu dapat membangkitkan rasa lapar Anda.

Bagi Anda yang tidak tertarik dengan fotografi, kegiatan lain seperti jeep adventure, bersepeda, berkemah, kegiatan mancakrida (outbound), ataupun downhill, dapat dilakukan dalam kawasan ini.