Antibiotik dan Ancaman Bakteri Super Kebal yang Akan Membunuh Manusia

By Loretta Novelia Putri, Senin, 12 November 2018 | 13:05 WIB
Ilustrasi bakteri yang mampu melawan antibiotik. (wildpixel/Getty Images/iStockphoto)

Nationalgeographic.co.id – Jutaan penduduk di Eropa, Amerika Utara dan Australia terancam terkena infeksi bakteri super yang kebal terhadap berbagai jenis obat-obatan. Peringatan tersebut diberitahukan oleh Organisasi Kerjasama Pembangunan Ekonomi Eropa (OECD) pada Rabu (7/11/2018).

OECD memperingatkan bahwa wabah bakteri super tersebut dapat menyebabkan konsekuensi buruk pada kesehatan publik dan anggaran kesehatan. Lebih lanjut mereka menuntut agar pemerintah di sejumlah negara memperbaiki standar kebersihan di rumah sakit dan mengurangi penggunaan antibiotik pada pasien.

Baca Juga : Menggantung Kepala Musuh, Cara Bangsa Celtic Kuno Rayakan Kemenangan

Menurut studi, sekitar 33.000 orang di Eropa meninggal dunia pada tahun 2015 akibat bakteri yang kebal terhadap obat-obatan.

OECD dalam laporannya, memprediksi bahwa korban jiwa akibat bakteri super pada tahun 2050 bisa mencapai hingga 2,4 juta orang. Anggaran yang diperlukan untuk mengurangi wabah tersebut akan berada di kisaran 3,5 triliun euro bagi setiap negara.

OECD mengklaim, Indonesia termasuk negara yang paling rajin mengonsumsi antibiotik untuk keperluan medis atau untuk kesehatan hewan di sektor peternakan.

Akibatnya, muncul jenis bakteri baru yang kebal terhadap obat-obatan yang bertujuan untuk membunuhnya.

Bersama dengan negara di Brasil, Tiongkok, dan Rusia, saat ini sebanyak 60 persen infeksi bakteri yang berada di Indonesia dinyatakan kebal terhadap satu jenis antibiotik.

Fenomena resistansi antibiotik atau AMR tersebut dikhawatirkan akan semakin mengancam jika tidak diatasi secara komprehensif.

"Penanggulangan AMR biayanya lebih mahal ketimbang penyakit flu, HIV, atau tuberkulosis," ucap Michele Cechhini, Direktur Kesehatan Publik OECD.

Dalam laporannya, OECD hanya fokus untuk menganalisis ancaman AMR di negara-negara Uni Eropa, tetapi juga ikut memakai data kesehatan negara anggota G20 seperti Indonesia.

ilustrasi antibiotik (jarun011)