Nationalgeographic.co.id – Di Tiongkok, cula badak dan tulang harimau kini boleh digunakan untuk penelitian medis dan obat-obatan tradisional.
Menurut pengumuman pemerintah Tiongkok, spesimen tersebut hanya boleh didapat dari peternakan. Meski begitu, para konservasionis mengatakan, kebijakan ini akan memicu aktivitas perburuan ilegal dan semakin mengancam populasi hewan liar yang rentan punah.
“Ini sangat mengkhawatirkan,” ujar Leigh Henry, direktur kebijakan satwa liar di World Wildlife Fund (WWF).
Baca Juga : Tiongkok Bangun 'Ibu Kota Panda' yang Lebih Luas dari Disneyland
Ia memaparkan, membedakan hewan mana yang diperoleh di peternakan dengan hasil buruan sangatlah sulit. Dengan kata lain, keputusan pemerintah Tiongkok tersebut semakin memberikan celah bagi pedagang hewan liar ilegal. Diketahui bahwa badak dan harimau merupakan spesies terancan punah dan perdagangan mereka sangat dilarang.
“WWF mendesak Tiongkok untuk tetap mempertahankan larangan perdagangan tulang harimau dan badak demi melestarikan spesies ikonik tersebut,” tambahnya.
Tindakan Tiongkok ini sangat bertentangan dengan upaya negara tersebut dalam memerangi perburuan selama beberapa tahun terakhir. Sebelumnya, Tiongkok telah menetapkan larangan perdagangan hewan liar selama 25 tahun serta berupaya keras mencegah impor atau ekspor bagian tubuh mereka.
World Federation of Chinese Medicine Societies – kelompok resmi yang menentukan apa saja yang dapat digunakan dalam pengobatan tradisional – juga telah melarang penggunaan cula badak dan tulang harimau dari daftar produk yang disetujui untuk digunakan pada pasien.
Dua tahun lalu, Tiongkok bahkan mengumumkan bahwa mereka akan menutup jalur perdagangan gading gajah pada 2017. Keputusan tersebut mendapat pujian dari seluruh dunia. Kelompok konservasi kemudian ikut memperjuangkan langkah yang dilakukan Tiongkok untuk membantu mengurangi permintaan gading dan perburuan gajah Afrika.
Debbie Banks, Tiger Campaign Leader at the Enviromental Investigation Agency, mengatakan, pengumuman yang dipublikasikan pada Senin (29/10) lalu tersebut, mengacaukan sikap Tiongkok terhadap perlindungan satwa liar.
“Reputasi Tiongkok sebagai pemimpin di bidang konservasi saat ini sudah compang-camping,” kata Banks.
“Pengumuman tersebut benar-benar mengancam kehidupan harimau karena dapat meningkatkan permintaan untuk bagian tubuh mereka. Begitu pula dengan badak. Keputusan Tiongkok ini sangat kurang ajar karena mengabaikan opini global,” paparnya.
Source | : | Dina Fine Maron/National Geographic |
Penulis | : | Gita Laras Widyaningrum |
Editor | : | Gita Laras Widyaningrum |
KOMENTAR