Nationalgeographic.co.id—Sebuah kabar baik muncul: para ilmuwan telah mengonfirmasi penemuan kembali nokdiak moncong panjang Attenborough. Spesies ini sebelumnya dianggap telah punah selama lebih dari 60 tahun.
Mamalia purba bertelur ini ditemukan jauh di dalam hutan hujan Indonesia. Secara ilmiah, hewan ini dinamai sebagai Zaglossus attenboroughi, diambil dari nama naturalis legendaris Sir David Attenborough.
Nokdiak atau ekidna, yang dicirikan oleh rambut dan moncongnya yang runcing, sering disebut sebagai “fosil hidup” karena garis keturunannya yang kuno. Spesies ini diyakini berasal sekitar 200 juta tahun lalu pada masa dinosaurus.
Para peneliti telah memaparkan penemuan menakjubkan mereka tersebut di sebuah makalah yang terbit di jurnal NPJ Biodiversity pada 12 Mei 2025. Bukti fotografi keberadaan spesies hidup tersebut juga disertakan dalam makalah itu.
“Tidak tercatat selama 62 tahun, kami menyajikan bukti ilmiah pertama tentang kelangsungan hidupnya hingga saat ini,” tulis tim peneliti yang dipimpin oleh ilmuwan University of Oxford dalam makalah studi tersebut.
Menemukan nokdiak yang sulit ditangkap
Kabarnya, spesies ini tidak pernah tercatat selama lebih dari 60 tahun, dengan pengamatan terakhir berupa spesimen mati yang ditemukan di wilayah tersebut. Menurut BBC, spesimen ini disimpan di Ruang Harta Karun di Naturalis, sebuah museum sejarah alam di Belanda.
Pada tahun 2023, selama ekspedisi tim Oxford ke Pegunungan Cyclops yang terpencil di Papua, secercah harapan muncul. Pegunungan itu terletak 2.000 meter di atas permukaan laut.
Rekaman potensial nokdiak yang sulit ditangkap ini berhasil diambil. Rekaman ini adalah sebuah petunjuk bahwa "spesies yang hilang" itu mungkin masih ada di luar sana.
Berdasarkan penelitian, para peneliti menggunakan metode ilmiah modern, seperti kamera jebak. Selama bulan Juni dan Juli 2023, tim melakukan survei kamera jebak di Pegunungan Cyclops, memasang 73 kamera jebak di area seluas 7 kilometer persegi.
Kamera-kamera ini ditempatkan secara strategis di sepanjang jalur hewan, punggung bukit, dan tempat-tempat yang berpotensi menjadi "lubang penggalian" nokdiak, untuk memaksimalkan peluang deteksi. Lubang yang dimaksud adalah lubang yang dibuat nokdiak saat mencari invertebrata di bawah tanah.
Baca Juga: Peneliti BRIN Temukan Spesies Baru Katak Pohon Endemik Sulawesi
Penulis | : | Utomo Priyambodo |
Editor | : | Utomo Priyambodo |
KOMENTAR