Pejuang Lingkungan dan Keseriusan Terhadap Kelestarian Air di Bali

By Diky Wahyudi Lubis, Jumat, 9 November 2018 | 18:04 WIB
Bali dan kedekatan masyarakatnya dengan air. (tawatchaiprakobkit/Getty Images/iStockphoto)

Pejuang lingkungan kedua adalah Arief Rabik, spesialis bambu yang memiliki misi untuk menciptakan solusi berkelanjutan menggunakan bambu. Putra almarhum Linda Garland ini memanfaatkan pengetahuan kumulatif yang diteruskan dari orang tuanya dan lusinan ilmuwan yang telah membimbingnya untuk mendirikan 1.000 Program Desa Bambu. Program ini bertujuan untuk merebut kembali lahan terdegradasi dengan menciptakan sistem wanatani berbasis bambu.

Baca Juga : Untuk Kesekian Kalinya, Potongan Plastik Ditemukan di Tubuh Hewan Laut

Model uniknya telah diadaptasi oleh pemerintah, yang juga berjanji untuk mendukung program dan memperluasnya. Program Rabik pada akhirnya bertujuan untuk memberdayakan masyarakat untuk membuat bambu menjadi layak secara ekonomi dan menyita karbon positif.

Status "kesakralan" air terjalin erat dalam filsafat kosmologis Tri Hita Karana, yang menjunjung nilai harmoni dan keseimbangan. Tri berarti tiga, Hita berarti kemakmuran, dan Karana berarti alasan atau sebab.

Nilai-nilai Tri Hita Karana kemudian diusulkan oleh Indonesia untuk ekonomi APEC. Bahkan nilai-nilai ini digunakan sebagai pedoman untuk pembangunan berkelanjutan dalam kelompok yang memiliki ragam budaya. Menjaga keseimbangan air adalah tentang kewajiban dasar manusia untuk mencapai keseimbangan di lingkungan kita.