Usaha Pemberdayaan Masyarakat dan Perjalanan Inspiratif dalam Meningkatkan Kualitas Hidup

By National Geographic Indonesia, Senin, 19 November 2018 | 08:00 WIB
Kesenian Sisingaan. (Rahmad Azhar Hutomo)

Bank sampah tidak hanya berfungsi sebagai pengumpul sampah, tetapi juga sebagai “mesin uang” masyarakat yang aktif menabung sampah. Semakin sering menabung sampah, saldo dalam kartu anggota pun akan otomatis bertambah. Nantinya, pendapatan mereka dapat digunakan untuk membayar berbagai kegiatan di SARI. Mereka menciptakan istilah “membayar dengan sampah.”

Pengolahan sampah anorganik tidak kalah menarik. Mereka memroses sampah menjadi bahan bakar. Hasilnya? Motor gerobak sampah dan mesin pemotong rumput di sana dapat dioperasikan dari sampah.

Berbeda dengan BROERI, SARI memiliki program kreatif untuk memberdayakan masyarakat. Dangdeur English Club, Ngamumule Kasundaan (Kesenian Sisingaan dan Jaipong), Taman Baca Inspirasi, Pojok Inspirasi (kegiatan talkshow tokoh masyarakat yang menginspirasi), Bengkel Kreatif (pembuatan produk daur ulang seperti tas, kotak, karpet dari bungkus kopi atau tutup botol), Posbindu Lansia (Posyandu untuk lansia), dan Festival Rumah Inspirasi Subang.

Layaknya program lain yang bertujuan untuk memberdayakan masyarakat, Rumah Inspirasi Subang juga sempat mengalami berbagai hambatan. Denis, community development officer PT Pertamina Ep Asset 3 Subang Field mengungkapkan bahwa mengubah pola pikir masyarakat adalah hambatan tersulit bagi mereka. Meski begitu, tim Rumah Inspirasi Subang tidak patah semangat.

Baca Juga : Benarkah Piramida Dibangun dengan Bantuan Makhluk Asing? Temuan Terbaru Menjawabnya

Keteguhan hati pun mulai memperlihatkan hasil. Pada tahun 2017, Kabupaten Subang mendapatkan penghargaan Adipura. Mereka pun berhasil “memecah telur” yang selama 20 tahun ini utuh. Rumah Inspirasi Subang menjadi titik pantau penilaian Adipura 2017 dan kembali dijadikan titik pantau penilaian Adipura di tahun 2018.

Senang rasanya ketika kami berada di tempat yang memiliki semangat perubahan besar. Namun kami juga harus melanjutkan perjalanan menuju Indramayu untuk singgah di Desa Karanglayung. Desa ini adalah salah satu desa binaan PT Pertamina EP Asset 3 Jatibarang Field.

Walaupun memiliki potensi budi daya pertanian––termasuk perikanan dan peternakan, tetapi Desa Karanglayung memiliki masalah kualitas sumber daya manusia. Tingkat pendidikan masyarakat pun tergolong rendah. Hasil pemetaan sosial desa Karanglayung terkait pendidikan mereka pada tahun 2017, menunjukkan bahwa 32,88 % (1.439 jiwa) tidak tamat Sekolah Dasar dan 39% (1.707 jiwa) tamat Sekolah Dasar.

Siswa kelas empat DTA AT-TAUBAH (Rahmad Azhar Hutomo)

Menanggapi permasalahan ini, empat program pemberdayaan masyarakat pun lahir. Ternak domba dan sapi, Rumah Cerdas DTA AT-TAUBAH, pembenihan lele, dan olahan bonggol pisang menjadi jurus untuk mengubah nasib masyarakat di sana.

Kehadiran kami pun disambut dengan riuh suara anak-anak. Bukan karena tari-tarian, tetapi suara anak-anak yang sedang bersekolah inilah yang menyambut kami. Rupanya kegiatan belajar mengajar di Rumah Cerdas DTA AT-TAUBAH belum selesai. 175 peserta didik yang dibagi dalam 4 kelas pagi dan sore yang dilengkapi dengan perpustakaan mini, sebagian besar merupakan penduduk desa Karanglayung.

Berbeda dengan institusi pendidikan lain. Hampir seluruh siswa tidak diwajibkan untuk membayar iuran sekolah. Bukan tanpa alasan, sekitar 68% siswa berasal dari keluarga pra sejahtera. Bagi sekolah yang terpenting adalah anak tersebut mempunyai minat belajar.