Nationalgeographic.co.id - Teknologi terus berkembang untuk membuat hidup kita lebih mudah, lebih efisien, dan sering membuat kita lebik banyak duduk. Hal ini berakibat pada tubuh kita, terutama tulang.
Kehilangan kekuatan tulang adalah salah satu risiko dari kurangnya pergerakan tubuh yang paling jarang dibicarakan, tapi dapat dikatakan paling penting, mengingat satu dari tiga perempuan dan satu dari lima laki-laki mengalami osteoporosis. Ada hubungan langsung antara berkurangnya hormon estrogen setelah menopause dan perkembangan osteoporosis.
Tidak seperti dulu, masyarakat pada masa kini jarang bergerak aktif. Adanya sarana transportasi, penggunaan sepeda listrik yang lebih banyak dari sepeda manual, dan berbelanja kebutuhan rumah tangga secara daring yang dapat diantar ke rumah kita merupakan aktifitas yang jauh dari aktif bergerak. Terutama anak-anak masa kini yang keaktifannya berkurang–dengan permainan komputer menggantikan kegiatan bermain di luar rumah pada masa pertumbuhan yang sangat penting, pada saat latihan fisik (terutama melompat) dapat mengoptimalkan kekuatan tulang yang dapat meningkat lebih dari 5,5% dalam enam bulan.
Baca Juga : Percobaan Kudeta Terhadap Pemimpin ISIS Berlangsung dengan Sengit
Riset juga menunjukkan adanya “memori epigenetic”, yaitu memori yang mungkin akan diturunkan pada beberapa generasi ke bawah. Artinya gaya hidup kita sekarang ini dapat mempengaruhi gen-gen dari generasi selanjutnya. Jika gaya hidup kurang aktif bergerak ini berlanjut, manusia berisiko menjadi lebih lemah dan lebih tergantung terhadap berbagai layanan kesehatan yang ada.
Kata sains
Tulang kerangka manusia memiliki banyak peran: menunjang tubuh, menyediakan tempat melekatnya otot, tendon, dan ligamen yang memungkinkan tubuh untuk bergerak, dan menyimpan mineral seperti kalsium dan fosfor. Namun, ketika gerakan luar dan desakan dihilangkan, otot kita akan melemah, dan tulang menjadi lebih tipis, kepadatan tulang berkurang dan mengurangi fungsi dari tulang itu sendiri–yang dapat meningkatkan risiko osteoporosis dan patah tulang.
Sebagai contoh, beristirahat penuh di tempat tidur selama sebulan penuh dapat membuat tulang cortical pada kaki berkurang sekitar 3%. Di luar angkasa, astronot dapat kehilangan lebih dari 10% kekuatan tulang mereka dalam misi selama 120-180 hari. Hal ini disebabkan oleh tidak adanya stimulasi beban pada tulang kerangka di tempat yang minim gravitasi.
Berdasarkan riset yang sedang kami lakukan, kurangnya pergerakan tubuh adalah salah satu faktor risiko dari berkurangnya kekuatan tulang pada abad pertengahan. Berkurangnya aktivitas setelah pensiun, dan duduk begitu lama, menjadi faktor utama dalam hilangnya fungsi stimulasi tulang–sebagaimana kita membiarkan mesin dan robot mengambil alih pekerjaan yang dulunya biasa kita lakukan sendiri.
Di sisi lain, ketika tulang “dibebani” melalui berbagai gerakan, maka tulang akan merespons dengan menjadi lebih kuat. Hal ini dibuktikan oleh sejumlah studi intervensi latihan olahraga dan riset sebelumnya menunjukkan bahwa kekuatan tulang atlet lebih besar sekitar 20-30% sebagai hasil dari menjalankan berbagai kegiatan olahraga–seperti bola kaki, hoki, dan berlari–dibandingkan dengan yang bukan atlet.
Belajar seiring waktu
Analisis mengenai tulang selama lebih dari ratusan dan ribuan tahun lalu menunjukkan bahwa tulang kerangka kita saat ini lebih rapuh dari pada para leluhur kita, dan perbedaan itu semakin terlihat ketika manusia mulai bercocok tanam dan beternak.
Membedah Target Ambisius Mozambik Memaksimalkan Potensi 'Blue Carbon' Pesisirnya
Source | : | The Conversation Indonesia |
Penulis | : | National Geographic Indonesia |
Editor | : | Gregorius Bhisma Adinaya |
KOMENTAR