Nationalgeographic.co.id - Dari jarak yang sangat jauh, Galaksi Bima Sakti kita hanya terlihat seperti cakram tipis berbintang yang berotasi setiap beberapa ratus juta tahun pada porosnya. Ratusan miliar bintang memberikan kekuatan grativasi yang menahan mereka untuk tetap bersama.
Namun, kekuatan tarikan gravitasi lebih lemah di daerah cakram terluar galaksi. Di situ, awan hidrogen yang menempati sebagian besar cakram gas Bima Sakti tidak lagi berbentuk seperti dataran tipis. Tapi mereka berbentuk S, seperti membengkok.
Walau bentuk bengkok lapisan gas hidrogen Bima Sakti sudah diketahui selama puluhan tahun, dalam penelitian yang diterbitkan di Nature Astronomy, kami menemukan bahwa cakram yang berisi bintang-bintang besar dan muda di situ juga membengkok, dengan pola spiral yang semakin melengkung.
Kami berhasil memastikan penampilan yang membengkok ini setelah berhasil mengembangkan gambar tiga dimensi akurat pertama dari daerah paling jauh galaksi Bima Sakti.
Mencoba menentukan bentuk sebenarnya dari galaksi kita itu seperti berdiri di sebuah taman di Jakarta dan mencoba menggambarkan keseluruhan bentuk Indonesia. Galaksi Bima Sakti mengelilingi kita. Maka, untuk menentukan bentuk pastinya, kami perlu memetakan distribusi bintang dalam segala arah.
Walau hal tersebut tidak begitu sulit jika hanya melihat arah atas dan bawah bidang piringan bintang, hal tersebut menjadi lebih sulit di sepanjang daerah bidang Bima Sakti.
Selain bintang dan awan gas hidrogen di bidang Bima Sakti, penglihatan kita juga dihalangi oleh debu dalam jumlah besar. Material yang astronom sebut debu ini terbuat dari partikel karbon. Ini tidak terlalu berbeda dari abu yang terkumpul di rumah ketika, misalnya, Anda membakar sesuatu.
Debu dalam jumlah besar menghalangi penglihatan kita dari hal-hal yang berada di kejauhan, juga membuat cahaya terlihat lebih merah. Ini karena ukuran dari partikel karbon tersebut dekat dengan panjang gelombang cahaya biru. Hingga cahaya biru dapat diserap oleh debu tersebut sementara cahaya merah lolos dari debu dengan mudah.
Akan tetapi, debu tidak menjadi masalah satu-satunya dalam memetakan Bima Sakti. Sangat sulit untuk menentukan jarak dari Matahari ke bagian terluar cakram Bima Sakti tanpa mengetahui dengan pasti bagaimana bentuk cakram itu.
Salah satu peneliti dalam tim internasional saya—Xiaodian Chen dari National Astronomical Observatories (Chinese Academy of Sciences) di Beijing— mengkompilasi katalog baru yang berisi beragam bintang yang dikenal dengan bintang Cepheid klasik. Bintang-bintang ini bervariasi tingkat keterangannya sepanjang waktu.
Bintang-bintang ini merupakan salah satu capaian terbesar dalam astronomi: mereka dapat digunakan untuk menghitung jarak yang sangat akurat dengan angka ketidakpastian 3-5% saja. Angka tersebut adalah angka terbaik dalam astronomi, membuat kami dapat memperoleh peta paling akurat dari daerah terluar Milky Way saat ini.
Katalog baru kami berdasar dari observasi yang dibuat oleh Wide-field Infrared Survey Explorer (WISE buatan NASA, teleskop angkasa yang dilengkapi dengan kacamata inframerah, cocok untuk menembus debu mana pun dalam cakram Bima Sakti.
Source | : | The Conversation Indonesia |
Penulis | : | National Geographic Indonesia |
Editor | : | Gita Laras Widyaningrum |
KOMENTAR