Nationalgeographic.co.id - Baru-baru ini kami melakukan salah satu studi terbesar soal ambisi seseorang untuk meraih kesempurnaan atau yang biasa dikenal dengan perfeksionisme. Kami menemukan bahwa keinginan seseorang untuk menjadi serba sempurna selama 25 tahun terakhir telah meningkat secara substansial dan bahwa baik perempuan maupun laki-laki merasakan hal ini.
Kami juga menemukan bahwa mereka yang perfeksionis sering berjalannya waktu menjadi lebih perasa dan kurang teliti.
Orang yang perfeksionis berjuang keras untuk meraih kesempurnaan dan juga mengharapkan baik dirinya maupun orang lain untuk mengupayakannya. Biasanya orang-orang yang perfeksionis memiliki reaksi yang sangat negatif terhadap kesalahan. Mereka mengkritik diri mereka sendiri secara keras. Mereka punya keraguan terhadap kemampuan kinerja mereka sendiri. Dan mereka mempunyai perasaan kuat bahwa orang lain sangat kritis dan menuntut banyak dari mereka.
Baca Juga : Jakarta Menjadi Kota dengan Polusi Udara Terburuk di Asia Tenggara
Sebagai psikolog klinis di Departemen Psikologi dan Ilmu Saraf di Dalhousie University, Kanada dan dosen dalam metode penelitian di York St John University, Inggris, bersama-sama kami memiliki pengalaman luas dalam memahami, menilai, merawat dan mempelajari perfeksionisme.
Yang kami temukan sangat mengkhawatirkan.
Kami percaya ada kebutuhan mendesak untuk mengurangi pengaruh buruk dari praktik pengasuhan anak yang keras dan terlalu mengontrol dan dari pengaruh sosial budaya, seperti gambaran media yang tidak realistif, yang berkontribusi pada sifat perfeksionisme. Penanganan untuk para perfeksionis yang mengalami stres juga jelas diperlukan.
Kaum milenial sedang menderita
Untuk mendapatkan pemahaman yang lebih lengkap tentang perfeksionisme, kami melakukan meta-analisis dalam skala besar yang melibatkan 77 studi dan hampir 25.000 peserta. Sekitar dua pertiga dari peserta ini adalah perempuan dan banyak dari mereka adalah mahasiswa kulit putih dari negara-negara barat (seperti Kanada, Amerika Serikat dan Inggris). Usia peserta kami berkisar antara 15 hingga 49 tahun.
Kami mendapati anak muda hari ini lebih perfeksionis daripada sebelumnya. Kami menemukan bahwa perfeksionisme telah meningkat secara substansial sejak tahun 1990. Artinya, kaum milenial saat ini lebih perfeksionis dibanding generasi sebelumnya. Ini kesimpulan yang merefleksikan penelitian-penelitian sebelumnya.
Penyebab perfeksionisme sangat kompleks. Perfeksionisme meningkat akibat semakin kompetitifnya dunia saat ini, di mana peringkat dan kinerja diperhitungkan secara berlebihan lalu keberhasilan individu sangat diutamakan.
Orang tua yang sangat mengontrol anak-anak mereka, juga turut mendorong sikap perfeksionisme dalam anak mereka. Dengan banyaknya postingan di media sosial yang menampilkan kehidupan “sempurna” yang tidak realistis dan iklan yang menggugah yang menggambarkan standar kesempurnaan yang tidak dapat dicapai, kaum milenial kini dikelilingi terlalu banyak tolak ukur untuk mengukur keberhasilan dan kegagalan mereka. Bersaing dengan tetangga tidak pernah sesulit ini.
Source | : | The Conversation Indonesia |
Penulis | : | National Geographic Indonesia |
Editor | : | Gregorius Bhisma Adinaya |
KOMENTAR