Nationalgeographic.co.id – Seekor zebra dengan bulu dan kulit pirang, terlihat di Taman Nasional Serengeti, Afrika. Penemuan langka ini menunjukkan bahwa zebra berwarna terang dapat bertahan hidup dengan baik di alam liar.
Sergio Pitamitz, fotografer National Geographic, sedang berada di Tanzania dengan harapan dapat mengambil gambar zebra-zebra yang sedang bermigrasi. Namun, pemandangan unik justru tertangkap kameranya ketika seekor zebra berwarna pirang melangkah untuk mencari minum dari kubangan terdekat.
“Awalnya, saya kira itu zebra yang kulitnya tertutup debu,” kata Pitamitz. Namun, saat menyadari bahwa ‘debu’ tidak hilang ketika terkena air, ia pun tahu bahwa memang itu warna kulit asli si zebra.
Baca Juga : Gara-gara Zat Langka Ini Status Landak di Asia Tenggara Terancam Punah
Tampaknya zebra tersebut memiliki albinisme parsial, sebuah kondisi genetik akibat kurangnya melanin (pigmen gelap yang berada pada rambut, kulit, dan bulu spesies). Albinisme sendiri juga diketahui terjadi pada beberapa hewan, mulai dari orangutan hingga penguin.
Kebalikan dari albinisme, melanisme merupakan kondisi kelebihan pigmen gelap. Sering terjadi pada spesies kucing besar.
Pada zebra di alam liar, kasus albinisme sangat langka. Dari yang pernah dilaporkan, kondisi tersebut hanya terjadi pada zebra di penangkaran. Oleh sebab itu, para peneliti tidak yakin bahwa zebra albino berhasil bertahan hidup di alam liar.
Baca Juga : Seekor Paus Hamil Ditemukan Mati Terdampar dengan Perut Penuh Plastik
Selama ini diketahui bahwa kulit belang zebra bermanfaat untuk kamuflase, menjaganya dari udara dingin, serta mencegah gigitan serangga pengisap darah yang banyak ditemui di tempat tinggal mereka di Afrika.
Namun, adanya foto tersebut bisa menjadi bukti bahwa albinisme sebenarnya dapat terjadi pada zebra di alam liar dan mereka mampu bertahan hidup meski tanpa belang hitam-putih.
Sebenarnya ada tiga jenis zebra–zebra dataran, zebra gunung, dan zebra Grevy–dan ketiganya memiliki ciri yang berbeda. Ada kemungkinan mereka memiliki evolusi belangnya secara mandiri.
Source | : | National Geographic,IFL Science |
Penulis | : | Gita Laras Widyaningrum |
Editor | : | Gita Laras Widyaningrum |
KOMENTAR