Nationalgeographic.co.id - Survei terbaru Asosiasi Psikiatri Amerika (American Psychiatric Association) menyebutkan bahwa lebih dari sepertiga orang dewasa di negara tersebut memandang media sosial berbahaya bagi kesehatan mental mereka.
Hanya 5% yang memandang media sosial memiliki dampak positif bagi kesehatan mental, sementara 45 persen menyebutkan media sosial memiliki efek positif dan negatif.
Survei tersebut mengungkapkan dua pertiga responden meyakini bahwa penggunaan media sosial terkait dengan isolasi sosial dan rasa kesepian. Selain itu, banyak penelitian yang mengaitkan penggunaan media sosial dengan depresi,rasa iri,penurunan kepercayaan diri, dan kecemasan sosial.
Sebagai psikolog yang mempelajari bahaya interaksi online dan mengamati efek penggunaan media sosial (yang salah) pada kehidupan klien saya, berikut enam saran untuk mengurangi bahaya media sosial terhadap kesehatan mental.
Menggunakan media sosial dapat mempengaruhi komunikasi langsung dengan orang lain. Dengan mematikan notifikasi media sosial atau menyalakan mode pesawat pada waktu tertentu setiap harinya, Anda bisa berhubungan lebih baik dengan orang lain. Misalnya, tidak mengecek media sosial saat makan bersama keluarga dan teman, saat bermain dengan anak, hingga saat berbicara dengan pasangan. Hindari media sosial agar tidak menganggu pekerjaan atau mengalihkan percakapan dengan kolega. Saran khusus, jangan simpan ponsel atau komputer di kamar tidur, karena akan mengganggu tidur Anda.
Beberapa penelitian menunjukkan bahwa ‘detoksifikasi’ media sosial atau ‘jeda’ selama lima hari hingga seminggu dari Facebook dapat menurunkan level stres dan meningkatkan kepuasan hidup. Jadi, mulailah jadwalkan jeda harian dari media sosial selama beberapa hari.
Pengurangan tidak harus ekstrem yang menyebabkan Anda menjadi tidak nyaman karena tidak bisa mengakses media sosial, misalnya menggunakan Facebook, Instagram, dan Snapchat selama 10 menit sehari selama tiga minggu dapat menyebabkankesepian dan depresi yang lebih rendah. Awalnya mungkin akan sulit dilakukan, namun Anda bisa meminta dukungan dari keluarga dan teman dengan mengatakan sedang ‘detoksifikasi’ media sosial. Hal lain yang bisa dilakukan adalah menghapus aplikasi media sosial favorit Anda.
Coba gunakan platform online favorit Anda pada waktu dan durasi yang berbeda dalam sehari untuk melihat bagaimana perasaan Anda saat itu dan setelahnya. Anda mungkin menemukan bahwa menggunakan media sosial dengan waktu yang singkat akan membantu Anda merasa lebih baik ketimbang menghabiskan waktu 45 menit untuk menelusuri seluruh feed situs secara mendalam.
Jika Anda merasa menghabiskan energi mengakses Facebook setiap tengah malam yang berujung kepada timbulnya rasa buruk tentang diri sendiri, sebaiknya tidak membuka laman tersebut setelah pukul 10 malam.
Perlu diketahui bahwa orang-orang yang pasif menggunakan media sosial, sekadar melihat unggahan milik orang lain, merasa lebih buruk daripada orang yang aktif menggunakan media sosial, mengunggah tentang diri sendiri dan berinteraksi dengan orang lain di dunia maya. Lebih baik memfokuskan interaksi online dengan orang yang Anda kenal secara offline.
Apabila membuka Twitter telah menjadi hal pertama yang dilakukan pada pagi hari, apakah itu karena ingin mengetahui berita terkini atau hanya kebiasaan sebagai pelarian dalam menghadapi hari baru? Apakah Anda justru memilih melihat unggahan di Instagram ketimbang mengerjakan tugas yang sulit di tempat kerja? Jawablah pertanyaan ini secara jujur kepada diri sendiri. Ketika meraih telepon (atau komputer) untuk memeriksa media sosial, jawablah pertanyaan ini: mengapa saya melakukan ini sekarang? Putuskan apakah hal tersebut memang yang harus Anda lakukan.
Seiring waktu, banyak orang atau organisasi yang Anda ikuti di media sosial. Beberapa konten menarik untuk dilihat, namun ada banyak yang akan membosankan, menjengkelkan, menyebalkan atau bisa lebih buruk lagi. Ini waktu yang tepat untuk berhenti mengikuti (unfollow), membisukan (mute), atau menyembunyikan kontak Anda (hide). Mereka tidak akan menyadari apabila Anda melakukan ‘pangkas’ media sosial. Hasilnya, hidup Anda akan menjadi lebih baik.
Hal ini diungkapkan dalam penelitian terbaru tentang informasi kehidupan teman-teman Facebook bisa mempengaruhi orang lebih negatif dibandingkan konten lainnya di Facebook. Sementara, konten yang dipenuhi dengan kisah-kisah inspiratif justru menimbulkan perasaan bersyukur, vitalitas, dan kekaguman. Memangkas beberapa “teman” dan menambah beberapa situs yang memotivasi atau lucu cenderung mengurangi efek negatif dari media sosial.
Menggunakan Facebook untuk mengetahui kabar sepupu Anda yang baru saja melahirkan adalah hal yang baik, namun jangan menunda kunjungan setelah berbulan-bulan lamanya. Kicauan di Twitter dengan kolega bisa menarik dan menyenangkan, asalkan interaksi tersebut tidak menggantikan komunikasi langsung dengan mereka.
Saat digunakan dengan penuh kesadaran dan pertimbangan, media sosial merupakan alat tambahan yang berguna bagi kehidupan sosial Anda. Namun, hanya orang yang sedang duduk di hadapan Anda yang dapat memenuhi kebutuhan dasar manusia untuk rasa keterhubungan dan keberadaan diri.
Source | : | The Conversation Indonesia |
Penulis | : | National Geographic Indonesia |
Editor | : | Gita Laras Widyaningrum |
KOMENTAR