Nationalgeographic.co.id— “Kami menjumpai laut yang tidak lucu,” ungkap Ida Pfieffer dalam catatan perjalannya di Borneo pada Januari 1852. “Dia mengirimkan ombak yang menyapu kami, sehingga separuh perahu terisi air.”
Setelah berjuang beberapa jam, akhirnya mereka mendapatkan aliran sungai yang tenang. Ida, pelancong asal Austria, bersama seorang pemandu Melayu, meninggalkan Kuching menuju kawasan Iban dengan berperahu menyusuri Sungai Batang Lupar, Sarawak.
Tujuan pertama mereka adalah sebuah benteng di Skrang, yang lokasinya sembilan jam dari tempat mereka berada saat itu.
Komandan Alan Lee, menyambut kedatangan mereka. Dalam catatannya, Ida berkisah, benteng itu terbuat dari kayu dan berdinding pagar dari tanah. Ada sekitar 30 orang pribumi yang menjadi serdadu.
“Namun, perhiasan paling mewah adalah kalung dan gelang tangan dari gigi manusia.”
Kedatangan Ida menjadi tontontan lantaran bagi warga pedalaman Borneo, tampaknya dia merupakan sosok aneh bagi mereka. Dialah perempuan kulit putih pertama yang mereka lihat. Pada kenyataannya memang demikian, Ida Pfeiffer memang perempuan Eropa pertama yang menjelajahi pedalaman hutan Borneo, sekitar tiga dekade sebelum penjelajah asal Norwegia, Carl Bock.
Hari berikutnya Ida mengunjungi perkampungan Dayak bersama Komandan Lee.
“Saya menjumpai pondokan besar, panjangnya sekitar 60 meter. Ada sejumlah barang tersebar melimpah di dalamnya,” ungkapnya. “Saya berminat membelinya apabila ada diantara mereka yang menjualnya.” Ida menyaksikan ragam barang: Kain katun, bahan-bahan dari kulit pohon, anyaman tikar, anyaman keranjang, hingga parang dan peralatan logam lainnya.
Baca juga: Kengerian Pelancong Perempuan Pertama di Batak pada Abad ke-19
Penulis | : | Mahandis Yoanata Thamrin |
Editor | : | Mahandis Yoanata Thamrin |
KOMENTAR