Nationalgeographic.co.id – Jerapah, hewan yang tingginya bisa mencapai lima meter, memiliki keunikan tersendiri. Contohnya, sang induk mengandung bayi jerapah selama 15 bulan. Masa kehamilan yang panjang tersebut dapat menguatkan betis bayi jerapah dapat berkembang maksimal sebelum dilahirkan.
Ketika baru dilahirkan, berat anak jerapah mencapai 99 kilogram dengan tinggi 1,8 meter. Biasanya anak jerapah akan langsung berdiri selama 30 menit setelah dilahirkan.
Menurut Dr. Jean-Marie Graic, ahli saraf dari University of Padova mengatakan bahwa bayi jerapah pada dasarnya adalah orang dewasa mini.
“Sistem saraf mereka sudah sangat siap ketika lahir, perbandingannya seperti anak manusia berusia satu tahun yang siap berjalan,” ujarnya, dikutip dari Kompas.com.
Baca Juga: Black Panther yang Langka Kembali Ditemukan di Sri Lanka
Graic menambahkan, saluran kortikospinalis otak jerapah diciptakan untuk siap memerintahkan otot-otot agar bisa langsung digunakan. Kemampuan untuk segera menguatkan otot- otot tubuh jerapah sangatlah penting bagi mereka, mengingat jerapah merupakan mangsa yang empuk bagi para predator tingkat atas.
Hal yang sama juga disampaikan oleh pendiri Giraffe Conservation Foundation, Stephanie Fennessy. Menurutnya, kematian bayi jerapah yang baru lahir bisa mencapai 50 persen atau lebih di wilayah dengan kepadatan predator.
Oleh sebab itu, sangat penting bagi bayi jerapah untuk segera beradaptasi dan bisa berlari demi menghindari pemangsa. Mereka bisa berlari sangat cepat dengan kecepatan sekitar 56km per jam.
Baca Juga: Populasi Badak Sumatra Semakin Menurun, Ini Faktor Penyebabnya
Selain predator, bayi jerapah juga harus berhati-hati terhadap pemburu liar yang mencoba mengincari kepala dan ekor mereka. Kepala jerapah biasanya digunakan sebagai piala dan ekornya digunakan untuk simbol di beberapa komunitas.
Semakin tahun populasi jerapah semakin menurun akibat adanya penyakit dan juga habitat mereka yang terpecah.
Pada tahun 2016 lalu, jerapah sempat memasuki daftar hewan rentan punah dari International Union for the Conversation of Nature (IUCN).
Masa Depan Pengolahan Sampah Elektronik Ada di Tangan Negara-negara Terbelakang?
Source | : | Kompas.com |
Penulis | : | Silvia Triyanti Luis |
Editor | : | Gita Laras Widyaningrum |
KOMENTAR