Nationalgeographic.co.id - Pernahkah Anda mendirikan istana pasir atau menguburkan setengah badan Anda di dalam pasir? Mungkin sangat menyenangkan jika berlibur ke pantai berpasir dan melakukan hal-hal menyenangkan tersebut.
Namun sayangnya, penelitian memprediksi bahwa pada tahun 2100, sekitar setengah dari keseluruhan pasir di dunia akan lenyap. Peristiwa ini disebabkan karena perubahan iklim dan kenaikan permukaan air laut.
Studi yang dipublikasikan pada jurnal Nature Climate Change menyebutkan, peristiwa ini tidak bisa dihindari meski manusia berusaha mengurangi polusi yang memicu perubahan iklim.
“Sebagian besar garis pantai berpasir di dunia sudah terkikis. Situasinya semakin diperburuk oleh perubahan iklim,” ungkap Michalis I Vousdoukas, penulis jurnal tersebut sekaligus peneliti dari European Commission’s Joint Research Centre.
Baca Juga: Akibat Gletser yang Mencair, Pulau Baru Ditemukan di Antartika
Vousdoukas dan tim penelitiannya, menduga, beberapa negara belum memiliki, atau tidak bisa menyusun rencana mitigasi untuk menghadapi fenomena ini.
Penelitian tersebut mengatakan bahwa negara yang akan terdampak paling parah adalah Australia, diikuti oleh Meksiko, Tiongkok, Rusia, Argentina, India, dan Brazil.
“Sebagian besar garis pantai yang terancam ada di daerah yang padat penduduk. Oleh sebab itu, perlu ditekankan kebutuhan untuk membangun dan menerapkan langkah-langkah yang adaptif dan efektif,” tulisnya.
Baca Juga: Studi: Kecepatan Arus Laut Makin Tinggi Akibat Perubahan Iklim
Vousdoukas dan rekan-rekannya menghitung percepatan erosi yang menyebabkan hilangnya pasir pantai di masa depan, menggunakan dekade pencitraan satelit yang ada sejak 1984.
“Sekitar seperempat dan setengah dari pantai berpasir di Inggris akan lenyap sebanyak 100 meter selama abad berikutnya, tergantung pada seberapa cepat lapisan es kutub mencair,” katanya.
Ia menyebutkan, es dari Antartika dan Greenland yang mencair, sama-sama memiliki skenario perubahan iklim yang membantu meningkatkan ketinggian permukaan laut global.
Source | : | Science Alert |
Penulis | : | Afkar Aristoteles Mukhaer |
Editor | : | Gita Laras Widyaningrum |
KOMENTAR