Nationalgeographic.co.id - Saat planet semakin menghangat, ribuan spesies akan kesulitan untuk beradaptasi. Mereka akan menumpuk dalam sebuah wilayah, kemudian mati bersama-sama.
Satu kelompok spesies sudah merasakan dampak pemanasan global dan kemungkinan mereka tidak akan bertahan. Penelitian terbaru yang dipresentasikan pada 2020 Ocean Sciences Meeting, memprediksi bahwa habitat terumbu karang kemungkinan akan punah pada 2100.
Penyebab utamanya, menurut para peneliti, adalah perairan yang semakin menghangat dan pengasaman laut--keduanya merupakan hasil perubahan iklim yang disebabkan manusia.
Mereka mengatakan, dalam dua dekade mendatang, kita bisa kehilangan 70-90 persen terumbu karang di dunia, sebuah statistik yang sangat mengkhawatirkan.
Baca Juga: Dampak Krisis Iklim: Mengganggu Pembangkit Listrik Indonesia
Tim dibalik penelitian terbaru ini awalnya ingin mengetahui proyek restorasi terumbu karang di mana saja yang menunjukkan keberhasilan. Restorasinya melibatkan penumbuhan karang di laboratorium, kemudian memindahkannya ke lautan di mana mereka dapat berkembang dan bertahan hidup.
Menempatkan karang muda ke terumbu karang yang sedang 'kesulitan' dapat membantu mereka pulih ke keadaan semula.
Namun, bagaimana pun juga, ketika para peneliti mencoba memetakan wilayah mana yang pas untuk melakukan hal tersebut, mereka menemukan hasil yang muram. Di akhir abad, diperkirakan tidak ada lagi habitat karang yang bisa dilestarikan.
"Pada 2100, hasilnya sangat suram," kata Renee Setter, biogeografer dari University of Hawaii Manoa, dalam sebuah pernyataan.
Timnya menemukan fakta bahwa pada 2045, sebagian besar wilayah laut di mana terumbu karang tinggal, tidak akan cocok lagi untuk direstorasi. Pada 2100, hanya beberapa area yang bisa menjadi pilihan, seperti Baja California dan Laut Merah.
"Berusaha membersihkan pantai dan mengatasi polusi merupakan aksi yang menakjubkan. Kita perlu melanjutkan hal ini," ungkap Setter.
"Pada akhirnya, melawan perubahan iklim merupakan hal yang sangat kita butuhkan untuk melindungi terumbu karang," imbuhnya.
Source | : | IFL Science |
Penulis | : | Gita Laras Widyaningrum |
Editor | : | Gita Laras Widyaningrum |
KOMENTAR