Nationalgeographic.co.id - Dari 198.543 kasus COVID-19 di seluruh dunia, diketahui bahwa 82.779 di antaranya telah sembuh. Ini memberikan harapan baru bagi kita. Meski begitu, pertanyaan baru muncul lagi setelahnya: apakah seseorang dapat terinfeksi untuk kedua kalinya?
Dilansir dari Guardian, kepala penasihat ilmiah pemerintah Inggris, Patrick Vallance dan kepala penasihat medis Perdana Menteri Inggris Boris Johnson, Prof. Chris Whitty, berusaha meyakinkan masyarakat bahwa mereka yang pernah terkena virus akan “mengembangkan kekebalan dan jarang mendapatkan penyakit menular lagi.”
Namun, seorang pria Jepang telah positif terinfeksi coronavirus untuk kedua kalinya, dua minggu pasca ia pulih dari infeksi tersebut.
Pria yang berusia 70-an tahun itu awalnya terinfeksi saat berada di atas kapal pesiar Diamond Princess pada Februari lalu. Menurut media setempat, ia dirawat di fasilitas medis di Tokyo dan kembali ke rumahnya setelah tes COVID-19 kembali negatif. Namun, tidak lama setelah itu, ia jatuh sakit dengan demam dan suhu 39 °C, serta didiagnosis positif COVID-19 lagi.
Baca Juga: Panduan Sejumlah Ahli Mengenai Bagaimana Menjaga Jarak Sosial
Profesor Mark Harris, ahli virologi di University of Leeds, mengatakan: "Laporan mengenai pasien yang sudah dites negatif kemudian positif kembali, jelas menjadi perhatian."
“Tidak mungkin bahwa mereka akan terinfeksi kembali setelah virus itu bersih, sebab tubuh mereka kemungkinan besar akan meningkatkan kekebalan terhadap virus yang akan mencegah infeksi ulang tersebut," imbuhnya.
Meski begitu, ada beberapa bukti dalam literatur ilmiah terkait infeksi virus corona yang terjadi secara terus menerus (terutama pada kelelawar). Virus tersebut bersifat biphasic, yang mana ia sepenuhnya sudah hilang sebelum kembali menginfeksi.
Mengenai kasus di Jepang, Vallance menjawab bahwa beberapa orang memang dapat mengidap penyakit menular untuk kedua kalinya, tetapi itu jarang terjadi. Tidak ada bukti yang menunjukkan bahwa itu akan terjadi dengan coronavirus baru, tambahnya. Whitty menjelaskan bahwa jika tidak ada kekebalan jangka panjang, biasanya ada beberapa kekebalan yang sifatnya jangka pendek.
Baca Juga: Takut dengan Virus Corona, Pria Ini Kembalikan Peninggalan Romawi yang Dicurinya
Jon Cohen, profesor emeritus penyakit menular di Brighton and Sussex Medical School, mengatakan: "Jawabannya adalah kita belum tahu (tentang infeksi ulang) karena kita belum memiliki tes antibodi untuk infeksi, meskipun kami akan punya segera.”
"Namun, berdasarkan infeksi virus lain, sangat mungkin begitu seseorang terinfeksi, mereka umumnya akan kebal dan tidak akan mendapatkannya lagi," pungkasnya.
Source | : | berbagai sumber |
Penulis | : | Daniel Kurniawan |
Editor | : | Gita Laras Widyaningrum |
KOMENTAR