Baca Juga: 'Wonderchicken', Fosil Burung Modern Paling Awal yang Pernah Ditemukan
Nationalgeographic.co.id - Manusia pada zaman es telah melakukan banyak interaksi dengan mamut, seperti untuk diburu untuk dijadikan makanan atau mantel penahan suhu dingin.
Baru-baru ini, para arkeolog dari University of Exeter menemukan fakta lain mengenai 'pemanfaatan' mamut oleh manusia zaman es di Rusia. Dalam jurnal yang dipublikasikan pada Selasa (17/3/2020), arkeolog mengatakan bahwa mereka telah menemukan puing ‘rumah’ yang terbuat dari tulang belulang 60 ekor mamut, yang kira-kira berasal dari 20 ribu tahun lalu.
“Semua bagian tubuh mamut ada di sini, dari tulang yang sangat besar seperti tengkorak dan tulang kaki, hingga yang lebih kecil seperti tulang belakang,” kata Alexander Pryor, pemimpin penelitian ini, dilansir dari Live Science.
Puing tersebut berbentuk lingkaran, sehingga para peneliti kadang menyebutnya sebagai ‘lingkaran tulang’ zaman es. Pryor menyampaikan bahwa terdapat 70 ‘lingkaran tulang’ lainnya di sekitar 25 situs di Ukraina dan Rusia yang sudah diketahui para arkeolog. Meski begitu, yang dilaporkan saat ini adalah yang tertua dari semua catatan.
Lokasi puing ‘rumah kuno’ ini berada di situs arkeologi Kostenki 11 yang berjarak sekitar 560 kilometer dari Moskow. Pertama kali ditemukan oleh Alexander Dudin, direktur Kostenki Museum-Preserve di Voronezh, Rusia.
“Di Kostenki 11, kita dapat membayangkan cincin tulang mamut bertumpuk satu sama lain. Beberapa tulang masih tergabung--menunjukkan bahwa mereka setidaknya masih memiliki daging ketika ditumpuk,” kata Pryor
Ia menambahkan, di situs lain kemungkinan ada tiang kayu yang digunakan untuk mendirikan atap yang terbuat dari kulit binatang. Namun, untuk situs Kostenki 11, belum ditemukan bukti keberadaan atap tersebut.
Lusinan mamut ini diperkirakan merupakan hasil buruan, sebagaimana dibuktikan dengan penemuan lembing yang tertanam di tulang rusuk mamut pada lokasi yang berbeda, Polandia.
Meskipun diduga sebagai ‘rumah’ kuno zaman es, para peneliti juga menganalisis bahwa kumpulan tulang-tulang ini dijadikan perapian. Pryor menganalisisnya dari sisa-sisa pohon yang mudah terbakar api. Bisa jadi orang zaman es menggunakan tulang sebagai penyulut api karena lebih terang dan menghangatkan.
Source | : | Live Science |
Penulis | : | Afkar Aristoteles Mukhaer |
Editor | : | Gita Laras Widyaningrum |
KOMENTAR