Nationalgeographic.co.id - Penetasan penyu di Brasil pada tahun ini memiliki lebih sedikit penonton daripada tahun-tahun sebelumnya. Berdasarkan pernyataan oleh Balai Kota Paulista di situs resminya, lebih dari 200 penyu sisik yang terancam punah dan hampir 90 penyu hijau lahir bulan ini di sebuah pantai di Paulista, Pernambuco, Brasil.
Gelombang penetasan pertama disaksikan oleh kerumunan besar penonton yang terdiri dari warga setempat dan pengunjung pada Sabtu, 14 Maret lalu. Namun, gelombang kedua pada akhir pekan berikutnya, cenderung lebih sepi.
Ini karena pemerintah Brasil telah menerapkan kebijakan social distancing atau pembatasan sosial untuk menahan penyebaran COVID-19. Peristiwa tersebut hanya diamati oleh beberapa peneliti dari Urban Sustainability Center setempat.
Baca Juga: Studi Ungkap Mamalia Liar Betina Hidup Lebih Lama Dibanding Pejantan
Herbert Andrade, manajer lingkungan di Paulista, mengatakan: "Karena adanya social distancing dalam pencegahan virus corona, masyarakat tidak dapat menyaksikan kelahiran tersebut".
Kemungkin akan ada lebih banyak lagi penetasan ke depannya. Pihak berwenang setempat mengatakan bahwa masih ada sejumlah sarang yang tersisa di pantai, yang diperkirakan akan menetas pada April.
Baca Juga: Suhu Ekstrem Tak Menghalangi Organisme Ini Berkembang Biak di Antartika
Penyu sisik (Eretmochelys imbricata) dianggap sebagai spesies yang terancam punah berdasarkan Daftar Merah IUCN. Ancaman utama mereka adalah manusia, bisa dalam bentuk penangkapan dan perburuan atau perusakan habitat dari pembangunan infrastruktur dan pengunjung yang merusak kondisi pantai.
Dikenal karena cangkangnya yang warna-warni dan paruhnya yang tajam, spesies ini memiliki jangkauan luas di seluruh dunia, tapi mereka paling betah hidup di terumbu tropis seperti di Samudra Hindia, Pasifik, dan Atlantik. Penetasan spesies ini lebih kecil dari telapak tangan dan dapat tumbuh hingga satu meter panjangnya.
Penyu sisik juga memiliki biofluorescent, yakni kemampuan dalam menyerap cahaya dan mengubahnya menjadi warna yang berbeda. Ia diketahui merupakan reptil pertama yang memiliki sifat ini.
Source | : | IFL Science |
Penulis | : | Aditya Driantama H |
Editor | : | Gita Laras Widyaningrum |
KOMENTAR