Nationalgeographic.co.id - Selama berkegiatan di rumah karena wabah COVID-19, banyak sekali pekerjaan yang dapat dilakukan dengan jarak jauh, seperti kuliah, rapat dan konferensi daring. Zoom, salah satu aplikasi penyedia video call, kini marak dipakai masyarakat umum untuk terus berkomunikasi meskipun dari rumah mereka.
Meski begitu, baru-baru ini Zoom diragukan oleh sejumlah pihak mengenai keamanan siber privasinya yang tak memiliki enkripsi end-to-end. Meskipun berdasarkan websitenya dikatakan bahwa Zoom memiliki enkripsi tersebut.
Hal ini dibuktikan dengan pernyataan pernyataan pihak Zoom, sebagaimana dilansir dari The Intercept, “Saat ini, tidak mungkin untuk mengaktifkan enkripsi E2E untuk pertemuan video Zoom. Pertemuan video Zoom menggunakan kombinasi TCP (Transmission Control Protocol) dan UDP (User Datagram Protocol). Koneksi TCP dibuat menggunakan TLS (Transport Layer Protocol) dan koneksi UDP dienkripsi dengan AES (Advanced Encryption Standard) menggunakan kunci yang dinegosiasikan melalui koneksi TLS," paparnya.
Baca Juga: Tes Darah Terbaru Kini Bisa Mendeteksi Lebih Dari 50 Jenis Kanker
TLS sendiri adalah enkripsi yang digunakan untuk mengamankan website seperti HTTPS atau Hypertext Transfer Protocol Secure pada bagian URL yang akan Anda kunjungi. HTTPS umumnya dijumpai di website yang memerlukan login pengguna, seperti Facebook dan Gmail.
Meskipun TLS dapat menjaga komunikasi tetap aman dari ‘mata-mata’, tapi teknologi ini tidak sehebat enkripsi end-to-end yang membuat komunikasi tidak dapat diretas.
Zoom sendiri menyatakan untuk melindungi privasi penggunanya dengan sangat serius. Mereka menyampaikan kepada The Intercept bahwa Zoom hanya mengumpulkan data dari individu yang menggunakan platform sesuai kebutuhan untuk memastikan pesan disampaikan sefektif mungkin.
Dat yang dikumpulkan oleh Zoom sendiri adalah alamat IP pengguna, detail OS yang dipakai, dan detail perangkat.
“Yang penting, Zoom tidak menarik mengulik data pengguna atau menjualnya kepada siapa pun,” klaim Zoom.
Lantas apakah Zoom bisa diserang hacker?
Selintas, hampir semua aplikasi dan layanan daring sangat rentan mendapatkan serangan seperti phising dan penyusup yang masuk dalam percakapan. Sifat terbuka Zoom dinilai beberapa pihak sangat rentan terhadap jenis sabotase lainnya.
Baca Juga: Ilmuwan Kembangkan AI yang Dapat Menerjemahkan Isi Otak Menjadi Teks
Dikenal pula istilah penyebutan “Zoom-bombing”, di mana orang asing bergabung dalam percakapan dan membajaknya dengan menyiarkan tayangan vulgar, dan meneriakan kata-kata kotor, dan ancaman pada peserta konferensi yang berlangsung.
Spesialis keamanan siber Jake Moore, dari perusahaan antivirus ESET, merekomendasikan penggunaan platform video enkripsi end-to-end lainnya untuk memastikan privasi.
"Untuk pertemuan bisnis sosial dan ringan mereka baik-baik saja selama pengguna menyadari data apa yang dibagikan oleh Zoom kepada pihak ketiga," katanya, dikutip dari Independent. "Saya pasti tidak akan merekomendasikan menggunakan perangkat lunak gratis untuk pertemuan sensitif atau pribadi."
Namun, jika ingin menggunakan Zoom secara aman tanpa serangan Zoom-bombing, sebaiknya Anda sebagai pengguna tidak membagikan tautan pertemuan di sosial media lain maupun website yang bersifat publik, dan sebaiknya mengaktifkan fitur password agar tidak sembarang orang bisa masuk dalam percakapan.
Source | : | independent,theverge.com,tirto.id |
Penulis | : | 1 |
Editor | : | Gita Laras Widyaningrum |
KOMENTAR