Nationalgeographic.co.id - Taman Nasional Gunung Leuser (TNGL) menurut Surat Keputusan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan RI pada 2014 memiliki luas sebesar 625.115 hektar yang meliputi 5 kabupaten di Provinsi Aceh dan Sumatera Utara.
Hutan ini menjadi habitat bagi flora dan fauna yang dilindungi seperti bunga raflesia, anggrek sepatu, orangutan, badak sumatera, harimau sumatera, dan siamang. Namun, hingga 2019, taman nasional tersebut kehilangan 34.277 hektar luas hutannya.
Melansir dari Mongabay, fenomena pengurangan luas hutan di TNGL disebabkan oleh penebangan liar oleh masyarakat sekitar--baik untuk pembalakan kayu maupun untuk perkebunan.
Baca Juga: Sembuhkan Lingkungan Laut, Para Ilmuwan Punya Rencana Dalam 30 Tahun
Fenomena ini tambah berisiko ketika musim kemarau tiba, saat pemilik perkebunan mengalami kekurangan air. Hal tersebut akan mengakibatkan masyarakat di sekitar TNGL menjadikan kebun ilegal, sebagaimana yang terjadi di Kabupaten Gayo Lues dan Kabupaten Aceh Tenggara.
“Hal yang sering terjadi, saat ada masyarakat membuka lahan, mereka tidak dilarang atau ditindak. Namun, saat masyarakat mulai menanam atau hampir panen, baru ada penertiban yang tentunya menimbulkan perlawanan,” terang Samsul bahri, warga Kutacane yang bekerja sebagai petani perkebunan.
Pihak Balai Besar Taman Nasional Gunung Leuser (BBTNGL), Sudiro, mengatakan bahwa kegiatan pembalakan hutan ilegal sering terjadi, tapi petugas BBTNGL juga beberapa kali melakukan penertiban.
Sudiro mengakui bahwa maraknya pembalakan liar disebabkan kurangnya kesadaran masyarakat terhadap pentingnya hutan TNGL.
“Kurangnya pemahaman masyarakat menjadi penyebab terjadinya kegiatan ilegal. Namun, kami tetap berupaya memberikan pengertian,” terangnya.
Baca Juga: Pegunungan Himalaya Terlihat Dari India, Pertama Kalinya dalam Beberapa Dekade
Isu ini juga tidak luput dari pandangan Walhi Aceh yang pernah mendesak untuk pihak setempat untuk menindak kegiatan pembalakan liar.
“Aktivitas ini terus terjadi, membuktikan pengamanan dan pengawasan hutan belum maksima. Polda Aceh harus melakukan penindakkan sehingga kayu-kayu dari TNGL tidak lagi ditebang,” kata Direktur Walhi Aceh, Muhammad Nur.
Ia juga menambahkan bawah pembalakan liar di hutan sekitar TNGL tidak bisa dicegah jika pihak TNGL dan Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan Aceh bekerja sendirian. Perlu adanya upaya gabungan dengan pihak lainnya.
“Pengamanan harus benar-benar dilakukan sehingga kegiatan ilegal tidak lagi terjadi,” katanya.
Source | : | mongabay.co.id |
Penulis | : | Afkar Aristoteles Mukhaer |
Editor | : | Gita Laras Widyaningrum |
KOMENTAR