Nationalgeographic.co.id - Manusia telah belajar banyak dari burung, kelelawar, dan serangga ketika akan merancang mesin terbang sendiri. Namun sebenarnya, manusia lalai mengambil pelajaran dari burung yang telah punah. Burung tersebut bernama Pterosaurus, merupakan hewan terbesar yang pernah terbang di langit, membuat aerodinamika mereka lebih relevan daripada binatang yang relatif kecil saat ini.
Berdasarkan jurnal yang dipublikasikan lewat EurekAlert, Liz Martin-Silverstone dari University of Bristol, mengatakan bahwa ada banyak hal yang sangat keren dalam catatan fosil yang tidak dijelajahi. Para insinyur penerbangan umumnya tidak melihat ke paleontologi ketika berpikir tentang inspirasi penerbangan.
“Jika kita hanya mencari inspirasi hewan modern, kita benar-benar kehilangan sebagian besar morfologi di luar sana dan mengabaikan banyak pilihan yang saya pikir bisa berguna," sebut Liz.
Baca Juga: Sisa Pohon Mahoni Tertua Ditemukan, Disebut Hidup di Zaman Dinosaurus
Banyak spesies yang punah hanya diketahui dari segelintir tulang, membatasi pengetahuan kita tentang pergerakan tubuh mereka. Namun Liz menunjukkan bahwa ini tidak selalu terjadi. Ada dua atau tiga fosil pterosaurus yang benar-benar luar biasa terawetkan yang memungkinkan untuk melihat lapisan berbeda di dalam membran sayapnya, memberikan wawasan tentang komponen berseratnya. Juga beberapa fosil cukup terlestarikan untuk menunjukkan perlekatan sayap di bawah pinggul.
Tidak mungkin pterosaurus dapat bersaing kecepatan dengan kebanyakan burung modern, tetapi mereka mungkin merupakan burung yang berkecepatan rendah yang efisien dan adaptasi untuk lokasi yang ketat, relevan untuk kendaraan yang dirancang untuk penggunaan perkotaan seperti mendarat di atap bangunan bertingkat tinggi.
Dalam Trends in Ecology & Evolution, para peneliti memperluas penelitian di luar pterosaurus, memberikan tinjauan luas tentang mode penerbangan yang berbeda secara substansial dari hewan hidup. Contoh dari asal-usul burung dinosaurus Yi qi, yang menggabungkan bulu-bulu dengan membran seperti kelelawar, dan mikroraptor, yang meskipun bukan penerbang sejati, ia menggunakan membran pada bagian depan dan belakang untuk gerak meluncur yang sangat terkontrol.
Ada pula dinosaurus Changyuraptor, yang memiliki ekor dan bulu belakang lebih lama daripada burung-burung modern, yang dianggap memungkinkan mereka untuk mengontrol kecepatan mereka saat mendarat.
Untuk hewan yang lebih besar, peluncuran bisa menjadi tantangan yang sama besarnya dengan tetap mengudara. Beberapa burung besar membutuhkan permulaan berlari, seperti halnya pesawat terbang harus meningkatkan kecepatannya sebelum lepas landas.
Namun, meskipun beberapa pterosaurus dengan berat hampir 300 kilogram, Mike Habib dari Museum Sejarah Nasional Los Angeles County berpendapat kekuatan membran sayap dan perlekatan otot mereka memungkinkan mereka melompat ke udara dengan sekali kepakan.
Baca Juga: Ilmuwan Merekonstruksi Tengkorak Dinosaurus di dalam Fosil Telur
Pterosaurus juga diperkirakan mengembangkan mekanisme stabilisasi untuk menghindari risiko terombang-ambing oleh hembusan angin, mengingat area luas yang disajikan oleh selaput sayap mereka. Belum tahu pasti bagaimana mereka melakukannya.
Mungkin reptil terbang dari era dinosaurus telah diabaikan untuk dijadikan ke desain pesawat karena mereka dipandang sebagai ‘kegagalan’. Jika demikian, ini akan menjadi kesalahan. Pterosaurus bertahan selama 160 juta tahun, lebih lama dari burung modern, dan disesuaikan dengan indah untuk kondisi yang mereka hadapi.
Source | : | eurekalert,IFL Science |
Penulis | : | Aditya Driantama H |
Editor | : | Gita Laras Widyaningrum |
KOMENTAR