Nationalgeographic.co.id—Semenjak pagebluk merambah Indonesia, kita menaati imbauan untuk #BekerjaDariRumah. Di Jakarta, sejak pertengahan Maret silam, rumah menjadi benteng terakhir untuk menghindari serangan virus nan mematikan. Belakangan, pembatasan sosial itu meluas ke kota-kota lain. Semua orang berdiam di rumah sembari menanti para ilmuwan menemukan antivirusnya.
Orang-orang memang berdiam di rumah, namun tidak diam. Kita tetap beraktivitas dari dalam rumah. Rumah pun tidak sekadar tempat berlindung, tetapi juga pusat kendali kegiatan ekonomi, pendidikan, bersosial, hingga penghiburan.
Para sejarawan kerap mengingatkan kembali tentang kemiripan pagebluk saat ini dengan pagebluk influenza yang juga mendera negeri ini seabad silam. Perkara yang membedakan keduanya adalah teknologi.
Teknologi telah membuat kehidupan kita terasa lebih bermakna. Layanan video daring memungkinkan kita masih tetap bekerja dan merapat untuk membahas pekerjaan seolah tanpa jarak. Anak-anak mengerjakan tugas sekolah dan berjumpa dengan guru dan kawan-kawan sekelasnya melalui layanan serupa. Aplikasi belanja daring, memungkinkan kita mendapatkan kebutuhan—dari peranti sampai urusan bersantap. Hiburan pun tak terlewatkan, para musisi bisa konser dari rumah mereka masing-masing. Bioskop yang tutup selama masa pagebluk, namun kita menemukan padanannya melalui penyedia film-film kelas dunia dari layar gawai kita. Singkat cerita, semakin hari kita semakin gandrung dengan teknologi yang ditanam melalui aplikasi di gawai kita.
Teknologi bisa memberikan maslahat bagi manusia, tetapi juga bisa mendatangkan bencana. Gara-gara gandrung gawai, sederet penyakit bisa mengancam kita: Sindrom penglihatan komputer. Insomnia atau kesulitan tidur. Cedera pada anggota badan seperti punggung dan jemari karena melakukan aktivitas berulang. Kegemukan, dampak kurang bergerak sehingga sirkulasi darah tidak lancar. Juga, yang tak kita sadari, risiko kerusakan pendengaran.
Baca Juga: 5 Aplikasi Gawai yang Cocok Digunakan Ketika Hendak Berlibur ke Luar Negeri
Kementerian Komunikasi dan Informatika merilis antisipasi pemerintah terkait kenaikan trafik yang besar sepanjang Ramadan dan Lebaran. Pemerintah mengestimasi adanya kenaikan trafik antara 30 sampai 40 persen, atau meningkat sekitar sepuluh persen dibanding Ramadan dan Lebaran setahun silam. Bisa jadi trafik aktualnya lebih besar dari perkiraan itu karena imbauan untuk tidak mudik.
Pemerintah juga mengingatkan pada masyarakat untuk bijak dalam menggunakan internet. Menteri Komunikasi dan Informatika, Johnny Gerard Plate, "Kami juga menyampaikan dan berharap pada masyarakat agar menggunakan ruang digital kita secara sehat, secara cerdas, dan secara bermanfaat.”
Kita menyadari penggunaan gawai yang berlebihan akan berdampak pada keseimbangan aktivitas lain. Untuk merespons kemaslahatan teknologi, Samsung Galaxy S20 series memiliki fitur Digital Wellbeing. Fungsinya, membantu selidik seberapa lama kita menggunakan setiap aplikasi yang tertanam di gawai.
Baca Juga: Kecanduan Gawai Bagai Zombi? Berikut Cara Untuk Menghentikannya
Digital Wellbeing akan memudahkan kita saat merencanakan durasi penggunaan selama satu hari. Fitur penjaga waktunya dapat diaktifkan untuk mengingatkan jika kita melebihi batas waktu penggunaan.
Kita pun dapat menentukan pemberitahuan apa saja yang akan diblokir saat bekerja atau melakukan aktivitas yang tidak dapat diganggu—seperti ibadah. Jadi kita dapat lebih fokus pada aktivitas yang sedang kita kerjakan.
Denny Galant selaku Head of Product Management, IT & Mobility Samsung Electronics Indonesia memberikan komentarnya tentang teknologi ini. "Samsung memahami bahwa konsumen kami memiliki kesadaran yang tinggi terhadap kesehatan. Oleh karena itu, kami hadir dengan berbagai fitur kesehatan yang dapat diakses pada setiap perangkat terbaru yang kami keluarkan termasuk Galaxy S20 series."
Penulis | : | National Geographic Indonesia |
Editor | : | Mahandis Yoanata Thamrin |
KOMENTAR