Nationalgeographic.co.id - Beberapa hari belakangan, istilah normal baru telah menjadi topik diskusi banyak asosiasi di luar maupun Indonesia. Namun, setidaknya ada dua hal menurut Irwan Abdullah, profesor Antopologi UGM yang perlu dipertimbangkan dalam menerapkan normal baru.
Pertama sebagai pernyataan artistik, bahwa keberadaan COVID-19 menghadirkan pertanyaan besar tentang seberapa kuat budaya Indonesia. Apa yang akan terjadi jika memasuki era normal baru, apakah budaya kita cukup elastis, apakah budaya kita memiliki ketahanan yang cukup kuat?
Kedua, Normal Baru dianggap sebagai preseden budaya. Melalui Covid-19, ini menjadi momentum sejarah karena banyak pihak belajar hal baru.
Baca Juga: Berbagi Cerita: Lanskap Pecinan dan Goresan Canting dari Lasem
Senada dengan hal itu, seberapa elastiskah masyarakat Indonesia memandang, menjalankan, bahkan memulai bisnis pada keadaan normal baru ini?
Mohamad Hadi Prasetyo, Dosen Program Studi Manajemen STIE Ekuitas Bandung mengatakan bahwa saat pandemi ini lah kenyataan bisnis sesungguhnya diperlihatkan. Bisnis ada saat pertumbuhan lambat dan sulit cari pembeli.
"Bisnis akan terus berjalan walaupun tingkat pertumbuhannya melambat, asalkan tepat dalam penanganan dalam menghadapi situasi ini. Artinya, masih ada yang dapat membantu kita dalam menjalankan masa sulit ini, bila kita berpikir ini masa sulit karena ini berdampak ke hampir seluruh lapisan, tetapi bukan berarti bahwa bisnis tidak berjalan," ucap Hadi pada National Geographic Indonesia.
Banyak contoh yang bisa dilihat, tambah Hadi, seperti seorang manajer
hotel yang dirumahkan akibat tingkat okupansinya rendah karena tidak mencapai target. Kemudian ia memutuskan untuk berjualan makanan di jalanan.
Adapula seorang artis yang terdampak karena industri televisi mengurangi poroduksinya sehingga sepi panggilan untuk menghibur penonton. Artis itu 'banting stir' dengan berjualan cireng buatanya sendiri.
Belum lagi, bermunculan juga wirausaha baru dalam kehidupan sehari-hari dari berbagai latar belakang pekerjaanya. Ada yang berjualan ayam potong mentah siap masak, ketan, dimsum beku, dsb kata Hadi.
Beberapa kasus tersebut mengingatkan kita pada salah satu kegiatan kewirausahaan yakni no others way out. Artinya tidak ada lagi yang bisa dilakukan selain berjualan.
Fenomena itu menggambarkan bahwa sejatinya manusia dilahirkan untuk melakukan 'aktivitas penjualan'. Hadi pun mengutip Robert Louis Stevenson yang mengatakan 'everyone lives by selling something'. Semua orang bisa bertahan hidup karena menjual sesuatu.
Source | : | ugm.ac.id,Wawancara Mohamad Hadi Prasetyo |
Penulis | : | Fikri Muhammad |
Editor | : | Gita Laras Widyaningrum |
KOMENTAR