Nationalgeographic.co.id – Ketika RMS Titanic berlayar pada 1912, ia diberkati sekaligus dikutuk oleh teknologi komunikasi telegraf nirkabel. Beberapa jam setelah menabrak gunung es, pesan radio yang dikirim dari Titanic yang tenggelam tersebut, berhasil memanggil kapal penolong yang menyelamatkan ratusan nyawa penumpang.
Namun, di sisi lain, itu juga menimbulkan kebingungan kapal lain akibat persaingan panggilan darurat serta gangguan sinyal. Lebih dari 1.500 orang tewas pada malam tragis tersebut.
Di masa kini, putusan pengadilan membuka jalan bagi pemulihan telegraf Titanic yang dirancang oleh Guglielmo Marconi, pelopor telekomunikasi dan pemenang Hadiah Nobel bidang Fisika tahun 1909. Marconi menciptakan perangkat pertama yang memfasilitasi komunikasi nirkabel menggunakan gelombang radio.
Baca Juga: Ketika Perang Dingin Memecah Korea Menjadi Dua
Pertama kali dikembangkan pada akhir 1800-an, telegraf Marconi menggunakan gelombang radio panjang yang tidak bisa melakukan perjalanan jauh dan rentan terhadap gangguan. Pada saat bersamaan, pencipta radio lainnya mengembangkan cara yang lebih efisien untuk menyiarkan suara dan mengirim siaran nirkabel secara terus menerus.
Terlepas dari keterbatasan telegraf Marconi—dan fakta bahwa itu tidak dimaksudkan untuk digunakan sebagai alat darurat—Titanic memilih menyewa mesin tersebut dan ditempatkan di ruang radio di kapal. Dua operator muda yang diperkerjakan Marconi, kepala telegraf Jack Phillips dan asistennya, Harold Bride, mengirim kode morse “Marconigram” atas nama pelanggan Titanic, 24 jam sehari selama pelayaran perdananya pada April 1912.
Monopoli teknologi Marconi beserta pesan-pesan pribadi yang disampaikan melalui telegraf Titanic, berakibat fatal pada malam April itu. Phillips sangat kewalahan dengan antrian telegram yang masuk dan keluar—seorang penumpang Titanic bahkan ingin memberi tahu “siapa pun yang berminat” tentang permainan poker di Los Angeles. Hal itu membuat Phillips tidak menyampaikan tentang gunung es yang berada di sekitar jalur pelayaran.
Ketika sebuah kapal di dekat Titanic, SS Californian, mengirim telegram bahwa itu telah dikelilingi oleh es, Phillips justru menjawab: “Diamlah! Saya sedang sibuk.”
Begitu Titanic menabrak gunung es, nada Phillips berubah dan dia menggunakan sinyal maritim Marconi: “CQD”.
Kapal maritim sudah meminta bantuan menggunakan alat nirkabel sejak 1899, tetapi belum menggunakan panggilan darurat standar. Pada 1904, operator Marconi mengadopsi tanda panggilan umum yang biasa digunakan oleh telegraf Inggris: yaitu CQ (yang berarti “seek you”), ditambah D (distress atau hazard).
Namun, ketika Titanic tenggelam pada 1912, sudah ada sinyal baru yang menandakan marabahaya di tempat kejadian: yaitu SOS. Banyak yang mengatakan itu merupakan singkatan dari “Save Our Ship” atau “Save Our Souls”, tetapi sebenarnya huruf SOS tidak mendukung kalimat apa pun. Itu adalah adaptasi dari panggilan radio Jerman.
Sinyalnya terdiri dari tiga tititk, tiga garis, dan tiga titik lainnya. Sangat sederhana untuk digunakan dalam kode Morse selama keadaan darurat. SOS juga mudah dipahami, bahkan dalam kondisi seburuk apa pun.
Source | : | National Geographic |
Penulis | : | Gita Laras Widyaningrum |
Editor | : | Gita Laras Widyaningrum |
KOMENTAR