Nationalgeographic.co.id—Manusia tak lepas dari sirkulasi alam dan rahasia-rahasianya. Begitu juga yang terjadi di Danau Poso, di mana manusia dan alam sangat berkaitan erat antara satu dengan lainya.
Manusia Poso melihat danau sama seperti melihat manusia. Ada nilai universal yang di bawa. Karena dari zaman silam, orang Poso hidup dalam kebersamaan.
"To poso tidak mengenal kata 'terima kasih'. Karena tolong menolong adalah kewajiban dan tanggung jawab tiap orang," ucap Dimba Tumimomor di acara Bincang Redaksi daring yang digelar National Geographic Indonesia bertajuk Riwayat Geologi di Balik Kemolekan Danau Poso.
Kebersamaan itu berada di berbagai aspek seperti pertanian dan bidang sosial lainya. "Pesta suka cita dan duka cita juga ada kebiasaan untuk memberikan bantuan supaya acaranya terlaksana. Yang tabu itu jika sesuatu hal menjadi milik sendiri. Kakek kamu kakek saya juga. Kebun kamu kebun saya juga. Kalau semua pertemuan harus dibicarakan secara bersama sama," kata Dimba.
Baca Juga: Anjing Dapat Mendeteksi Virus Corona dengan Akurasi Menakjubkan
Ada tanda tanda alam yang berkaitan dengan masyarakat di Danau Poso kata Dimba. Misalnya saat pergi berburu dan memancing terdengar suara burung tengkek—layaknya suara tokek—itu akan menentukan sang pemburu jadi pergi atau tidak. Ketika berkebun pun demikian, jika lahan sudah tidak dipakai maka lahan harus dibiarkan tumbuh.
Begitu juga dengan kehidupan danau dan manusia. Danau Poso telah memberikan bermacam hal yang menghidupi manusia. Orang Poso, menurut Dimba harus memeliharanya sebagai sumber kehidupan.
"Danau Poso itu memiliki tanoana (roh dan jiwa) dan tidak semata-mata punya tubuh (air, pantai pasir putih dan kuning, flora dan fauna). Kaya mitos, legenda, hikayat, kisah dan cerita," katanya.
Namun akhir-akhir ini berat sebelah. Manusia di sekitar Danau Poso, menurut Dimba, kurang memerhatikan danau. Mereka lebih tertarik untuk menanam sawit.
Dia menambahkan, "Orang poso itu harus menggali lagi cerita rakyat. Orang poso kalau gempa bumi dia tau dari kucing yang lari. Kalau kucing gelisah, maka manusia harus waspada."
Menurut Dimba, kucing memang berbeda dari anjing. Anjing selalu mengikuti tuannya, sedangkan kucing tidak bergantung pada tuannya melainkan pada lingkunganya. Dari tanda alam itulah, manusia harus bisa lebih menghormati alam.
Source | : | Bincang Redaksi National Geographic Indonesia |
Penulis | : | Fikri Muhammad |
Editor | : | Mahandis Yoanata Thamrin |
KOMENTAR