“Malam adalah ibu dari gagasan,” kata John Florio, pujangga Inggris sekitar akhir abad ke-16. Kutipan ini sudah melegenda di penjuru dunia. Lalu, bagaimana kita memaknai malam dalam sebuah bingkai foto?
Nationalgeographic.co.id—Kita adalah sanubari-sanubari yang merindukan kembalinya perjalanan dan petualangan. Mujurnya, kita mewarisi kemampuan adaptasi yang luar biasa terhadap setiap perubahan. Kendati situasi pagebluk yang belum memungkinkan untuk melakukan perjalanan jarak jauh, kita sejatinya bisa menciptakan petualangan sendiri di kota yang kita huni.
Semua orang suka bepergian. Kabar dari World Travel & Tourism Council, sekitar 50 juta pekerjaan di bidang perjalanan dan pariwisata diproyeksikan berisiko terdampak pagebluk. Di lini masa media sosial, para pejalan kampiun pun mengungkapkan kerinduan mereka akan kembalinya hari-hari perjalanan.
Kota memiliki kemiripan dengan manusia. Ia akan menunjukkan kepribadian yang berbeda-beda kepada para pejalan. Semua tergantung pada sejauh mana interaksi kota dan pejalannya. National Geographic Indonesia bersama vivo Indonesia dan didukung Kementerian Pariwisata Republik Indonesia mencoba memperbaiki situasi wisata di negeri ini.
Kami berupaya membuat tempat-tempat di sekitar keseharian warga menjadi sesuatu yang bermakna bagi siapa saja yang singgah di kota itu. Inilah keindahan
versi kota. Karena pada dasarnya setiap kota memiliki definisi tentang jiwanya sehingga setiap sudutnya bisa menjadi tujuan perjalanan. Kami menyebutnya “Redefine Your Vision”.
Barangkali, benar apa yang pernah diungkapkan Elliott Erwitt, salah satu fotografer dokumenter nan sohor di Amerika Serikat. “Fotografi adalah seni observasi,” ujarnya. “Ini tentang menemukan sesuatu yang menarik di tempat biasa.”
National Geographic Indonesia on Assignment (NGIOA) menugaskan sembilan fotografer di berbagai kota di Indonesia untuk turut membingkai romansa temaram kota mereka. Mereka yang terpilih mengikuti penugasan ini merupakan pemenang tiga kompetisi fotografi yang pernah digelar vivo dan National Geographic Indonesia beberapa tahun silam. Setidaknya, penugasan ini membuat para fotografer kembali berkarya—menciptakan foto indah dan bermakna untuk kembalinya harapan denyut wisata.
Penugasan ini menggunakan vivo X50 Pro, gawai cerdas yanh mampu menangkap gambar dan video yang lebih stabil serta berkualitas tinggi dalam berbagai kondisi cahaya. Peranti ini ditahbiskan juga sebagai gawai cerdas pertama dengan teknologi Gimbal Stabilization dari vivo Indonesia.
Masa Depan Pengolahan Sampah Elektronik Ada di Tangan Negara-negara Terbelakang?
Penulis | : | National Geographic Indonesia |
Editor | : | Mahandis Yoanata Thamrin |
KOMENTAR