Nationalgeographic.co.id – Talash Hujibers, pemuda berusia 25 tahun di Kenya, Afrika, mendirikan Insectipro—sebuah perusahaan yang mengembangbiakkan larva lalat tentara hitam untuk dijadikan pakan ternak.
Larva butuh waktu sepuluh hari untuk tumbuh, dan ia perlu diberi makan. Di sini lah Hujibers memanfaatkan limbah buah dari pabrik dan pasar.
“Kami mengumpulkan semua sampah organik di Nairobi, kemudian mengubahnya menjadi sesuatu yang bernilai tinggi, protein hewani,” kata Hujibers, dilansir dari New York Post.
“Dari limbah menjadi emas,” imbuhnya.
Baca Juga: Apakah Ekonomi Sirkular Bisa Sebagai Solusi Permasalahan Lingkungan?
Setiap hari, Insectipro memproses sekitar 20 hingga 30 ton limbah buah-buahan dan menghasilkan 2-2,5 ton larva lalat.
Larva-larva tersebut lalu dikeringakan dan diubah menjadi makanan hewan.
Limbah yang tersisa digunakan sebagai pupuk kandang—sebagian untuk diri sendiri dan sisanya dijual ke petani tetangga.
Perusahaan Hujibers ini dianggap yang paling besar dalam budidaya larva. Bisnis yang mereka lakukan dipandang sebagai cara yang menguntungkan dan ramah lingkungan untuk membuang limbah organik sekaligus menghasilkan pakan ternak. Mengurangi kekhawatiran atas pencemaran serta bermanfaat bagi daur ulang limbah pangan yang berkelanjutan.
“Produk akhir dari limbah pangan yang tak digunakan bisa untuk menyuburkan tanaman. Sementara larva lalat bisa menjadi makanan ternak kita,” ungkap Chrysantus Mbi Tanga, ilmuwan dari Nairobi-based International Centre of Insect Physiology and Ecology (ICIPE).
Source | : | New York Post |
Penulis | : | Gita Laras Widyaningrum |
Editor | : | Gita Laras Widyaningrum |
KOMENTAR