Nationalgeographic.co.id—Zaman es membuka peluang bagi manusia purba bermigrasi menuju benua Amerika, meninggalkan Asia lewat Siberia dan Alaska. Penemuan terdahulu yang mengkaji secara genetik, menembukan bahwa terisolasinya penduduk asli benua Amerika dengan Asia terjadi pada periode glasial akhir, sebelum menyebar ke penjuru Amerika.
Namun teka-teki migrasi manusia mengerucut kepada pertanyaan, kemana pertama kali manusia bermukim di benua baru tersebut?
Para peneliti berhipotesis ‘Pemberhentian Beringia’ untuk pendudukan awal Amerika, setelah terpisah dari kerabat mereka di Asia. Hasil penelitian yang diterbitkan Rabu (9/12) di Science Advences tersebut memberikan gambaran, kemungkinan orang Amerika purba tinggal di kawasan yang relatif hangat di Beringia selatan, yang kini sudah tenggelam di bawah Laut Bering sekitar 7.000 hingga 15.000 tahun yang lalu. Sebab kawasan Alaska lainnya masih sangat dingin selama zaman es.
"Menurut studi genetik, orang pertama yang menghuni Amerika hidup dalam populasi yang terisolasi selama beberapa ribu tahun selama puncak zaman es terakhir, sebelum menyebar ke benua Amerika," kata salah satu peneliti, Ben Fitzhugh, antropolog University of Washington.
Pemanasan dari arus laut ini menciptakan kondisi yang lebih menguntungkan bagi tempat tinggal manusia purba, membantu mengatasi misteri lama tentang penghuni awal Amerika Utara.
Penelitian yang dipimpin James Rae, dari School of Earth and Environmental Sciences, University of St Andrews tersebut mengemukakan bahwa pada akhir zaman es terakhir, iklim Pasifik Utara cukup hangat hingga ke bagian pesisirnya, seperti Beringia.
Samudera Pasifik mengandung sekitar setengah dari air lautan bumi, dan merupakan penimbun panas dan CO2 yang sangat besar, namun saat ini tak lagi akibat perubahan iklim. Menurut laporan mereka pemanasan dari arus laut itulah yang menguntungkan kondisi sekitar Beringia.
"Data kami menunjukkan bahwa Pasifik memiliki sistem arus hangat selama zaman es terakhir, mirip dengan arus Samudra Atlantik modern yang membantu mendukung iklim sedang di Eropa Utara", kata Rae, dilansir dari Eurekalert.
"Pekerjaan kami menunjukkan betapa dinamisnya sistem iklim Bumi,” terang Robert Wills, anggota penelitian tersebut, ahli atmofser University of Washington. “Perubahan sirkulasi lautan dan atmosfer dapat berdampak besar pada seberapa efektif manusia dapat menempati lingkungan yang berbeda, yang juga relevan untuk memahami bagaimana berbagai wilayah akan terpengaruh oleh perubahan iklim di masa depan.”
Source | : | eurekalert.org,Science Advances |
Penulis | : | Afkar Aristoteles Mukhaer |
Editor | : | Mahandis Yoanata Thamrin |
KOMENTAR